Jakarta (Metrobali.com)-

Dunia hukum tampaknya lagi-lagi tercemar. Di saat penyidikan kasus dugaan suap “pertemuan di toilet” gedung DPR RI yang diduga melibatkan calon hakim agung dengan seorang anggota DPR belum tuntas kini masyarakat dikejutkan aksi suap lebih besar lagi.

Aksi suap yang diduga dilakukan oleh lima orang termasuk Ketua Mahkamah Konstitusi AM dan anggota DPR dari Fraksi Golkar, CHN.

Kelima pelaku suap tersebut tertangkap tangan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (2/10) di Jakarta. Ketua Mahkamah Konstitusi AM, anggota DPR CHN, dan CN yang diduga pengusaha ditangkap di rumah dinas AM di Perumahan Widya Chandra III, Jakarta Selatan.

CHN dan CN ditangkap oleh penyidik KPK, usai serah terima uang dolar Singapura senilai sekitar Rp3 miliar dengan AM, di rumah dinasnya. Tak lama setelahnya, penyidik KPK menangkap Bupati Gunung Mas Hambit Bintih serta pihak swasta berinisial DH di sebuah hotel di kawasan Jakarta Pusat.

Bersamaan dengan penangkapan ini, KPK menyita sejumlah uang dolar Singapura dan dolar Amerika yang jika dirupiahkan nilainya Rp2,5 miliar sampai Rp3 miliar. Diduga, CHN dan CN akan memberikan uang ini kepada AM di kediamannya malam itu. Pemberian uang itu diduga terkait dengan kepengurusan perkara sengketa pemilihan kepala daerah di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, yang diikuti Hambit Bintih selaku calon bupati incumbent.

Pemberian uang kepada AM dalam kasus ini diduga merupakan yang pertama kali. Belum diketahui berapa total komitmen yang dijanjikan untuk Akil. KPK memantau pergerakan AM sejak Minggu setelah menerima informasi dari masyarakat yang menyebutkan bahwa ada rencana pemberian uang untuk AM pada Senin (30/9), tapi kemudian bergeser menjadi Rabu.

Tim penyidik KPK juga menangkap pengusaha, Tubagus Chery Wardana di Jakarta, Rabu malam. Dia adalah adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, sekaligus suami dari Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany.

Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, penangkapan Tubagus ini masih berkaitan dengan penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi AM. Diduga, Chery juga terlibat serah terima uang dengan AM terkait sengketa pemilihan kepala daerah di Lebak, Banten.

“Rekam jejak” AM agaknya telah lama mencurigakan. Tahun 2011 dia pernah diperiksa sidang etik Majelis Kehormatan Hakim (MKH) terkait sengketa pemilihan kepala daerah Simalungun. Bupati Simalungun saat itu, Jopinus Ramli Saragih, diduga akan menyerahkan uang Rp1 miliar kepada Akil. Tetapi, AM lolos karena MKH tak bisa membuktikan dia benar-benar menerima uang itu.

Ketua Komisi Yudisial (KY), Suparman Marzuki juga menyebutkan beberapa kali menerima laporan masyarakat terkait Ketua Mahkamah Konstitusi AM karena diduga melakukan pelanggaran kode etik dengan “memainkan” perkara di MK. KY telah menyampaikan laporan tersebut ke MK, tetapi belum ada tindak lanjutnya.

“Sempat ada laporan resmi masuk ke kami. Secara eksplisit menyebut nama dia (AM). Sudah kami sampaikan ke Mahfud MD (Ketua MK periode 2008-2013),” ujar Suparman sambil menambahkan langkah itu dilakukan akan ditindaklanjuti, sebab KY tidak lagi memiliki wewenang mengawasi dan menindak pelanggaran kode etik hakim konstitusi.

Dia mengungkapkan, laporan terkait Akil bahkan diterima beberapa kali pada 2011 dan 2012, saat yang bersangkutan belum menjabat sebagai Ketua MK. Laporan itu terkait dugaan menerima suap dalam penanganan sengketa hasil pemilihan kepala daerah (pilkada).

Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie juga mengaku sering mendengar kabar bahwa AM “memainkan” perkara. “Saya jengkel dan marah sekali. Saya sudah sering juga mendengar omongan-omongan tentang dia. Ada cerita-cerita bahwa dia suka menerima imbalan untuk meloloskan (salah satu pihak).” Awalnya dia tidak memercayai informasi itu karena tak punya bukti. “Tadinya saya tidak percaya. Tapi begitu tertangkap tangan, ya saya sedih sekali,” katanya.

