PERNYATAAN SIKAP

22.01/PS-KPRI/IX/2015

Rencana Pertumbuhan Ekonomi Jokowi Mengancam Rakyat!

 

Salam Pergerakan,

Di awal masa jabatannya, Presiden Jokowi menargetkan dalam tiga tahun pemerintahannya (tahun 2017) pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 7 persen. Hal ini diungkapkan olehnya saat pembubaran kelompok kerja Tim Transisi pada tahun lalu. Sementara, dalam anggaran engera yang disusun pemerintahan sebelumnya (pemerintahan SBY) menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun 2014 dan tahun 2015 sekitar 6 persen. Angka pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan Jokowi ini tentu saja akan melampui target pertumbuhan ekonomi pemerintahan-pemerintahan sebelumnya.

Untuk merealisasikan targetnya tersebut, pada Januari 2015 Jokowi meresmikan Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (National One Stop Services Office) di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Perizinan terpadu ini menggabungkan pelayanan 21 kementerian dan lembaga sehingga mempermudah proses perizinan penanaman modal di Indonesia oleh investor asing. Selama ini, perizinan dianggap sebagai penyebab buruknya iklim investasi di Indonesia sehingga arus modal asing tidak lancar. Pemberlakuan pelayanan satu pintu ini mampu mendongkrak pertumbuhan investasi kuartal I 2015 sebesar 3,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu hanya sebesar 1,2 persen.

Dari kebijakan ini terlihat bahwa target pertumbuhan ekonomi tersebut akan ditopang oleh investasi. Namun berapa banyak anggaran yang dibutuhkan untuk merealisasikan target pertumbuhan ekonomi itu dan dari mana saja anggaran tersebut? Akbar Faisal, mantan Deputi Bidang Infrastruktur, Perumahan Rakyat dan Transportasi Kantor Transisi Jokowi-JK pernah mengungkapkan pada Oktober 2014 lalu, bahwa untuk merealisasikan target pertumbuhan ekonomi 7 persen minimal dibutuhkan Rp 6.500 triliun. Akbar merinci kebutuhan investasi infrastruktur senilai Rp 6.500 triliun itu untuk menambah minimal 35.000 MW daya kelistrikan, membangun 2.000 km ruas jalan, membangun dan merenovasi 10 pelabuhan dan bandara serta 10 kawasan industri baru berikut tempat huni buruh dan mendirikan 5.000 pasar tradisional serta memodernisasi pasar tradisional yang telah ada. Proyek infrastruktur menjadi andalan bagi pemerintahan Jokowi-JK agar dapat merealisasikan target pertumbuhan ekonomi 7 persen karena sektor infrastruktur merupakan proyek yang dapat meyakinkan para pemilik modal untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

25 persen dari investasi infrastruktur senilai Rp 6.500 triliun itu akan berasal dari APBN, atau senilai Rp 1.638 triliun. Sementara sisa 75 persen pembiayaan infrastruktur itu akan berasal dari BUMN dan pihak swasta. Tidak aneh makanya Presiden Jokowi sangat giat menjajakan proyek-proyek infrastruktur di Indonesia kepada para pemilik modal.

Realisasi investasi di Indonesia meningkat tajam pada periode Januari – Juni 2015. Hal ini dapat dilihat dari nilai izin prinsip yang dikeluarkan pada periode tersebut yang naik 39,6 persen menjadi Rp 721,9 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Nilai izin prinsip yang tumbuh paling tinggi berada di sektor infrastruktur, yang pertumbuhannya mencapai 556,9 persen dari tahun lalu yang hanya mencapai Rp 47,8 triliun sementara di tahun ini mencapai Rp 314,1 triliun.

Untuk menjaga ritme arus investasi ini hingga mencapai target pertumbuhan ekonomi 7 persen, pemerintahan Jokowi kemudian mengeluarkan paket kebijakan ekonomi tahap pertama pada September 2015. Dalam paket kebijakan ekonomi tahap pertama tersebut, pemerintah melakukan serangkaian kebijakan deregulasi, debirokratisasi dan memberikan insentif fiskal dalam menggerakkan perekonomian nasional. Ada 134 kebijakan atau peraturan yang akan dirombak melalui paket kebijakan ekonomi tahap pertama ini.

Selain mempermudah perizinan penanaman modal untuk investasi, paket kebijakan ekonomi juga akan memastikan ketersediaan lahan untuk berbagai proyek infrastruktur. Salah satu regulasi yang akan diubah adalah Perpres No 30 tahun 2015 tentang perubahan ketiga atas peraturan presiden No 71 tahun 2012 tentang penyelenggaran pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Selain itu, PP No 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah juga akan direvisi. Selain masalah ketersediaan lahan, paket kebijakan ekonomi tahap pertama ini juga menyoroti masalah ketenagakerjaan. Demi kepastian hukum, pemerintah akan menerbitkan PP Sistem Pengupahan untuk melaksanakan UU No 13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan.

Ketersediaan lahan dan tenaga kerja memang selalu menjadi masalah bagi para pemilik modal. Ambisi target pertumbuhan ekonomi 7 persen jelas akan berdampak buruk bagi rakyat Indonesia, khususnya petani dan buruh. Perampasan lahan dan pemaksaan penerapan upah murah serta tidak adanya kepastian kerja akan membayangi rakyat pekerja di Indonesia demi kepentingan para pemilik modal. Berbagai konflik dan perlawanan, baik di pedesaan terkait lahan maupun di perkotaan terkait hubungan industrial, dipastikan akan bermunculan di berbagai wilayah.

Menariknya, potensi perlawanan ini seakan sudah diantisipasi oleh pemerintah. Baru-baru ini, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Ferry Mursyidan Baldan sudah menggandeng organisasi pemuda bentukan Orde Baru, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) untuk melakukan inventarisir sengketa lahan di berbagai daerah. Sementara Menkopolhukam Luhut B. Pandjaitan, dalam acara yang diselenggarakan APINDO menyatakan bahwa pembangunan membutuhkan suasana yang tenang dan stabil, untuk itu pemerintah tidak mentolerir pihak-pihak yang dianggap membuat kegaduhan di tengah masyarakat. Bahkan ia menyebutkan akan melibas yang membikin gaduh seperti di Papua.

Membaca beberapa hal terkait di atas, kami dari Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia menyatakan sikap:

1. Presiden Jokowi harus kembali janjinya semula yang akan menghadirkan negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, sesuai dengan Nawacita;

2. Presiden Jokowi harus mencabut berbagai kebijakan/regulasi yang hanya mementingkan kepentingan pemilik modal (investor) dan menyengsarakan rakyat;

3. Bangun persatuan dan solidaritas seluruh elemen rakyat untuk mewujudkan kedaulatan, kemandirian dan kesejahteraan sejati bagi rakyat Indonesia.

Bandung, 22 September 2015

Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia

(KPRI)

     Presiden                                                                                   Wakil Presiden

Anwar Ma’ruf                                                                       Sapei Rusin                      

Narahubung: Anwar Ma’ruf (0812-1059-0010) dan Sapei Rusin (0812-2029-661)