Denpasar, (Metrobali.com)

Menanggapi perhelatan konferensi Internasional World Water Forum 10 yang diadakan pada 18 hingga 25 Mei 2024 di Bali organisasi pemerhati lingkungan WALHI Bali memberikan tanggapan.

Made Krisna Dinata S.Pd selaku direktur WALHI Bali mengatakan jika di Bali banyak pembangunan infrastruktur yang mengdegradasi bahkan menghilangan Subak atau sistem irigasi tradisional air di Bali. Pihaknya menyebutkan kebijakan pembangunan Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi yang terbentang dari Gilimanuk hingga Mengwi sepanjang 96,21 km akan menerabas 480,54 Hektar sawah produktif dan 98 wilayah Subak yang ada di sepanjang wilayah tersebut. Pembangunan pelabuhan terintegrasi Sangsit yang akan di bangun di Bali Utara juga akan menerabas sawah seluas 26.193 meter persegi yang tentu akan mengancam 4 subak yang berada pada wilayah tersebut. Selanjutnya ada juga proyek Pusat Kebudayaan Bali di Bali Timur yang juga telah mengorbankan lahan persawahan hingga 9,38 hektar dan menyebabkan subak Gunaksa terdampak.

“Proyek-proyek tersebut justru mengancam Water Security and Prosperity (Keamanan dan kemakmuran air) yang tentunya akan berdampak pada peruntukan pertanian tanaman pangan hingga degradasi budaya dan hilangnya subak yang ada di tapak proyek tersebut” pungkasnya.

Lebih jauh Subak dengan fungsi hidrologisnya merupakan salah tampungan alami bagi air. Setiap hektarnya mampu menampung air sebanyak 3000 ton bila air tingginya 7 cm. Apabila subak terus berkurang dan habis maka secara langsung Bali akan mudah diterpa bencana, seperti banjir.

Selanjutnya Krisna Bokis juga menyoroti masifnya alih fungsi lahan akibat pembangunan akomodasi parawisata yang tentu sangat banyak mengkonsumsi air dalam aktivitasnya operasionalnya. Pembangunan hotel dan sarana akomodasi pariwisata lainnya amat meningkat tajam bahkan hingga dua sampai tiga kali lipat. Data Badan Pusat Statistik menunjukan pada tahun 2000 jumlah hotel bintang sebanyak 113 hotel dan di tahun 2023 menjadi 541 hotel, dengan jumlah kamar di tahun 2000 berjumlah 19.529 dan meningkat tajam menjadi 54.184 di tahun 2023.

“Angka tersebut menunjukan pertumbuhan yang amat signifikan terlebih beberapa pakar telah menyebutkan jika Bali telah Overtourism bahkan Overbuild, banyak penelitian yang mengungkapkan jika akomodasi paraiwisata adalah satu industri yang rakus akan air yang mana dalam beberapa penelitian menyebutkan jika satu kamar hotel memebutuhkan 800 liter/kamar/hari , sangat jauh lebih banyak ketimbang kebutuhan rumah tangga” tegasnya.

Pembangunan Infrastruktur yang menyebabkan alih fungsi lahan dan mengurangi jumlah subak di Bali tentunya merupakan hal nyata yang mengantarkan Bali pada krisis air. Terlebih banyak temuan jika Akomodasi pariwisata lebih banyak menggunakan air bawah tanah (ABT) ditambah dengan peruntukan kawasan hujau yang hingga kini tidak memenuhi kriteria sebanyak 30 persen sesuai luas wilayah dalam ketentuan peraturannya.

“Sehingga kami mendesak pemangku kebijakan untuk menghentikan segala bentuk pembangunan yang ekstraktif dan memperparah keadaan lingkungan yang menganvam ketersediaan air dan yang mengancam Subak di Bali” imbuhnya. (RED-MB)