Bahkan Ketua DPR RI, Marzuki Alie mengaku pernah melaporkan kasus dugaan suap penanganan perkara sengketa pilkada yang terjadi di MK kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Menurut Marzuki, kasus-kasus yang dilaporkannya ke Presiden SBY saat itu berbeda dengan kasus sengketa pilkada Kabupaten Gunung Mas yang diduga melibatkan Ketua MK saat ini, Akil Mochtar. “Yah waktu itu kasus-kasus (money politics) pilkada seperti ini sudah keras sekali suaranya.” Marzuki menolak menceritakan kasus-kasus dugaan suap penanganan sengketa pilkada MK tersebut. Ia justru berharap pihak KPK menelusuri kasus yang dimaksudkannya itu.

Reaksi keras Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengaku merasa terpukul atas peristiwa tertangkapnya Ketua MK AM yang diduga terlibat kasus suap. “Sulit memulihkan nama MK karena sudah dirusak dan dihancurkan oleh Pak AM,” katanya.

Menurut dia, citra MK tidak akan pulih dalam waktu satu tahun ke depan setelah dirusak oleh penerusnya. “Bekerja sekeras apa pun akan tetap diejek orang. Saya belum tahu cara memulihkan nama baik MK. Butuh waktu lama, karena sudah tercoreng.

Terkait hal tersebut, dia berharap AM tidak menyulitkan pemeriksaan sehingga bisa memudahkan MK untuk memulihkan nama baiknya. “MK punya pekerjaan berat, jadi tidak boleh digantung oleh kasus AM,” katanya.

Sementara itu Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali bereaksi keras atas penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi AM oleh KPK. Menurut dia, kasus tersebut telah mempermalukan MK sampai pada tingkat tidak ada kewibawaan yang tersisa.

“Untuk mengembalikan kewibawaan MK, saya menyarankan agar para hakim MK meletakkan jabatannya sebagai bentuk pertanggungjawaban kondisi MK saat ini,” katanya sambil menambahkan bahwa dia tidak yakin kepercayaan masyarakat terhadap MK akan pulih seperti semula pascapenangkapan AM.

Meski AM belum ditetapkan sebagai tersangka, menurut Suryadharma, satu-satunya jalan untuk mengembalikan citra MK adalah melakukan proses pemilihan ulang terhadap sembilan hakim MK. “Rekrutmen ulang. Kalau mau maju lagi, silakan. Bukan hard feeling atas yang sekarang, tapi hanya untuk mengembalikan kredibilitas MK. Sekarang, kepercayaan masyarakat sudah runtuh.

Presiden SBY masih ingat beberapa waktu lalu saat berkonsultasi didampingi wapres dan sejumlah menteri dengan para pimpinan DPR, termasuk mengenai informasi yang didapatkan berkaitan dengan apa-apa yang terjadi di MK.

Dia menyebutkan, pembahasan mengenai informasi terkait MK diberi perhatian serius waktu itu, karena betapa kuat dan menentukannya lembaga MK dalam banyak hal. Hakim MK sebagaimana hakim di lembaga penegak hukum lainnya, juga amat penting perannya sehingga dituntut memiliki integritas yang tinggi, kepribadian yang baik dan kapasitas untuk memutuskan sengketa dengan benar dan tepat.

“Di atas segalanya, para penegak hukum, siapapun, dan dari lembaga manapun, disyaratkan bersikap adil. Pendeknya, tugas seorang hakim MK dan hakim manapun adalah berat,” tegas presiden.

Dia menilai penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi AM oleh KPK, merupakan pembelajaaran penting bagi semua pihak, khususnya untuk pimpinan lembaga negara. “Pemilihan posisi di lembaga negara yang penting tidak boleh dipengaruhi oleh kepentingan politik. Kalaupun ada fit and proper test, itu hanya untuk menguji integritas, kapasitas dan kesiapan,” ujarnya.

Oleh karena itu dia berpendapat, banyak proses pemilihan pejabat di negeri ini yang harus ditata kembali dan diluruskan. “Sebab, kalau keliru risikonya amat besar, harga yang harus dibayar amat tinggi,” ucapnya.

Kasus suap yang dilakukan AM beserta kroninya berbanding terbalik dengan pernyataan dan janjinya usai dilantik menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi pada April 2013 bahwa independensi hakim adalah harga mati dan di bawah kepemimpinannya, MK tidak dapat ditembus oleh siapapun dan apapun. Kecuali uang tentunya. * Illa Kartika/Antara