Rektor Universitas Airlangga Surabaya yang baru Prof Dr Moh Nasih MT Ak.

Surabaya (Metrobali.com)-

“Itu (rektor) amanah yang lebih berat, mohon bantuan semua pihak, semoga (beliau) nggak berubah,” ucap Ny Triyani Purnamasari, istri Rektor Universitas Airlangga Surabaya yang baru Prof Dr Moh Nasih MT Ak.

Itulah harapan dari istri Prof Dr Moh Nasih yang menjadi rektor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya periode 2015-2020 terhitung mulai 16 Juni 2015.

Harapan serupa juga dikemukakan anak pertama Prof Nasih yakni M Fata Fatihudin terhadap sang ayah yang telah diambil sumpahnya oleh Ketua Majelis Wali Amanah (MWA) Unair, Sudi Silalahi.

“Itu (pelantikan rektor) asyik saja, semoga Unair lebih maju, tapi sebagai Bapak ya tetap humoris,” ucap alumni SMAN 5 Surabaya yang kini menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Unair tersebut.

Didampingi adiknya M Nathiq Ulman (SMAN 2 Surabaya), ia pun tidak berharap posisi sang ayah akan membuatnya mendapat perlakuan istimewa sebagai anak seorang rektor.

“Biasa saja seperti saya ikut tes masuk FK Unair ketika Bapak menjadi Wakil Rektor Unair, nggak perlu ada yang istimewa,” tutur mahasiswa semester 2 FK Unair itu.

Apalagi, ia juga menyimpan rasa bangga kepada sang ayah yang mampu menjadi teladan bagi keluarga. “Bapak itu taat beribadah dan itu teladan buat kami,” paparnya.

Lain pula harapan mantan rektor Prof Dr Fasich Apt. “Semoga akan lebih baik, semoga akan mampu meningkatkan peringkat Unair di level dunia. Alhamdulillah, kerja keras selama ini sudah mulai ada hasilnya, semoga bisa lebih maju lagi,” ujarnya.

Senada dengan itu, Ketua MWA Unair, Sudi Silalahi, menyatakan capaian Unair dalam lima tahun terakhir merupakan hal yang luar biasa dan tidak mudah.

Bahkan, kata mantan Mensesneg itu, Unair memulai sejarah baru melalui uji publik untuk calon rektor dan mekanisme pemilihannya secara musyawarah untuk mufakat.

“Karena itu, pertahankan dan tingkatkan. Kalau bisa target pemerintah untuk UI, ITB, dan Unair bisa masuk 500 universitas dunia pada tahun 2019 bisa tercapai,” tandasnya.

Apalagi, Unair-lah yang tegas berkomitmen untuk excellent dan bermoral. “Semoga, komitmen itu bisa diimplementasikan lagi dalam kehidupan akademik dan kehidupan kemasyarakatan,” tegasnya.

“Holding University” Terkait berbagai harapan itu, rektor Unair Surabaya periode 2015-2020 itu berjanji akan menyiapkan wakil rektor khusus yang menangani “holding university”.

“Insya-Allah, awal Agustus nanti sudah ada wakil rektor (warek). Kita akan siapkan empat warek, termasuk warek khusus holding university,” katanya.

Ia menjelaskan pihaknya juga akan merealisasikan permintaan MWA agar dua kandidat yang tidak terpilih untuk diakomodasi.

“Untuk Prof dr Djoko Santoso Sp.PD K-GH PhD FINASIM (FK) dan Dr Umi Athiyah MS Apt (FF) yang menjadi amanat MWA itu akan kita komunikasikan, tentu bisa saja menjadi warek tapi bisa juga posisi lain,” katanya.

Tentang survei QS World University yang dirilis www.topuniversities.com (10/6) bahwa peringkat Unair di dunia turun dari 127 (skor 45) menjadi 147 (skor 48,1), ia menilai hal itu karena semua universitas berlari kencang.

“Teman-teman kita berlari kencang, ya nanti kita kejar lagi. Tapi kalau mengejar ITB itu tidak mudah, karena nilai mereka sudah 4.000, sedangkan Unair masih 600,” kata Guru Besar FEB Unair tersebut.

Namun, Unair akan berusaha tampil beda dengan mengusahakan hasil riset yang dipublikasikan itu memiliki kontribusi bagi masyarakat luas. Hal itu karena peneliti Unair harus menulis hasil penelitiannya dengan bahasa populer.

“Kalau ada yang menulis dan menyebut alumni Unair akan ada reward. Nanti, saat dies natalis akan saya sampaikan bahwa staf dengan publikasi terbaik akan mendapat reward, bahkan kalau masuk Scopus atau jurnal terbaik mendapat Rp25 juta. Selain itu berkisar Rp10 juta hingga Rp15 juta,” katanya.

Menurut ia, publikasi ilmiah dan jurnal ilmiah merupakan kekurangan Unair selama ini, karena itu program tersebut akan ditingkatkan, bahkan Bidang Penelitian dan Pengabdian Masyarakat bakal dipisahkan agar bisa fokus.

“Kami juga akan prioritaskan FK dan FEB yang memiliki rasio mahasiswa dengan kursi tidak imbang, sehingga kita akan jalankan masterplan twin tower untuk FK. Kemudian FEB akan kita upayakan ada gedung kuliah umum yang memasukan berbagai prodi,” katanya.

Ia menambahkan pihaknya juga akan mengembangkan kewirausahaan dan pengobatan tradisional (battra). “Awalnya mungkin peminatan, lalu tahun depan menjadi prodi dan 2-3 tahun berikutnya menjadi sekolah secara mandiri,” katanya.

Peningkatan tampaknya menjadi “kata kunci” untuk rektor baru Unair yang merupakan “orang kedua” dari fakultas non-FK sejak Unair berdiri pada 10 November 1954, baik peningkatan prestasi dalam riset maupun pemanfaatan hasil riset untuk publik. AN-MB