foto-konpers-pasubayan-15-sept-2016-1

 Para Bendesa Adat yang tergabung dalam Pasubayan Desa Adat/Pakraman Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa menggelar konferensi pers di Wantilan Pura Gajah, Jalan Raya Sesetan, Desa Adat Sesetan, Denpasar, Kamis (15/9).

Denpasar (Metrobali.com)-

Belakangan ini berbagai upaya untuk melemahkan gerakan tolak reklamasi Teluk Benoa semakin masif.  Berbagai cara digunakan, dari mulai kriminalisasi hingga tudingan miring seperti desa adat di bawah ForBALI, separatis, makar dll yang dialamatkan kepada gerakan Bali tolak reklamasi Teluk Benoa. Merespon upaya kriminalisasi warga adat dan tudingan miring tersebut, gerakan tolak reklamasi Teluk Benoa di bawah kepemimpinan para Bendesa Adat yang tergabung dalam Pasubayan Desa Adat/Pakraman Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa menggelar konferensi pers di Wantilan Pura Gajah, Jalan Raya Sesetan, Desa Adat Sesetan, Denpasar, Kamis (15/9).

Dalam konferesi pers tersebut, Desa Adat yang tergabung di dalam Pasubayan Desa Adat/Pakraman Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa menyikapi secara tegas upaya kriminalisasi, intimidasi dan upaya pembungkaman yang menimpa warga adat yang sedang memperjuangkan penolakan reklamasi Teluk Benoa. Atensi khusus diberikan oleh Pasubayan Desa Adat/Pakraman Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa dan beberapa Desa Adat telah menggelar rapat untuk memberikan perlidungan terhadap warga adatnya yang sedang menjalankan keputusan adat dari berbagai ancaman, baik kriminalisasi, intimidasi maupun pembungkaman. Desa Adat akan melakukan pendampingan  baik hukum maupun perlindungan keselamatan diri dengan menyuarakan “kulkul bulus” (kentongan tanda bahaya) untuk menjaga keselamatan warga adatnya yang sedang menjalankan hasil paruman (rapat) adat yang telah memutuskan menolak reklamasi Teluk Benoa.

 “Desa Adat Kuta memberikan perlindungan adat sepenuhnya  kepada seluruh krama adat yang terancam jiwanya/ Jiwa bhaya baik berupa tindakan pengancaman, intimidasi maupun kriminalisasi dalam upaya memperjuangkan aspirasi penolakan reklamasi Teluk Benoa. perlindungan tersebut mencakup banyak hal termasuk diri dengan menyuarakan “kulkul bulus”. Jadi setiap ancaman terhadap keselamatan jiwa warga adat Kuta yang menyuarakan penolakan reklamasi Teluk Benoa maka desa adat akan memberikan perlindungan penuh dengan menyuarakan “kulkul bulus” sebagai pertanda adanya ancaman terhadap Desa Adat Kuta” ujar I Wayan Swarsa, Bendesa Adat Kuta.

 Hal yang sama juga disampaikan hasil paruman dari Desa Adat Tangjung Benoa, Desa Pakraman Sesetan, Desa Pakraman Kepaon, serta Desa Pakraman Pemogan

 Desa adat juga mewaspadai adanya upaya kriminalisasi terhadap warga adat. Di dalam keputusan hasil paruman yang dibacakan oleh Sekretaris Desa Adat Tanjung Benoa, Made Berata menyatakan  perlawanan adat apabila dikemudian hari ada ancaman terhadap krama adat atau Jiwa Bhaya, serta merendahkan harkat, martabat dan harga diri Desa Adat Tanjung Benoa “Desa Adat Tanjung Benoa akan melakukan perlawanan Adat” ujar Made Berata.

 Adanya oknum yang mencoba mengabaikan keputusan paruman adat juga mendapatkan atensi dari desa adat. Desa-Desa Adat tersebut juga kembali menegaskan penolakannya terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa serta akan memberikan sanksi adat bagi warga adat maupun warga di luar desa adat yang tinggal di wilayah desa adatnya dan melanggar keputusan rapat adat tersebut. Di dalam keputusan hasil rapat Desa Adat Kepaon Dan Pemogan yang dibacakan oleh Bendesa Adat Kepaon, secara tegas menyatakan melarang aspirasi yang bertentangan dengan keputusan Paruman Desa Adat. “Melarang adanya aspirasi yang bertentangan dengan keputusan paruman desa yang menyatakan menolak reklamasi Teluk Benoa, seperti pemasangan spanduk ataupun baliho dukungan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa” kata Ida Bagus Suteja.

Penegasan larangan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan keputusan paruman juga disampaikan oleh Bendesa Adat Kuta. “Desa Adat Kuta melarang adanya perbuatan yang bertentangan dengan keputusan Desa Adat yang dilakukan oleh krama Desa Adat Kuta dan dan warga lain di wilayah Desa Adat Kuta, baik berupa pernyataan lisan/tulisan, pemasangan baliho/spanduk maupun aksi massa”.

