Denpasar (Metrobali.com) –

Kuasa Hukum Made Sutrisna, Made Sulendra, SH. merasa yakin tindakan kliennya memasang plang pengumuman diatas tanah miliknya sendiri adalah sah dan tidak dapat dikatakan merupakan suatu perbuatan melawan hukum. Hingga berujung dirinya harus menjadi terdakwa dalam Sidang Tindak Pidana Ringan (Tipiring) berdasarkan surat perintah penyidikan nomor : Sprin. Sidik/249/ XI/2021/Satreskrim, tanggal 12 Nopember 2021

Dalam persidangan Tipiring yang berlangsung di PN Denpasar pada Jumat, 8 April 2022 tersebut, majelis hakim memutuskan Made Sutrisna bersalah atas dugaan penguasaan tanah tanpa izin dengan bukti-bukti sepihak yang diberikan penyidik.

Oleh Majelis Hakim, Made Sutrisna diberikan sanksi berupa membayar denda sebesar Rp500.000 subsider 3 hari kurungan penjara apabila tidak membayar denda.

“Jika Klien kami memenuhi denda tersebut, maka tentunya kami dianggap mengakui dianggap ‘menyetujui’ bahwa lahan yang terletak di Jalan Gatot Subroto, seluas 32 Are tersebut berdasarkan sertifikat hak milik (SHM) No 3395 adalah bukan miliknya, ini bagaikan memakan buah Simalakama,” kata Made Sulendra, SH.

Menurutnya, Kliennya hanya menaruh papan pengumuman bahwa diatasi tanah tersebut memang sah secara hukum miliknya, bukan berarti kliennya tinggal disana, membangun disana, usahanya disana. “Kami punya bukti yang kuat sertifikat tanah tersebut”

Faktanya, berkas Putusan Pidana No.44/Pid/1966, Putusan Pengadilan Tinggi (PT), No.27/1966/PT/Pdn dan Putusan Mahkamah Agung (MA) RI tanggal 28 Juli 1967, Reg No. 99 K/Sip/1967 yang menyatakan bahwa lahan tersebut adalah sah miliknya secara hukum.

“Entah apa yang membuat suatu hari secara tiba-tiba ada putusan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang menganulir kepemilikannya, anehnya majelis hakim malah terkesan mendukungnya bahkan Saksi A. A. Ngurah Bagus Jayendra, S.H selaku perwakilan keluarga dari I Gusti Ngurah Astika yang merupakan anak almarhum I Gusti Ngurah Made Mangget menyampaikan bahwa berkas Putusan Pidana No.44/Pid/1966, Putusan Pengadilan Tinggi (PT), No.27/1966/PT/Pdn dan Putusan Mahkamah Agung (MA) RI tanggal 28 Juli 1967, Reg No. 99 K/Sip/1967 adalah ‘bodong’ dihadapan majelis hakim,” ujar Made Sulendra, SH.

Lontaran ucapan kata ‘putusan bodong’ semestinya menjadi ‘atensi’ majelis hakim yang tidak membiarkan saksi berbicara hal yang mestinya dianggap telah meruntuhkan kewibawaan hukum (Contemp of Court) karena melecehkan hasil dari suatu Putusan perkara perdata yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), namun majelis hakim malah ‘membiarkan’ tanpa berusaha menegur saksi sehingga dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk pelecehan suatu putusan.yang telah menjadi produk hukum.

“Kami akan melakukan protes dan pengaduan ke Komisi Yudisial (KY) bahwa ada potensi kuat keberpihakan dari majelis hakim yang menyidangkan kasus tipiring ini,” terang Sulendra.

Terkesan bahwa hasil putusan sidang Tipiring ini malah ‘diarahkan’ untuk menggiring Made Sutrisna menjadi kehilangan hak kepemilikan atas tanahnya dan mengesampingkan fakta putusan Mahkamah Agung (MA) RI tanggal 28 Juli 1967, Reg No. 99 K/Sip/1967 yang ‘hilang’ hanya dikarenakan suatu putusan BPN yang berujung Made Sutrisna kehilangan haknya.

“Sungguh malang nasib klien kami, Sudah jatuh malah tertimpa tangga. (hd)