Mangupura (Metrobali.com) 

 

Digital memberi peluang banyak untuk akses tapi di saat yang sama ada kesenjangan. Yakni akses yang tidak merata, ada yang sinyalnya susah dll. Jadi butuh pemerataan infrastruktur. Digital ini perlu dipahami filosofinya, kenapa ada alat ini sehingga tidak sekadar pengguna pasif.

“Walaupun kenyataannya dunia digital masih belum jadi pegangan dari segi ekonomi, tapi kita harus punya daya saing. Sikap dasar yang penting adalah jadi pengguna aktif. Setiap individu sesungguhnya jurnalis dan konten kreator,” ujar Hikmat Darmawan saat tampil sebagai narasumber pada acara Siberkreasi Local Fair 2021, Jumat (11/6) di Kuta.

Menurut Hikmat Darmawan kegiatan ini targetnya melek digital, artinya menggunakan digital dengan sadar. Jangan sampai jadi konsumen pasif. Dikatakan pemerintah punya sesuatu yang tidak dimiliki komunitas, yaitu sumber daya, dan akses kelembagaan nasional. Tapi pemerintah tidak punya energi komunitas, tidak punya masalah lokal, hanya punya big picture. Jadi ini harus ketemu, kolaborasi ini perlu dilakukan. Sama-sama membangun budaya digital baru.

Ia juga menyoroti perbankan yang mendahulukan klien pengusaha atau korporasi, bukan pengusaha kecil atau individu. “Kalau di Amerika, seorang penggambar komik, pergi ke bank, cukup kasih proyeksi penjualan komik lewat proposal. Di Indonesia susahnya minta ampun sering tidak dipercaya kalau individu yang minta pinjaman. Perbankan harus mengubah paradigma itu,” harap Wakil Ketua Dewan Kesenian Jakarta ini.

Hikmat Darmawan yang dikenal sebagai kritikus, kurator, dan peneliti bidang budaya populer dengan spesialisasi dalam komik, film, dan sastra ini menambahkan pentingnya menumbuhkan sikap kritis dalam penggunaan media digital. Ia berharap digitalisasi ini dapat mendorong daya saing, menciptakan sikap kritis, ada nilai lebih dari sisi ekonomi. “Digital ini diharapkan menghasilkan nilai ekonomi meski dilakukan dari sebuah ruangan (kamar),” ujarnya. (HD)