Rawon Setan Surabaya

Pariwisata Jawa Timur tidak hanya tentang keindahan alam seperti kawasan wisata Kota Batu, Malang, dengan sejumlah taman hiburannya, seperti Jatim Park 1 dan 2, Museum Angkut, dan Eco Park.

Pariwisata di provinsi berpenduduk lebih dari 37 juta jiwa itu tidak juga hanya kawasan Bromo yang menawarkan momen terbitnya matahari dari atas ketinggian atau sensasi berjalan di pasir berbisik dengan pemandangan hamparan bukit-bukit dengan rumput hijaunya.

Pariwisata di provinsi yang memiliki jembatan terpanjang di Indonesia itu juga kaya akan aneka pilihan lain seperti wisata seni, budaya, sejarah, dan juga wisata kuliner.

Bagi yang menyukai wisata sejarah, mereka, misalnya, dapat mencoba Museum Trowulan di Mojokerto atau pun Museum Perjuangan 10 Nopember di Surabaya.

Namun jenis wisata apa pun yang menjadi pilihan, wisata kuliner hampir pasti tidak akan ketinggalan menyertai para turis yang berkunjung ke daerah ini. Karena yang namanya urusan perut tentu tak dapat diabaikan meski apapun kegiatan yang dipilih.

Terlebih lagi propinsi yang terletak di ujung timur Pulau Jawa ini, khususnya Ibu Kota Provinsinya Surabaya, terkenal sebagai salah satu “surga” makanan enak di Tanah air. Oleh karenanya, wisata kuliner menjadi tujuan yang juga cukup penting di provinsi ini.

Menurut situs resmi Pemerintah Provinsi Jawa Timur, setidaknya ada 11 menu makanan tradisional khas daerah itu, yakni Lontong Balap, Rujak Cingur, Semanggi, Nasi Krawu, Pudak, Otak-Otak, Kupang, Sate Kerang, Rawon, Sate Komo dan Lontong Balap Bumbu Kuning.

Di antara deretan makanan khas daerah itu, kepopuleran Rawon bahkan sudah menembus daerah di luar Jawa Timur, terbukti dari banyaknya restoran di Jakarta dan kota-kota lain di luar Jawa Timur yang memasukkan Rawon dalam daftar menu mereka.

Bahkan, foodie ternama Indonesia, Bondan Winarno, memasukkan masakan berkuah encer coklat kehitaman berisi potongan daging sapi ini ke dalam daftar 100 makanan Nusantara pilihannya.

Dalam bukunya “100 Mak Nyus Makanan Tradisional Indonesia” (2013), Rawon bertengger bersama empat makanan tradisional Jawa Timur yang lain — Soto Ayam, Nasi Krawu, Ayam Lodho dan Rujak Cingur.

Karena popularitasnya yang sudah menasional, tak sulit menemukan restoran di luar Jawa Timur yang menawarkan Rawon dalam daftar menunya. Di Jakarta, misalnya, makanan khas Jawa Timur ini dapat dinikmati di cabang Rumah Makan Rawon Nguling di Jalan Cikajang 49, Kabayoran Baru, tulis Bondan.

Di daerah asal makanan berbahan daging sapi bagian has, air asam jawa, serai, daun bawang, lengkuas, daun jeruk dengan bumbu halus berupa keluak, cabai merah keriting, bawah putih, ketumbar, kunyit dan garam secukupnya ini tentu sangat mudah untuk menemukan rumah makan yang menawarkan menu Rawon.

Di Kota Surabaya, di antara restoran yang mengusung nama Rawon sebagai “branding” bisnis kulinernya adalah Rawon Setan yang terletak persis di depan salah satu hotel mewah di Jalan Embong Malang.

Memasuki kedai makanan yang dikelola Mujianto (63) bersama istrinya, Lusiati (49), ini, konsumen menemukan banyak foto dari sejumlah pejabat maupun selebriti. Mereka pernah mampir di warung yang buka dari pukul 08.00 WIB hingga subuh ini.

Di antara deretan foto yang menghiasi dinding ruang utama dan ruang samping restoran itu, tampak foto Gubernur Jawa Timur Sukarwo, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo, dan sejumlah artis seperti Ariel Noah, Glen Fredly, Charlie Setia Band, dan Yovie Kahitna.

Ketika Antara berkunjung siang hari ke restoran yang menurut pemiliknya, Mujianto, tidak membuka cabang di mana pun sejak berdiri tahun 1951 ini Selasa (27/1), suasana restoran yang tidak terlalu besar itu cukup ramai.

Umumnya mereka memang khusus datang ke tempat itu untuk makan siang, bukan untuk “hang out” atau kongkow bersantai sambil makan sehingga begitu selesai makan, mereka segera pergi. Biasanya tak sampai hingga bermenit-menit kemudian kursi-kursi kosong yang baru saja ditinggalkan, konsumennya tersebut telah terisi lagi dengan konsumen baru. Demikian terus silih berganti hingga tempat kecil tersebut terlihat selalu penuh.

