Jakarta, (Metrobali.com) –

Pemerintah akan meminta pertimbangan kajian hukum kepada Kejaksaan Agung terkait pembebasan lahan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berkapasitas 2×1000 Megawatt di kabupaten Batang, Jawa Tengah, yang saat ini masih terkendala.

“Saya minta dikaji dan meminta fatwa hukum dari Kejaksaan Agung,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa saat ditemui di Jakarta, Kamis.

Hatta mengatakan kajian hukum ini diperlukan agar pemerintah pusat dapat terlibat dalam pembebasan lahan, yang selama ini sulit dilakukan oleh konsorsium PT Bimasena Power Indonesia (BPI), sebagai pihak yang ditunjuk untuk pembebasan lahan dan penyediaan listrik.

“Ini karena yang mendapatkan mandat untuk membebaskan adalah swasta, dokumennya sudah seperti itu,” ujarnya.

Dalam nota kesepahaman yang disepakati pada 2011, konsorsium PT Bimasena Power Indonesia (BPI) diberikan mandat untuk membebaskan lahan proyek PLTU Batang, namun hingga saat ini masih ada 29 hektare lahan yang masih bermasalah.

Kondisi tersebut menyebabkan proyek pembangunan PLTU Batang yang mendapatkan pendanaan dari Sumitomo Mitsui Banking Corporation dan Japan Bank for International Cooperation (JBIC) ini selalu tertunda sejak 2013.

Deputi Perencanaan Infrastruktur dan Regional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Luky Eko Wuryanto menambahkan kajian hukum tersebut dilakukan agar pemerintah pusat dapat mengambil proses pembebasan lahan yang belum usai.

“Ini sedang dikaji Kejaksaan Agung, apakah memang dalam perjanjian PLN dan swasta ada klausul yang mengatakan ini bisa diambil alih (pemerintah). Dalam rangka menjaga tata kelola, kami patut bertanya pada pengacara negara ini,” ujarnya.

Luky mengakui pihak konsorsium kesulitan dalam membebaskan lahan di Batang, padahal proyek PLTU tersebut sangat strategis dalam pengadaan listrik di pulau Jawa. Untuk itu, pemerintah berencana mengambil alih pengadaan lahan yang terhambat tersebut.

“Ini ide keluar karena swasta mandek. Intinya, kita lihat saja kondisi di lapangan, sudah hampir setahun tidak ada penambahan (lahan). Melihat kondisi seperti ini, pemerintah harus memimpin,” kata Luky.

 

(Ant) –