Sesaat setelah Kabinet Kerja diumumkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), insan kreatif kaget ketika tidak ada satu pun kementerian yang khusus didedikasikan untuk menangani dan membina mereka.

Padahal, selama kampanye dan sesuai dengan rekam jejaknya selama ini, Jokowi sangat dekat dengan para pelaku kreatif, bahkan merupakan salah satu basis massanya.

Dalam pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014, Jokowi-JK bahkan sempat berjanji akan menggerakkan sektor ekonomi kreatif. Ide ini bahkan menggerakkan kalangan pegiat seni untuk membantu Jokowi-JK pada pilpres lalu.

Jokowi-JK berjanji akan memberikan perlindungan penuh bagi karya kreatif dan inovasi termasuk untuk mereformasi tiga sumber hukum yang dianggap tidak menguntungkan insan kreatif di Tanah Air.

Tiga sumber hukum itu adalah HAKI (hak kekayaan intelektual) untuk melindungi kepentingan individu dan perusahaan, WIPO (World Intellectual Property Organization) untuk melindungi hak suku tertentu, dan GPL (General Public License) untuk melindungi karya kebudayaan sebagai milik seluruh umat manusia.

Namun, tidak lama berselang Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan bahwa pemerintah segera membentuk badan dalam bidang ekonomi kreatif yang secara struktur organisasi berada satu level di bawah kementerian dan akan dinamakan Badan Ekonomi Kreatif.

“Itu akan menjadi badan ekonomi kreatif agar jangkauannya lebih kuat. Posisinya, sedikit di bawah kementerian,” ujarnya.

Ide itu kemudian memunculkan pro dan kontra di kalangan masyarakat.

Payung Hukum Apa pun pro dan kontra yang muncul terkait dengan janji pembentukan Badan Ekonomi Kreatif, Presiden Joko Widodo membutuhkan payung hukum yang tepat untuk badan itu.

“Badan Ekonomi Kreatif bisa saja dibentuk berdasarkan undang-undang mengingat cakupannya sangat luas dan manfaatnya pun juga luas serta perlu mendapatkan dukungan dari berbagai kementerian sehingga anggaran biaya bisa didapatkan dari APBN,” kata Praktisi Hukum Noviar Irianto.

Lantaran objek dari ekonomi kreatif adalah sumber daya manusia (SDM), badan yang terbentuk nanti harus didukung dari beberapa kementerian, seperti Kementerian Hukum dan HAM untuk keperluan hak kekayaan intelektual dan hak cipta, Kementerian Pariwisata yang bisa memaketkan ajang promosi pariwisata dengan ekonomi kreatif, Kementerian Perdagangan yang bisa mengatur agar ekonomi kreatif bisa menjadi objek dagang, misalnya dengan mengeluarkan regulasi tentang royalti.

“Dengan demikian, Badan Ekonomi Kreatif ini menjadi lembaga independen lintas kementerian,” ucapnya.

Ia sendiri mendukung pemisahan ekonomi kreatif dan pariwisata karena keduanya idealnya dikelola secara spesifik dan berkesinambungan.

Selain itu, keduanya berbeda karena pariwisata lebih banyak fokus pada objek kebendaan, sedangkan ekonomi kreatif fokus pada SDM.

“Ekonomi kreatif itu, di antaranya kreativitas manusia-manusia di bidang musik, film, kerajinan, fashion, kuliner, penerbitan, software, dan periklanan. Masing-masing pelaku di bidang tersebut memerlukan perlindungan hukum, khususnya perlindungan dari pembajakan dan memerlukan pengaturan yang jelas tentang royalti dan lain sebagainya,” katanya.

Oleh karena itu, menurut dia, sudah tepat jika pemerintah memisahkan pariwisata dengan ekonomi kreatif karena masing-masing memiliki objek yang sangat luas yang memerlukan kefokusan secara berkesinambungan.

“Tentunya sosok pemimpin ini sudah harus dikenal di bidang salah satu ekonomi kreatif, tidak perlu sebagai pelaku ekonomi kreatifnya, minimal telah berpengalaman mengelola salah satu bidang ekonomi kreatif saja sudah cukup karena sosok pemimpin badan ini harus memiliki ikatan batin yang kuat dengan apa yang dimaksud dengan ekonomi kreatif,” katanya.

Antusias Koordinator Masyarakat Ekonomi Kreatif Indonesia (Maserati) Hasnil Fajril mengaku antusias dengan rencana dibentuknya badan ekonomi kreatif.

Menurut dia, badan ini dapat mengakomodasi berbagai kepentingan dari pelaku ekonomi kreatif di Indonesia.

“Awalnya, kami berharap ada Kementerian Ekonomi Kreatif, tetapi ternyata tidak ada. Kami kecewa. Namun, akhirnya Presiden menyediakan Badan Ekonomi Kreatif yang akan fokus dalam pengembangan ekonomi kreatif,” ujar Hasnil yang juga mantan anggota Pokja Ekonomi Kreatif Tim Transisi Jokowi-JK ini.

Hasnil berharap Badan Ekonomi Kreatif ini dapat berfungsi juga sebagai regulator yang membuat kebijakan seperti pemberian insentif kepada pelaku ekonomi kreatif, penyediaan akses ke sumber pendanaan dan permodalan, kemudahan mengurus masalah hak kekayaan intelektual (HAKI).

Ia mengatakan ketersediaan infrastruktur yang mendukung ekonomi kreatif dan membantu memasarkan produk ekonomi kreatif ke luar negeri, apalagi dalam beberapa bulan ke depan Indonesia akan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Hasnil juga menekankan bagaimana hubungan dan koordinasi badan ekonomi kreatif dengan kementerian dan lembaga lain yang anggaran ekonomi kreatif ini tersebar di kementerian dan lembaga tersebut.

“Ini tantangan terbesar Ketua Badan Ekonomi Kreatif nantinya mengingat birokrasi yang ada, yakni kementerian dan lembaga tersebut, mempunyai kebijakan, strategi, program, target, dan sasaran serta KPI masing-masing,” katanya.

Semua sedang menanti Badan Ekonomi Kreatif yang dijanjikan itu.

Hanni Sofia Soepardi/Antara