Foto: Ilustrasi Tokoh Publik Bali Agung Manik Danendra AMD (kiri), Gubernur Bali Wayan Koster (kanan).

Denpasar (Metrobali.com)-

Gubernur Bali Wayan Koster dinilai publik ternyata tidak cukup beryali untuk menghadapi ancaman Gugatan Rp 22 Triliun dari Tokoh Publik Agung Manik Danendra AMD jika berani menerbitkan Perda Larangan Mendaki Gunung di Bali. Pasalnya dulu sesumbar dan koar-koar akan membuat Perda dan tidak takut dengan ancaman gugatan Rp 22 Triliun dari Agung Manik Danendra AMD, kini Gubernur dari PDI Perjuangan itu malah tiba-tiba dikabarkan batal membuat dan mengajukan rancangan Perda tersebut.

Padahal saat ini setidaknya ada lima Ranperda yang tengah dibahas di DPRD Bali dan tidak ada Ranperda tentang Larangan Mendaki Gunung di Bali yang dinjanjikan dan digembar-gemborkan Koster tersebut, belum lagi masa jabatan Gubernur Koster tinggal menghitung hari akan berakhir pada 5 September 2023.

Terkait rencana Perda Larangan Mendaki Gunung yang batal dibuat Gubernur Koster karena dianggap takut digugat Agung Manik Danendra AMD Rp 22 Triliun, Tokoh Publik Agung Manik Danendra AMD yang digadang-gadang sebagai Calon Gubernur Bali pada Pilgub Bali 2024 ini hanya menjawab singkat.

“Tanyalah Pak Gubernur Bro,” sambil mengirim emoji tersenyum kepada wartawan saat dihubungi media pada Sabtu pagi 22 Juli 2023. “Itu artinya emojinya apa nggih Tuaji?,” tanya wartawan. “Boleh diartikan kemenangan Rakyat Bali, menang sebelum pertandingan,” jawab tokoh yang dinilai publik sebagai sosok yang tepat memimpin Bali, dan sosok yang paling berani nindihin jagat Bali ini.

Sebelumnya Gubernur Koster dengan suara lantang meyakinkan publik bahwa Perda Larangan Mendaki Gunung di Bali akan segera diterbikan dengan alasan menjaga kesucian pura dan bahkan dengan dalih dirinya takut dikutuk. Gubernur Koster dalam suatu kesempatan wawancara dengan para wartawan bahkan pernah menegaskan kalau Perda tersebut akan jalan terus dan tidak peduli atas gugatan senilai Rp 22 Triliun dari Agung Manik Danendra AMD.

Namun seiring berjalannya waktu ternyata Gubernur Bali yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali ini dinilait publik ciutnya nyalinya dengan batal membuat Perda Larangan Mendaki Gunung di Bali. Hingga saat ini Rancangan Perda tersebut belum ada sehingga tidak diajukan ke DPRD Bali padahal masa jabatan Gubernur Kosters tinggal sebulan lagi sudah berakhir alias lengser jadi Gubernur Bali.

Kepastian Gubernur Koster batal membuat Perda Larangan Mendaki Gunung di Bali dapat dibaca dari penyataan Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Bali Anak Agung Ngurah Adhi Ardhana yang merupakan salah satu tangan kanan dan orang kepercayaan Gubernur Koster. Adhi Ardhana yang juga Ketua Komisi III DPRD Provinsi Bali saat dihubungi via sambungan WA pada Jumat 21 Juli 2023  saat ditanya soal kelanjutan rencana Gubernur Koster membuat Perda tersebut menegaskan tidak ada Perda yang diperlukan alias Gubernur Koster batal membuat Perda Perda Larangan Mendaki Gunung di Bali.

“Tidak ada Perda yang diperlukan, namun cukup peraturan pelaksana seperti Pergub ataupun Surat Edaran, mengingat gunung termasuk kawasan suci sudah tertuang dalam perda RTRWP Provinsi Bali Tahun 2024-2045. Namun sekali lagi tentu larangan tidak ditujukan kepada kegiatan mendaki yang tidak menodai kesucian gunung seperti kegiatan keagamaan, penelitian, penataan lingkungan, penghijauan, kebencanaan dan olahraga. Tiyang kira kita semua sepakat menjaga kesucian kawasan-kawan suci kita,” jelas Adhi Ardhana.

