Badung, (Metrobali.com)

 

Karya-karya mendiang seniman Made Wianta kembali dihadirkan ke hadapan publik seni rupa dalam sebuah pameran bertajuk “The Mystery of Flying Triangle”.

Bertempat di Locca Sea House Jimbaran Bali, pameran akan berlangsung dari tanggal 19 – 30 Juni 2023. Karya-karya yang dipamerkan sebagian besar berbicara pada periodisasi Triangle dengan media kertas, kanvas serta sebuah pengembangan karya berupa instlasi gigantic Triangle yang pernah dipamerkan di Art Moment Jakarta 2022.

Disamping The Mystery of Flying Triangle turut pula dipamerkan karya-karya perkembangan periodesasi Made Wianta atau yang dikenal dengan Golden Legacy Made Wianta. Kehadiran Golden Legacy adalah sebuah pendekatan edukasi kepada publik penikmat karya-karya Made Wianta untuk memahami secara lebih mendalam dalam memahami lahirnya periodesi Triangle, baik turunan dan perkembangannya.

Pameran The Mystery of Flying Triangle yang dirancang sejak tahun lalu, merupakan bagian dari program kerja bersama antara Jhub Art Space, Zen-1 Art Gallery dan Wianta Foundation.

Putu Agung Prianta Owner JHUB Art Space mengatakan, sebuah penghargaan tersendiri bagi JHUB Art Space yang sejak lama menaruh perhatian atas karya-karya Made Wianta, serta posisinya dalam peta seni rupa di tanah air maupun dunia.

“Saya berharap melalui pameran ini diharapkan iklim maupun ekosistem seni rupa di Bali semakin tumbuh dan bergairah, khususnya di Kawasan Jimbaran yang akan kita jadikan tujuan wisata baru di Badung yang berkonsep new art destination di Jimbaran,” kata Putu Agung Prianta, Senin (19/6/2023).

Sementara itu, Nicolaus F. Kuswanto pemilik Zen-1 Art Gallery, mengatakan bahwa kolaborasi pameran kali ini dengan JHUB Art Space adalah sebuah program pengembangan pameran yang telah ia rintis sejak empat tahun lalu.

“Zen-1 Art Gallery dalam programnya membawa Golden Legacy Made Wianta sebagai bagian dari edukasi publik untuk lebih memahami secara luas dan mendalam mengenai periodisasi karya-karya Made Wianta,” ungkapnya.

Nicolaus menjelaskan, setelah masyarakat mulai memahami tentang perkembangan periodisasi karya-karya Made Wianta maka akan mudah masuk serta menikmati karyanya.

“Setiap kelahiran periodesasi karya-karya Made Wianta memiliki keterkaitan yang sangat erat antara satu dengan yang lainnya. Wianta bisa melompat dari periodisasi ke periodesasi yang baru, dan tidak menutup kemungkinan kembali ke periodesasi sebelumnya, tentu dengan pengkayaan teknik, gagasan maupun visualisasi karya yang selalu membuat kejutan bagi publik penikmat karyanya,” katanya.

Intan Kirana Wianta dari Wianta Foundation yang juga merupakan istri mendiang Made Wianta menambahkan, bahwa kolaborasi yang telah dilakukan Zen-1 Art Gallery dan JHUB Art Space adalah program yang sejalan dengan Wianta Foundation yakni bagian dari edukasi kepada publik seni rupa secara luas agar mereka lebih memahami kelahiran serta capaian dari karya-karya Made Wianta, baik secara estetika, pemaknaan, kritik sosial maupun pemikiran-pemikiran Made Wianta.

Jean Couteau yang turut mengkurasi pameran mengatakan Pada karya-karya geometris Made Wianta seperti pada periode Triangle. Wianta kerap menghadirkan triangle sebagai identitas utama, namun di sisi lain ia juga kerap menyamarkan atau menyembunyikan triangle itu.

“Memang, pada karya Triangle Wianta terdapat lima sudut yang saling terkait satu sama lainnya, sudut-sudut itu diantaranya adalah sudut rasionalitas keliaran, sudut keteraturan Bali, sudut bawah sadar Bali-nya, dan sudut sadarnya Wianta, serta sudut supra sadarnya Wianta. Kelima elemen itu saling terpaut satu sama lainnya,” tukasnya di lokasi pameran.

Begitu juga halnya dalam konstruksi rasional, dalam karya-karya Triangle Wianta dapat ditemukan unsur atau cara kebiasan Bali, seperti halnya membuat pola atau patron. Dan dalam rasionalitas itu juga ditemukan otak Made Wianta yang sedang mengkonstruksi unsur-unsur geomatris di sebagian besar dari karyanya.

“Setelah habis bermain di wilayah keteraturan, serta habis bermain di wilayah rasional, Made Wianta memasukkan unsur-unsur yang tidak tertaur dan liar dan juga menampilkan unsur-unsur bawah sadar khas Bali-nya,” tandasnya. (RED-MB)