Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra

Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra

Denpasar (Metrobali.com)-

Kegiatan masyarakat pesisir untuk memproduksi garam, dianggap mati suri. Padahal, panjang panjang pantai Indonesia terpanjang nomor 2 di dunia, seharusnya menjadi potensi sangat besar sebagai negara produksi garam.

“Ini jadi tamparan yang sangat keras bagi pemerintahan Jokowi ketika harus mengimport garam, apalagi impor dari Australia yang kita tahu, luas daerahnya tidak lebih dari pulau Jawa”, ungkap anggota komisi IV DPR RI, Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra, ketika dimintai konfirmasi soal produksi garam di Indonesia, Sabtu (12/07) kemarin di kediamannya di Jalan Raya Canggu Badung.

Ditambahkannya, kualitas garam yang impor bahkan lebih jelek dari produksi garam yang dihasilkan petani garam di Indonesia. Terlebih lagi soal harganya. Jika sebelum Indonesia impor garam, harga garam di Indonesia hanya kisaran 2 ribu rupiah, namun saat ini mencapai harga 8 ribu rupiah.

“Ini khan sangat fatal bagi Menteri Susi. Jadi Kementerian KKP gagal dalam hal ini dan menurut saya Bapak Presiden harus memberi sangsi keras kepada Menteri Susi, dimana Kepmennya tidak berpihak kepada nelayan dan sekarang kita malah impor garam”, ujar politisi Partai Golkar ini.

Sebagai daerah agraris yang memiliki potensi sangat besar di sektor bahari, sudah sepantasnya Pemerintah mulai memikirkan untuk melakukan terobosan-terobosan kebijakan yang memihak kepada masyarakat pesisi utamanya nelayan.

Dengan potensi bahari yang sangat besar ini, Pemerintah harus cerdas untuk menggerakkan dan memberdayakan masyarakat pesisir agar kehidupan dan kesejahteraannya bisa meningkat. Caranya dengan melakukan pembinaan berupa bekal teknologi tentang cara membuat garam yang berkualitas sehingga Indonesia bisa memberdayakan daerah pesisirnya menuju swasembada garam.

“Dengan memberdayakan masyarakat pesisir dengan teknologi, saya berharap Indonesia bisa ekspor garam, tidak impor seperti sekarang”, ucap Gus Adhi ini. Indonesia “terpaksa” harus mendatangkan garam ke dalam negeri, karena alasan kekurangan produksi. Ke depan, Pemerintah harus mulai menginventaris potensi-potensi yang daerah pesisir yang potensial memproduksi garam. “Dulu ada Pugar (program usaha garam rakyat). Di era Menteri Ibu Susi, ini tak ada. Nah ini perlu digerakkan dan ditambah dengan sentuhan teknologi”, ujarnya. ARI-MB