Jokowidodo - JK

Depok (Metrobali.com)-

Dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, Joko Widodo-Jusuf Kalla serta Prabowo Subianto-Hatta Rajasa akan saling berhadapan dalam Pemilihan Umum Presiden 9 Juli 2014.

Publik mulai mereka-reka, bagaimana peta kekuatan masing-masing pasangan dalam persaingan merebut kursi RI 1 itu.

Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dinilai banyak pihak merupakan pilihan paling realistis yang dicapai partai politik (parpol) di antara banyak opsi. Oleh karena itu, jika berbicara peta kekuatan, maka kemungkinan dua poros yang bertarung ini menguntungkan penyelenggaraan pilpres mendatang, karena peluang satu putaran menjadi mudah diwujudkan.

Menurut pengamat politik dari Universitas Indonesia, Muhammad Budyatna, langkah calon presiden dari PDIP, Joko Widodo (Jokowi) menggandeng Jusuf Kalla (JK) sebagai calon wakil presiden sudah tepat, sebab pasangan ini dinilai akan saling menguatkan.

“JK akan menguatkan posisi Jokowi baik di hadapan masyarakat pemilih maupun di parlemen karena kedekatan JK dengan Golkar masih kuat,” kata Budyatna. Sebaliknya langkah capres dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto mengambil Ketua Umum PAN Hatta Radjasa justru agak melemahkan posisi Prabowo.

Pasalnya, Hatta itu berasal dari Muhammadiyah. Orang NU sebagian akan ke pihak Jokowi. Hatta juga menggeser suara pemilih yang menyukai Prabowo yang tegas tapi tidak menyukai Susilo Bambang Yudhoyono yang tidak tegas.

Sementara itu, pengamat politik Gun Gun Heryanto berpendapat, kelebihan Jokowi adalah yang bersangkutan memiliki daya tarik elektoral, sebab dia saat ini merupakan sosok yang paling tinggi elektabilitasnya.

“Kelebihan Jokowi lainnya, dia didukung oleh partai besar pemenang pemilu legislatif yakni PDIP. Dia juga merupakan representasi khalayak kunci dalam konfigurasi politik nasional, yakni orang Jawa. Jokowi punya kelebihan dengan stigma jujur, dan punya pengalaman dalam jabatan publik terkait dengan posisinya sebagai Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta,” ujarnya.

Sedangkan kelemahannya, Jokowi belum menuntaskan jabatan gubernur DKI Jakarta, sehingga akan menjadi peluang bagi pihak lawan untuk menyerangnya sebagai sosok tidak amanah menjalankan mandat kekuasaan.

Jokowi juga masih dianggap baru ‘setengah matang’ dalam pergulatan politik nasional, karena selama ini lebih banyak berurusan dengan persoalan-persoalan lokal.

“Kelebihan JK, dia memiliki pengalaman di birokrasi terutama saat dia menjadi wapres di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) periode pertama. JK, bisa diterima di kalangan dunia usaha, memiliki hubungan luas di berbagai kalangan, memiliki basis dukungan di kalangan Golkar. JK juga punya rekam jejak sebagai pengambil risiko dan sederhana. Itu semua bisa melengkapi Jokowi,” ujarnya.

Sedangkan Prabowo menurut Gun Gun mempunyai nilai lebih pada citra ketegasan dalam memimpin. Dia punya kemampuan jejaring, memadai dalam sumber-sumber ekonomi, politik, maupun militer. Dia juga punya otoritas penuh dalam mengendalikan partai Gerindra sehingga bisa lebih taktis dalam membuat dukungan yang harus diambil dan melibatkan pihak lain.

“Kelemahan Prabowo adalah, dia masih lekat dengan stigma kasus HAM tahun 1998, dan masih diidentifikasi sebagai capres dengan karakter tempramental,” katanya..

Kelebihan Hatta, dia merupakan sosok teknokratik yang punya pengalaman dalam kerja-kerja birokrasi. Dia juga bisa diterima banyak pihak, terutama komunitas-komunitas kekuatan Islam.

“Hatta, punya hubungan baik dengan AS, dan tentunya bisa melengkapi kelemahan Prabowo selama ini. Kelemahan Hatta, elektabilitasnya tidak terlalu tinggi,” ujarnya.

Sementara itu Sekjen PKS Taufik Ridho yakin, dengan adanya dukungan dari enam parpol: Gerindra, PAN, PKS, PPP, Golkar, Partai Bulan Bintang dan pihak-pihak lainnya kepada pasangan Prabowo dan Hatta, dapat dipastikan Pilpres 2014 akan berlangsung satu putaran dan dimenangkan pasangan Prabowo-Hatta. Pasangan Prabowo-Hatta akhirnya mengantongi 56,07% dukungan suara dan 292 kursi di DPR setelah enam parpol secara resmi menyatakan dukungan kepada pasangan tersebut.

Bawa Kesejahteraan Dari sisi perolehan suara partai-partai pendukung, untuk sementara pasangan Prabowo-Hatta memiliki jumlah suara 48,93 persen, lebih besar ketimbang pasangan Jokowi-JK yang hanya 39,97 persen.

