Jakarta, (Metrobali.com) –

Pakar perbankan menilai kebijakan pemerintah untuk menyelamatkan Bank Century memang langkah tepat karena kasus ini berpotensi berdampak sistemik.

“Ketika Bank Century mengalami masalah maka dampak dari kasus ini berkembang sangat cepat dan membutuhkan penanganan segera,” kata pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada Denni P. Purbasari di Jakarta, Selasa.

Denni menyampaikan hal tersebut dalam diskusi yang juga menghadirkan ketua Umum Perbanas Sigit Pramono dan Analis Senior Standard and Chartered Bank Indonesia Fauzi Ichsan.

Diskusi diselenggarakan dalam rangka peluncuran buku yang ditulis Prayogo Mirhad dan Nurcholis MA Basyari berjudul “Bola Liar Kasus Bank Century: Kebijakan Pencegahan dan Tanggapan Menyesatkan”.

Ketiga pembicara dalam diskusi tersebut sepakat apabila Bank Century tidak segera diselamatkan maka biaya yang akan ditanggung pemerintah untuk menyelamatkan ekonomi akan semakin besar lagi.

Denni mengatakan, untuk melihat kondisi saat itu seharusnya melihat melalui pendekatan finansial seperti SBI dan nilai tukar yang dalam kurun waktu 1X24 jam dapat berubah, bukan mengacu kepada kondisi makro seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Pemerintah yang saat itu posisi Menteri Keuangan dijabat Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia dijabat Boediono dituntut untuk mengambil keputusan sulit dan cepat untuk menyelamatkan negara.

Denni mengatakan, data-data finansial pada tahun 2008 memang tengah mengalami tekanan mengarah terjadinya krisis ekonomi sehingga perlu diambil langkah-langkah penyelamatan.

Denni mengatakan, apabila Bank Century ditutup saat itu siapa yang berani menjamin tidak terjadi penarikan besar-besaran tabungan dan deposito sehingga cadangan devisa kembali terkuras untuk menalangi perbankan jangan sampai tutup.

Ketua Umum Perbanas Sigit Pramono berpendapat, keputusan rapat Komite Stabilisasi Sistem Keuangan (KKSK) pada 21 November 2008 untuk menyelamatkan bank Century sudah sewajarnya, akibat kondisi bank yang sudah di ambang ambruk akibat manajemen buruk dan krisis moneter yang dipicu kondisi di Amerika Serikat.

Sigit mengatakan, Indonesia pada tahun 2008 terimbas akibat krisis di Amerika Serikat, hal ini dapat dilihat dari sejumlah indikator misalnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang tembus Rp12.000, Kemudian credit default swap (CDS) pada 2008 merosot yang menunjukkan perusahaan-perusahaan di Indonesia memiliki resiko tinggi, dan banking pressure indeks juga mengalami kenaikan.

Sigit mengatakan, memang ada pendapat yang menyebutkan kalau kondisi bank salah urus seperti Century maka ditutup saja, persoalannya kalau dalam kondisi krisis ekonomi maka kebijakan semacam itu bisa memicu penarikan dana besar-besaran di bank yang sehat sekalipun.

Sigit mengatakan, kebijakan menyelamatkan Bank Century sebenarnya tidak masalah apabila lembaga yang melakukan mendapat otoritas dan dijamin undang-undang seperti BI, Kementerian Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Kalau ingin mengurai dugaan penyalahgunaan dana Rp6,7 triliun, dari LPS ke Bank Century sebenarnya tidak terlalu sulit silahkan ditelusuri aliran dananya, kata Sigit.

Sigit juga mempertanyakan, terkait rencana pansus Century menghadirkan saksi ahli selama ini dirinya tidak pernah diundang untuk dimintai penjelasan.

Menurut dia, ribut-ribut yang disuarakan kepada Bank Century (sekarang Bank Mutiara) dapat berdampak buruk, sehingga kalau bank kinerjanya kembali buruk maka politisi juga punya andil di dalamnya.

Analis senior Standard Chartered Bank Indonesia Fauzi Ichsan mengatakan, krisis ekonomi akan dirasakan terlebih dahulu bank-bank kecil yang mengalami krisis likuiditas karena bank besar membatasi kreditnya.

Indikasi bank mengalami kesulitasn likuiditas sudah dirasakan sejumlah perbankan pada tahun 2008 yang menunjukkan kondisi krisis ekonomi memang sudah dirasakan di Indonesia, jelas Ichsan.

Pemred Info Bank Eko B. Supriyanto menjelaskan biaya untuk menyelamatkan Bank Century saat itu lebih murah ketimbang melakukan kebijakan penutupan.

Untuk menyelamatkan Bank Century dibutuhkan dana Rp6,7 triliun, setelah bank sehat kemudian dijual katakanlah mendapat Rp3 triliun, berarti biaya hanya Rp3,7 triliun, tetapi ekonomi dapat diselamatkan (nilai tukar menguat, pengangguran berkurang, dan pajak yang dibayarkan naik), ujar dia.

Sedangkan kalau ditutup maka dana yang dikeluarkan Rp6,4 triliun yakni untuk membayar nasabah yang memiliki simpanan sampai dengan Rp2 miliar, kalaupun dijual asetnya hanya akan mendapatkan Rp600 miliar, serta biaya masih ditambah dari “rush” yang dialami perbankan.

(Ant) –