 Hal senada juga disampaikan oleh  Ketut Suparjaya, Bendesa Adat Sesetan, pihaknya juga akan memberikan perlindungan bagi yang menjalankan putusan paruman desa dan akan memberikan hukum bagi yang melanggar hasil paruman Desa Adat Sesetan. “sebagai komitmen desa adat dalam menolak reklamasi Teluk Benoa, apabila ada spanduk atau baliho yang bertentangan dengan dengan keputusan adat yang menolak reklamasi Teluk Benoa maka akan diambil tindakan oleh pihak keamanan Desa Adat dalam hal ini Pecalang” ujarnya.

 Selain melakukan perlindungan penuh terhadap warga desa adat, bendesa yang hadir di dalam konferensi pers juga menengaskan kembali sikap desa adat untuk menolak adanya rencana reklamasi Teluk Benoa baik dengan alasan revitalisasi maupun alasan lainya karena tidak sesuai dengan kepatutan dan kesucian. “Desa Pakraman Sanur,  sangat konsisten dan tegas untuk menolak reklamasi teluk benoa dan paruman pada tanggal 14 september 2016 mempertegas kembali hasil Paruman Agung Desa Pakraman Sanur pada tanggal 30 Januari 2016 yang menyatakan menolak reklamasi teluk benoa” ujar Ida Bagus alit Sudewa, Kertha Desa, Desa Pakraman Sanur.

 Selain itu, Pasubayan juga memberikan tanggapan atas pelintiran isu yang menerpa gerakan tolak reklamasi Teluk Benoa. Adanya tudingan dari beberapa pihak yang menyebutkan desa adat berada dibawah ForBALI, merupakan hal pertama yang ditanggapi secara serius oleh Pasubayan Desa Adat/Pakraman Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa. isu tersebut jelas pemutarbalikan fakta. “Desa Adat tidak dibawah ForBALI, justru ForBALI adalah pemegang mandat teknis dari Pasubayan, ForBALI adalah bagian dari kami, dan ForBALI berada di bawah Pasubayan Desa Adat karena massa yang tergabung di ForBALI sebagian besar adalah warga adat dari Desa Adat yang tergabung di Pasubayan” Ujar Koordinator Pasubayan, I Wayan Swarsa.

 Pihak Pasubayan di dalam konferensi pers tersebut, juga meminta Polda Bali mengusut tuntas kasus yang terkait dengan akun twitter banaspati2001. Akun tersebut merugikan gerakan tolak reklamasi Teluk Benoa karena akun tersebut dibuat seolah-olah milik dari pejuang Bali tolak reklamasi. Polda Bali menurut I Wayan Swarsa harus segera mengusut hal tersebut, terlebih saat ini kasusnya sudah sampai di meja kepolisian. “Terkait dengan akun @banaspati2001 yang ada di twiteer, kami sudah melaporkan melalui pemegang mandat teknis kami (ForBALI), jadi tolong itu diusut. Agar tidak menjadi fitnah liar. Kami mendukung pihak kepolisian untuk mengusut tuntas siapa pemilik akun @banaspati2001” desak I Wayan Swarsa.

 Fitnah terhadap gerakan tolak reklamasi teluk benoa terus disebar untuk melemahkan gerakan. Tak tanggung-tanggung, ada pihak yang mengatakan gerakan tolak reklamasi teluk benoa menjadi gerakan separatis dan dibuat seolah-olah Bali ingin memisahkan diri dari Indonesia.

 “Penglingsir kami yang ikut membentuk Negara indonesia ini, ikut berjuang memerdekakan bangsa ini, kok malah kami dituduh makar. Tudingan tersebut (separatis) sangat melecehkan dan menghina Desa Adat. Jiwa Pasubayan ini adalah nasionalis, Jiwa gerakan tolak reklamasi teluk benoa juga nasionalis karena kita juga ikut membangun Indonesia ini dengan ikut berjuang menyelamatkan pesisir Indonesia dengan menolak reklamasi Teluk Benoa” ujar I Wayan Swarsa dengan nada kesal.

 Penegasan tentang jiwa nasionalisme yang melekat di dalam gerakan tolak reklamasi Teluk Benoa juga disampaikan oleh Bendesa Adat Buduk. Desa Adat yang bergerak menolak reklamasi Teluk Benoa beserta seluruh komponen dibawahnya sedang menjalankan hasil keputusan paruman adat. “di dalam awig-awig Desa Adat Bali ada yang namanya ekalikita, didalamnya ada Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Jadi salah besar jika ada tuduhan yang menyatakan masyarakat adat di Bali melakukan separtisme, yang mana di dalam hukum adatnya di dalam pawikukuhnya (dasar awig-awig) mengakui Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Ini jelas jawaban yang mematahkan semua tuduhan yang mengatakan gerakan kami kepada gerakan makar” ujar Ida Bagus Ketut Purbanegara. RED-MB