Begitu juga dengan perolehan kursi di parlemen. Jika terpilih, duet Prabowo-Hatta akan disokong oleh 292 anggota DPR, atau sekitar 52,1 persen dari total 560 kursi yang ada. Jumlah itu didapat dari kelima partai pendukung, minus PBB yang tidak lolos parliamentary threshold. Sedangkan pasangan Jokowi-JK hanya akan disokong 207 kursi di parlemen atau 36,96 persen.

“Insya-Allah, (persentase suara dan kursi) itu sebuah syarat cukup untuk dukungan mayoritas di parlemen jika saatnya Prabowo-Hatta mendapatkan amanah sebagai Presiden-Wapres RI,” kata Sekjen DPP PPP M. Romahurmuziy.

Dengan alasan tersebut, PPP mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk memilih pemimpin sesuai kebutuhan nasional ke depan. Bangsa Indonesia, menurut dia, terlalu besar untuk diombang-ambingkan jika kepemimpinan nasional tidak tegas, tidak visioner, kurang dedikasi, dan tidak siap berkorban.

Oleh karena itu, DPP PPP menginstruksikan seluruh fungsionaris dan keluarga besar PPP di seluruh Indonesia untuk memberi dukungan penuh memenangkan dwi tunggal Prabowo-Hatta,” kata Romi.

Yang mengejutkan adalah dukungan PBB ke pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Ketua Umum (Ketum) PBB MS Kaban menyatakan bahwa dukungan partainya kepada Prabowo-Hatta sudah tepat. “Orang yang mampu membangun karakter bangsa ada pada diri Prabowo-Hatta Rajasa.” Menurut mantan Menteri Kehutanan itu, Prabowo dan Hatta merupakan sosok yang dibutuhkan untuk menyelesaikan segala permasalahan bangsa ini. “Prabowo adalah pemimpin yang satu kata dengan perbuatan,” katanya.

Hatta Rajasa dinilai mampu menutupi kekurangan Prabowo Subianto jika nanti keduanya terpilih sebagai pemenang Pilpres 2014. Pengalaman Hatta di pemerintahan akan mampu menutup kelemahan Prabowo yang belum memiliki kemampuan dalam pemerintahan.

Dekan FISIP Universitas Padjadjaran (Unpad), Arry Bainus befrpendapat, Hatta yang juga terbilang sebagai tokoh nasional akan mampu mendongkrak raihan suara Prabowo pada pilpres nanti. Sebaliknya, Prabowo punya keunggulan tersendiri yang jadi daya tarik bagi publik.

Prabowo dipandang memiliki karakter tegas karena berlatarbelakang militer. Itu akan jadi bekal untuk jadi orang nomor satu di Indonesia. �Tapi ada pekerjaan rumah yang harus digarap pasangan Prabowo-Hatta jika ingin memenangkan pilpres, yaiotu menguasai suara di Pulau Jawa.

Sebab pada pileg lalu, PDIP mendominasi raihan suara di Pulau Jawa yang merupakan ladang suara terbesar untuk pemilu. Jika mampu menguasai Pulau Jawa, diyakini hal itu akan mengantar Prabowo-Hatta sebagai pemenang. “Sekarang tugas berat Prabowo-Hatta itu harus mengcounter itu semua,” kata Arry.

Tentang peta kekuatan pasangan Prabowo-Hatta dan Jokowi-Jusuf Kalla, ia menyebut elektabilitas keduanya mengalami tren positif. “Kalau dari sisi elektabilitas, saya kira sekarang tren dua pasangan itu terus naik. Soal sosok Jokowi, Arry menilai ia punya kemampuan dalam pemerintahan. “Dari sisi pengalaman memang dia punya pengalaman jadi gubernur, sebelumnya jadi wali kota. Tapi Jokowi masih terbilang tokoh lokal, bukan level nasional. Hal itu yang kemudian akan ditutupi JK untuk mendongkrak raihan suara. Sementara itu pengamat politik Zulfadli Aminuddin berpendapat, melihat peta kekuatan antara Capres Jokowi versus Capres Prabowo berdasarkan dukungan partai maka Prabowo secara hitungan di atas kertas diuntungkan. Hal ini dapat kita lihat total perolehan suara partai pendukung Prabowo lebih banyak daripada Jokowi.

Namun belajar dari pemilu sebelumnya hal itu tidak berbanding lurus. Sebab memilih parpol jelas berbeda dengan memilih orang atau figur, meskipun tidak menampik bahwa peranan partai dapat mempengaruhi pemilihnya.

Tetapi, jangan lupa bahwa dinamika politik tidak sama dengan hitungan matematika, setiap kemungkinan bisa saja terjadi. Juga yang teramat penting adalah strategi dan sejauh mana kecepatan bergeraknya mesin partai untuk memenangkan pertarungan dalam pilpres mendatang.

Seperti kata pemerhati politik Siti Zuhro, dalam pilpres publik memilih figur bukan partai. Rakyat tentunya akan memilih tokoh yang mereka yakini bisa membawa negeri ini dan rakyatnya ke kehidupan yang lebih baik dan sejahtera. Bukan hanya janji-janji, tetapi perlu bukti. AN-MB