WP_20140621_18_56_59_Pro

Denpasar (Metrobali.com)-

 Sesuai janjinya, saat rapat pleno Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-36 di gedung Wiswa Sabha, Renon Denpasar, Selasa (10/6), akhirnya gubernur Bali, Made Mangku Pastika melakukan sidak lapangan guna mengetahui secara langsung permasalahan selama pelaksanaan PKB berlangsung. Tak dinyana, Sabtu (21/6) malam, gubernur pun akhirnya membuktikan sendiri bahwa persoalan membengkaknya biaya stand pameran dagang masih senantiasa mewarnai ajang PKB tahun ini.

Padahal, sebelumnya telah ditegaskan bahwa tidak boleh ada lagi permasalahan menyangkut biaya stand, dan bahkan meminta ada sanksi tegas terhadap adanya penyimpangan tersebut. Di mana tarif setiap stand sesuai ketentuan yang ada, yakni stand Dekranasda dari masing-masing kabupaten/kota sebesar Rp 2 juta, di bawah gedung Ksirarnawa sebesar Rp 3 juta, di bawah gedung Ardha Candra sebesar Rp 6 juta, dan stand di luar seperti di barat gedung Ksirarnawa, serta stand di sekitar kawasan Wantilan, termasuk kuliner sebesar Rp 2,5 juta.

Namun, dalam kenyataan di lapangan ternyata banyak terjadi pembengkakkan, sehingga terkesan ada pihak-pihak lain yang disinyalir memanfaatkan untuk kepentingan pribadi maupun kelompok atau golongan tertentu. Seperti di bawah gedung Ardha Candra biaya stand mencapai Rp 8 juta, dan stand di luar ada yang bayar sampai Rp 4 – 6 juta,-

Tragisnya, di bawah gedung Ksirarnawa saat gubernur bercakap-cakap dengan salah satu penjaga stand pameran dagang secara menyejutkan diberitahukan bahwa harus membayar sampai Rp 6 juta dan disetor kepada pihak lain di luar ketentuan yang ada. Tak pelak, gubernur pun langsung mencak-mencak dan menelpon Kadisbud Bali, Ketut Suastika untuk meminta kejelasan sekaligus menegaskan agar persoalan ini segera dituntaskan. Gubernur bahkan meminta agar dana yang dipungut di luar ketentuan agar dikembalikan. “Ini sudah tidak benar dan tidak boleh terjadi. Harus segera dituntaskan,” tegasnya dalam nada tinggi.

Di samping itu, biaya pembuatan stand sesungguhnya telah ditanggung melalui anggaran pendapatan dan pengeluaran daerah (APBD) Bali, sebesar Rp 200 juta. Lantas, untuk apa dan ke mana saja dana sebesar itu, sehingga panitia kembali harus melibatkan pihak ketiga untuk melakukan pungutan atas dalih sebagai biaya pengganti pembuatan stand, kebersihan, keamanan, dan biaya listrik.

Sejatinya, persoalan ini telah menjadi masalah menahun yang tak pernah tuntas dan tidak mendapatkan penanganan yang serius dari pihak terkait, sehingga terkesan terjadi praktik pembiaran. Padahal, secara tegas gubernur Bali, Made Mangku Pastika, mengingatkan dan bahkan menantang media massa (pers) untuk mengungkap segala bentuk penyimpangan yang terjadi selama pelaksanaan PKB tahun ini. “Tidak boleh lagi ada kesan pembiaran, sehingga PKB setiap tahun selalu dicap monoton,” tegas gubernur.

Di samping itu, gubernur juga menyoroti soal maraknya parkir di sepanjang jalan menuju UPT Taman Budaya (arts centre) Bali, Denpasar, yang setiap tahun tak pernah dapat dituntaskan. Tak pelak, PKB yang memiliki tujuan mulia menghaluskan budi seakan tidak pernah tercapai sebagaimana mestinya. Inilah saatnya panitia penyelenggara melakukan introspeksi diri secara menyeluruh sebelum PKB dicap monoton dan tak mampu menciptakan karakter bangsa yang berbudaya dan bermartabat.

Salah seorang panitia stand dagang PKB 2014, yang juga ikut berdagang di bawah gedung Ardha Candra, menegaskan bahwa semua kebijakan biaya stand sudah realistis dan sesuai dengan ketentuan dan kesepatan bersama antara panitia stand dengan pedagang. “Saya rasa biaya stand di bawah gedung Ardha Candra sesuai dengan ketentuan dan kesepakatan. Biaya sebesar Rp 6 juta untuk pergub, dan Rp 2 juta untuk biaya penyediaan stand dan lainnya,” ketusnya, yang minta namanya tidak dikorankan.WB-MB