Empat orang di antara pengunjungnya Selasa siang itu adalah anak muda yang datang langsung ke restoran yang membandrol harga sepiring nasi dan semangkok Rawon berisi sekitar tujuh potong daging sapi empuk dan gurih Rp22.000 itu dari Bandar Udara Juanda.

“Kami langsung dari Bandara Juanda ke sini. Teman saya yang kuliah di ITS (Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya) yang merekomendasi restoran ini ke kami karena memang sudah terkenal di Surabaya,” kata Ignatius Tommy Pratama.

Menurut Mujianto, nama Rawon Setan bukan diberikan olehnya melainkan oleh wartawan yang pernah menulis tentang restoran tersebut. Kata “setan” dilabel kan oleh sang wartawan karena awalnya dulu restoran tersebut merupakan warung pinggir jalan yang mulai buka pada tengah malam hingga subuh.

“Dulu yang mengelola ibu saya. Sejak berdiri hingga sebelum 2006, waktu bukanya mulai tengah malam sampai subuh sekitar pukul 04.00 WIB. Baru pada 2006, kami buka mulai pagi pukul 08.00 WIB sampai subuh.” “Kalau sekarang orang pada kenal dengan namanya yang sekarang (Rawon Setan), pelanggan kami di tahun tujuh puluhan menyebut warung kami dengan ‘Rawon Hostes’ karena banyak yang habis dugem makan di sini,” kata bapak tiga anak ini.

Bagi Mujianto, dia dan istrinya yang sehari-hari menjadi koki di rumah makannya ini sangat memerhatikan kepuasan pelanggan atas rasa menu Rawon yang menjadi inti bisnis mereka.

“Karena itulah kami nggak mau buka cabang. Soalnya, memasak Rawon itu agak sulit. Jadi kalau diwakilkan (ke pemasak lain), rasanya lain. Kadang-kadang kita masak sendiri saja dengan daging yang bukan pilihan, rasanya sudah lain padahal bumbunya sama. Jadi kami takut tidak enak dan konsumen kecewa,” katanya.

Soal rasa itu pulalah yang membuat Eka Fatmawati, warga Surabaya, mengaku sudah tiga kali bersantap di restoran Rawon Setan itu.

“Selama tinggal di Surabaya sejak 2008, saya sudah tiga kali ke sana karena rasanya yang enak,” kata perempuan asal Gresik yang bekerja sebagai karyawati salah satu hotel di Jalan Pandegiling No. 45, Raya Darmo ini.

Peran Strategis Kuliner Dalam pengembangan industri pariwisata nasional, kedudukan kuliner tradisional tidak bisa dianggap enteng. Menurut Dosen Program Studi Magister Pariwisata Universitas Udayana, I.Nyoman Darma Putra, kuliner penting dalam industri pariwisata karena merupakan bagian dari kebutuhan utama manusia dalam kehidupan sehari-hari ketika mereka melakukan perjalanan wisata.

Persoalan kuliner yang berkaitan langsung dengan urusan perut warga setempat dan wisatawan nusantara dan asing ini turut menentukan prospek daerah kunjungan wisata di mana kuliner tradisional itu berada.

Adanya keterkaitan antara kuliner dan pariwisata itu pun dibuktikan oleh berbagai kajian ilmiah yang telah dilakukan banyak sarjana dunia. Dalam artikel ilmiahnya yang dipublikasi jurnal terbitan Universitas Udayana itu, I Nyoman Darma Putra antara lain mengutip hasil kajian Sally Everett dan Cara Aitchison (2008).

Menurut hasil studi Everett dan Aitchison tentang peranan wisata kuliner dalam meningkatkan pengeluaran wisatawan, memperpanjang musim wisatawan dan menganalisa tipologi wisastawan kuliner dalam konteks pariwisata berkelanjutan, disimpulkan bahwa “ada korelasi antara meningkatnya minat pada wisata kuliner dengan pembertahanan dan pengembangan identitas daerah (2008:150),” tulis Darma Putra.

Dalam konteks pariwisata Indonesia, hasil studi I Wayan Ardika (2011) yang dikutip Darma Putra juga melihat adanya potensi besar kekayaan kuliner Nusantara untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata.

“Pengenalan makanan lokal Indonesia kepada wisatawan, menurut Ardika, tidak saja menambah daya tarik wisata tetapi juga sebagai dasar untuk membangun ekonomi pro-rakyat,” tulis Darma Putra.

Restoran Rawon Setan di Surabaya beserta kedai-kedai makanan lain yang juga menyajikan menu masakan tradisional Indonesia yang tersebar dari Sabang hingga Merauke maupun yang kini ada di sejumlah negara menjadi bagian dari identitas pariwisata negeri ini.

Rahmad Nasution/Antara