Sementara saat ditanya kembali apa alasannya Gubernur Koster tidak jadi membuat Perda Larangan Mendaki Gunung di Bali karena dalam banyak pernyataan jelas Gubernur bilang akan membuat Perdanya, Adhi Ardhana kembali menegaskan pengaturannya cukup dengan Pergub.

“Pergub cukup untuk mengatur menjaga kesucian kawasan suci. Tapi kalau mengajukan Raperda ya kita juga akan bahas,” tutupnya.

Sementara itu Gubernur Bali Wayan Koster saat dimintai keterangan oleh wartawan terkait batalnya membuat Perda Larangan Mendaki Gunung di Bali dan apakah alasannya karena takut dengan gugatan senilai Rp 22 Triliun dari Tokoh Publik Bali Agung Manik Danendra AMD, Gubernur Koster tidak menjawab pertanyaan wartawan. Pertanyaan wartawan yang dikirimkan via WA hanya dibaca saja oleh Gubernur Koster, tidak ada respon alias no comment.

Di sisi lain ramainya pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pungutan Bagi Wisatawan Asing Untuk Perlindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali yang tengah dibahas di DPRD Bali dan akan segera ditetapkan menjadi Perda sebelum habis masa kepemimpinan Gubernur Bali Wayan Koster pada 5 September 2023 ini, menuai banyak komentar tokoh masyarakat dan warganet (netizen).

Tidak ketinggalan Tokoh Publik Agung Manik Danendra AMD yang digadang-gadang sebagai Calon Gubernur Bali pada Pilgub Bali 2024 ini juga menyoroti Ranperda tersebut. Menurutnya Ranperda Pungutan Bagi Wisatawan Asing itu nyaplir alias keliru atau sama dengan salah sasaran.

Dalam pernyataannya saat dihubungi media pada Sabtu pagi 22 Juli 2023, Agung Manik Danendra AMD menyampaikan dengan lugas mengenai kekeliruan Gubernur Bali Wayan Koster dalam mengajukan Ranperda tersebut ke DPRD Bali dan juga menjadi kebijakan yang keliru, salah sasaran di ujung masa kepemimpinannya yang segera berakhir.

“Iyalah nyaplir alias keliru tidak tepat sasaran, memang sasaran yang mau diwujudkan Pak Gubernur itu apa ya?!,” tanya Agung Manik Danendra AMD yang saat dihubungi dirinya sedang berada di Sekretariat Kantor AMD Center yang beralamat di Jalan Letda Tantular Nomor 1 Renon, Denpasar.

Agung Manik Danendra AMD yang merupakan lulusan Doktoral Ilmu Pemerintahan dan pernah mengenyam pendidikan Doktoral Ilmu Ekonomi ini menilai kalau dana pungutan wisatawan atau turis asing itu untuk perlindungan kebudayaan dan lingkungan alam Bali sudah jelas tidak tepat dan tidak nyambung.

“Nggak nyambung tuh pungutan turis asing untuk itu. Memangnya pungutan turis asing untuk melindungi budaya Bali. Urusan budaya dan pelestarian itu kita semua, ada desa pakraman atau desa adat yang sudah kita warisi sejak zaman Mpu Kuturan,” tegas Tokoh Milenial Bali bernama lengkap Dr. Anak Agung Ngurah Manik Danendra, S.H., M.H., M.Kn., dan tokoh sentral Puri Tegal Denpasar Pemecutan yang digadang-gadang sebagai Calon Gubernur Bali pada Pilgub Bali 2024 ini.

Kalaupun alasan pungutan wisatawan asing sebesar 10 dollas AS atau setara kurang lebih Rp 150 ribu tersebut dimaksudkan untuk menutupi defisit anggaran keuangan di APBD Pemprov Bali yang mencapai Rp 1,9 Triliun, juga dinilai tidak tepat. Karena selain nilai pungutan itu sangat kecil dan sangat jauh dari kebutuhan menutup defisit, pungutan itu juga baru akan berlaku di pertengahan tahun 2024.

