Posisi Kunci PHDI Harus Steril dari Parpol

 

Denpasar (Metrobali.com)-

Partai politik memang merupakan instrumen perubahan masyarakat yang diakui oleh undang-undang. Di pihak lain, majelis agama Hindu seperti PHDI tidak boleh bersifat partisan, harus independen, agar tidak terkooptasi dan hanya menjadi alat partai politik untuk mencapai kekuasaan, tanpa memperjuangkan aspirasi umat sebagai tanggung jawab moralnya.

Untuk menjaga Parisada tetap independen, aturan dalam AD/ART PHDI bahwa Parisada independen dan non partisan harus tetap dipertahankan. Jangan sampai Parisada terseret menjadi alat kekuasaan seperti jaman Orde Baru. Namun, untuk menjaga aspirasi umat Hindu agar punya akses masuk yang baik ke jalur kekuasaan, Parisada perlu jembatan yang bagus untuk menghubungkannya dengan kekuasaan melalui partai politik.

            Karenanya, direkomendasikan agar posisi kunci PHDI pada semua tingkatan di pusat serta provinsi dan kabupaten/kota, seperti Sabha Pandita, Ketua dan Wakil Ketua Sabha Walaka, Sekretaris dan Wakil Sekretaris Sabha Walaka disterilkan dari tokoh yang berafiliasi dengan partai politik.

            Usulan itu pernah muncul dalam Mahasabha X di Grand Bali Beach Hotel tahun 2011, namun belum mendapat persetujuan forum tertinggi umat Hindu tersebut. Namun di lapangan, ternyata beberapa pengurus PHDI yang dipandang punya dedikasi, berafiliasi dengan partai politik karena dorongan umatnya, juga adanya kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan kekuasaan. Diantaranya, pengurus PHDI di Kabupaten Banyuwangi adalah seorang anggota DPRD.

            Namun, untuk menegaskan bahwa afiliasi personalia pengurus PHDI tersebut ke partai politik benar-benar memperjuangkan aspirasi umat Hindu, FGD merekomendasikan agar khusus untuk mereka yang aktif di partai, membuat Fakta Integritas, bahwa mereka akan memperjuangkan aspirasi umat Hindu dan PHDI melalui partai politik dimana mereka berafiliasi.

            Di Provinsi Bali misalnya, aspirasi umat Hindu untuk memperjuangkan agar tanah-tanah adat dan tanah laba pura bisa disertifikatkan dan dijaga kelestariannya untuk aset adat dan budaya, bisa dititip melalui partpol agar dibuatkan Perda Perlindungan Tanah Adat dan Tanah Duwe Pura, agar jangan tanahnya disertifikatkan oleh oknum perseorangan dan dikuasai untuk kepentingan perseorangan. Sudah cukup banyak kasus seperti itu terjadi di Bali.

            Diluar Bali, tentu permasalahannya berbeda. Tapi, prinsipnya PHDI perlu punya penghubung yang bertanggung jawab, agar aspirasi umat Hindu tidak terabaikan dalam penyusunan kebijakan pemerintah. Parpol adalah salah satu jembatannya, tetapi dengan tetap mempertahankan dan menjaga independensi dan integritas PHDI sebagai Majelis Agama Hindu. RED-MB