Jakarta, (Metrobali.com) –

Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Ryan Kiryanto menilai pemerintah perlu menginisiasi pengkajian ulang terhadap undang-undang tentang jasa keuangan lain di luar UU Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait peralihan pengawasan perbankan yang sebelumnya dipegang oleh Bank Indonesia.

“Seiring dengan beralihnya pengawasan bank dari BI ke OJK masih ada PR (pekerjaan rumah) secara legal yakni pemerintah perlu segera menginisiasi dilakukannya revisi atau amandemen terhadap undang-undang lain yang terkait beralihnya pengawasan tersebut,” ujar Ryan dalam sebuah seminar di Jakarta, Senin.

Menurut Ryan, pengalihan pengawasan dari BI ke OJK masih menyisakan konsekuensi secara legal terhadap regulasi lainnya. Ia menyebutkan minimal ada empat undang-undang yang perlu dikaij ulang yakni UU Perasuransian, UU Pasar Modal, UU Perbankan, dan UU Bank Indonesia.

“Mungkin ada undang-undang lain yang tidak bisa saya sebutkan, tapi setidak-tidaknya ke empat undang-undang itu harus di-review,” kata Ryan.

Jika merujuk pada UUD 1945, lanjut Ryan, maka pengaturan pengawasan perbankan dilakukan oleh BI sehingga undang-undang yang berlaku yakni UU BI dan UU Perbankan.

Ia mengatakan pemerintahan baru mendatang diharapkan dapat menginisiasi pengkajian ulang regulasi di sektor jasa keuangan sehingga lebih dapat memberikan kepastian hukum yang jelas.

“Biarlah itu menjadi PR pemerintahan baru nanti,” ujarnya.

OJK mulai melaksanakan pengawasan perbankan mulai 1 Januari 2014, setahun sebelumnya OJK sudah mengawasi lembaga keuangan non bank.

UU OJK sendiri pernah digugat ke Mahkamah Konstitusi oleh sebuah Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) pada Maret lalu. Asosiasi tersebut menilai UU OJK tidak jelas dari sudut pandang UUD 1945 di mana masing-masing kewenangan yang diperoleh OJK seperti perbankan, pasar modal dan asuransi, serta lembaga keuangan lainnya berasal dari turunan yang asimetris.

Pada dasarnya, OJK hanya memiliki wewenang menetapkan peraturan terkait dengan tugas pengawasan lembaga keuangan bank yang didasarkan pada adanya pengalihan wewenang dalam pasal 34 ayat 1 UU Bank Indonesia.

Wewenang OJK dalam mengawasi lembaga keuangan non-bank dan jasa keuangan lain dinilai tidak sah, karena Pasal 34 ayat 1 UU Bank Indonesia tidak mengatur hal tersebut. Bank Indonesia lebih memiliki landasan konstitusional dalam melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan bank.

(Ant) –