“Dan kalau pungutan itu untuk mencari uang peningkatan pendapatan daerah itu kok pungutan hanya 10 dollar?! Gimana ya hanya 10 dollar dan berkala akan ditingkatkan, memang Perda bisa begitu?,” ujar praktisi hukum yang berpengalaman puluhan tahun dan lulusan Doktor Ilmu Pemerintahan yang juga dikenal sebagai tokoh Bali yang selalu konsisten dengan berbaginya dengan tagline “AMD Milik Kita: Bersama Mewujudkan Pembangunan Bali yang Pro Kemakmuran Rakyat” ini.

“Jadi lagi-lagi dinilai tidak nyambung dan tidak tepat sasaran,” pungkas tokoh yang tidak suka pamer, low profile dan gemar berbagi, membantu pembangunan pura di nusantara hingga viral dengan sebutan The Real Sultan Dermawan Bali, dan dikenal sebagai tokoh yang lahir dari keluarga Puri yang dekat dengan semua lapisan masyarakat dan Cucunda tokoh legenda dua jaman I Gusti Ngurah Oka Pugur Pemecutan ini.

Sementara itu warganet (netizen) senada dengan pandangan dan sikap Agung Manik Danendra AMD dan mereka kembali membully Gubernur Koster dengan sikap plintat plintut atau plin-plannya. Para netizen menyampaikan batalnya Perda Larangan Mendaki Gunung di Bali yang digembor-gemborkan Gubernur Koster itu karena Gubernur yang terkenal dengan himbauannya itu takut digugat Rp 22 Triliun oleh Agung Manik Danendra AMD.

“Pak Yan ternyata cuma omdo. Baru digertak gugatan 22 T aja udh ciut nyalinya. Malu-maluin aja,” tulis salah satu warganet.

Warganet yang lain dalam video tentang pungutan turis asing yang diunggah Channel Youtube Bali satu juga mengkritik kekeliruan Gubernur Koster dalam kebijakan pungutan turis asing tersebut.

“Terusterang, koster samasekali tdk mengerti roh pariwisata, dia hanya dengar bisikan dari yg sama2 tdk tahu pariwisata. Dengarkan para guide yg sdh puluhan tahun jadi ujung tombak pariwisata. Jgn campuradukan pariwisata dgn politik….please,” tulis @wayandarmada9584.

Sementara itu Pengamat Politik Indonesia Putu Suasta mengkhawatirkan Pungutan Bagi Wisatawan Asing untuk Pelindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali menimbulkan citra Negatif bahwa industri pariwisata Pulau Dewata tidak kompetitif.

Agung Manik Danendra AMD (kanan) saat bersama Putu Suasta (kiri).

Apalagi pemerintah secara resmi menghentikan pemberian bebas visa bagi 159 negara. Hal ini tercantum dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.HH-GR.01.07 tahun 2023 yang disahkan pada 7 Juni 2023. Untuk tarif VoA saat ini sebesar Rp 500 ribu.

Demikian disampaikan Suasta yang Alumni UGM dan Cornel University dalam menyikapi Raperda tentang Pungutan Bagi Wisatawan Asing Untuk Pelindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali yang tengah disusun oleh Pemerintah dan DPRD Bali.

“Saya berpengalaman pergi ke luar negeri ke banyak negara, tidak pernah ada beban tambahan pembayaran seperti ini (pungutan di luar destinasi-red). Saya hanya bayar tiket masuk di tempat-tempat obyek wisata,” kata Suasta yang baru saja pulang dari mengikuti acara pertemuan NGO Leaders di Malaysia Kuala Kumpur selama delapan hari .

Menurut tokoh senior yang juga petinggi Partai Demokrat ini, wisatawan tidak perlu dibebankan biaya tambahan seperti itu. Oleh karena, wisatawan sudah banyar VoA, setiap makan dan menginap sudah dikenakan pajak hotel dan restoran (PHR) yang langsung masuk ke pendapatan daerah.

Selain itu, setiap mengunjungi destinasi wisata juga sudah membayar tiket masuk. Untuk itu, pengelolaan pendapatan tersebut mestinya digunakan dengan baik untuk perlindungan dan perbaikan infrastruktur kebudayaan Bali.

Sedangkan perlindungan budaya dan alam sudah menjadi kewajiban negara, pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dan juga merupakan kewajiban pemerintah daerah menjaga kebudayaannya sendiri di daerahnya. (wid)