RATUSAN Warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Ragam Media (Gempur Media) Singaraja turun ke jalan sambari membakar Koran terbitan Kelompok Media Bali Post (KMB) Kamis (2/5) kemarin. Sementara itu, di Kawasanan Renon, Denpasar, tepatnya di depan Monumen Banjra Sandhi, Bali Post ‘’Diaben’’. Prosesi pengabenan itu dilakukan kelompok massa.

Aksi  tersebut dilakukan oleh Gempur Media, dikarenakan selama ini media Bali Post di anggap tidak independen dalam memberitakan Pemilihan Gubernur Bali. Bahkan di anggap sebagai pemecah belah dan merusak tatanan keamanan Bali. “Pemberitaan yang ada di Bali Post bukannya menyarankan masyarakat agar damai dan aman, melainkan beritanya sebagai perusak kedamaian dan keamanan Bali,” ujar koordinator aksi Made swadarmayasa.

Selanjutnya, Swadarmayasa bersama beberapa anggota Gempur Media mengerahkan pernayataan sikap kepada Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), aliansi Jurnalistik Indonesia ( AJI) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Hal itu di maksudkan untuk di tindak lanjuti sesuai dengan undang-undang pres.  Sebab, selama ini tiga organisasi media tersebut terkesan tutup mata dengan pemberitaan yang ada di Bali Post.

“Saya berharap, pihak-pihak terkait untuk menegur Bali Post yang menyajikan berita tidak berimbang kepada masyarakat Bali. Mereka (KMB)tidak memikirkan dampak yang ada di masyarakat. Kalau program ajegkan Bali, namun pemberitaannya provokatif, mana bisa dikatakan ajeg kan Bali,” tambah nya.

Selanjutnya ratusan demonstran bergerak menuju gedung Manik untuk menunggu kedatangan pasangan calon Gubernur dan wakil Gubernur Bali Made Mangku Pastika Sudikerta. Aksi massa itu mendapat pengawalan ketat dari anggota kepolisian. Arus lalu lintas di Jalan Gajah Mada Utara bahkan ditutup total terkait aksi massa tersebut. 

Salahi Ajaran Hindu

Kalangan pemangku atau tokoh Hindu Bali diminta tidak ikut terlibat dalam aksi demo yang memanfaatkan simbol atau sarana agama di luar kepentingan  agama.

Hal tersebut disampaikan Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Gusti Ngurah Sudiana menanggapi fenomena aksi demo yang membawa bawa instrumen agam seperti dilakukan Aliansi Masyarakat Bali Anti Pembohongan Pulblik.

Dalam demo di depan Monumen Perjuangan Rakyat Bali Bajra Sandi Renon, 9 pemangku menggelar ritual prelina atau pengabenan terhadap sebuah koran Bali Post yang dinilai memihak salah satu kandidat dalam pemilihan gubernur.

Menurut Sudiana pengabenan tersebut telah menyalahi ajaran agama Hindu karena ritual itu diperuntukkan untuk orang meninggal. Jika kemudian ritual pengabenen dipakai untuk demo semacam itu menurut ajaran agama sangat keliru.

Pengabenan sejatinya sebuah ritual sakral dalam kegiatan upcara keagamaan. Untuk itu, sebaiknya dia meminta agar kegiatan demo seperti itu tidak lagi menggunakan sarana upacara.

“Hal hal seperti itu bisa menimbulkan  desakralisasi upacara pengabenen,“ katanya menerangkan.

Di pihak lain, kejadian seperti itu hendaknya dijadikan bahan evaluasi seperti juga demo untuk mengasingkan orang dan seterusnya.

Para pemangku juga diingatkan agar jangan lagi ikutan kegiatan yang  berkaitan dengan hal sepeti itu.

Pemangku boleh demo dengan pengabenan jika  dilakukan untuk hal hal yang mengganggu spiritualitas atau kesucian bisa dibenarkan atau demo untuk ikut menebaar perdamaian.

Pemangku harus bersikap netral karena tugas seorang pemangku adalah mendoakan keselamatan.

“Kalau ikut demo agar Bali selamat itu masih bisa dibenarkan. Ritual pengabenan seperti itu mestinya tidak ada lagi besok-besok,“ tutupnya.

Di Jejaring Sosial

Pengecaman atas pemberitaan Bali Post yang provokatif dan tendensius juga menjadi pembicaraan hangat. Gusti Putu Artha mantan anggota KPU Pusat juga menyayangkan pemberitaan Bali Post yang sudah keluar dari etika dan undang-undang pers.

Berikut pernyataan Putu Artha yang dikutif dari Jejaring Sosial Metro Bali Facebook Grup:

BALI POST JADI PROVOKATOR

Grup Bali Post melalui penyiaran BaliTV dan Bali Post telah mengubah dirinya menjadi provokator. Lembaga ini memprovokasi masyarakat dengan informasi yang bersifat fitnah, menyesatkan dan cenderung memecah belah. Provokasi itu dilakukan dalam bentuk (1) Banner GANTI GUBERNUR di BaliTV dan Bali Post. Ini bermakna, grup ini memprovokasi masyarakat untuk mengganti gubernur 15 Mei nanti. (2) Iklan layanan masyarakat “Bali Benyah Latig”. Ini memprovokasi masyarakat bahwa salah satu kandidat jangan dipilih karena melakukan politik uang. Karena Bali benyah latig, maka harus gubernur baru.

Sikap sy adalah: Bali Post jelas-jelas melanggar PKPU Nomor 69 Tahun 2009 tentang Kampanye Pemilukada, serta UU Pers Nomor 40 Tahun 1999. BaliTV melanggar PKPU 69/2009 dan UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002. Lebih dari itu motif dari grup ini adalah politik balas dendam primitif gara2 kalah dalam sengketa berita dengan Mangku Pastika.

Pemiliknya sy nilai sosok yang memilki kejiwaan yang tidak beres karena mengorbankan lembaganya yang besar dengan cara-cara yang amat primitif dan tidak bermoral. Slogannya ajeg Bali, praktiknya iyeg Bali (adu domba rakyat Bali).

Sloganya pengemban pengamal Pancasila, praktiknya keuangan yang maha kuasa, kapitalisme yang utama, perpecahan rakyat Bali, antidemokrasi, dan kapitalisme dan profitisasi bagi pemiliknya. Sy tidak takut berteriak seperti ini. Sikap-sikap primitif semacam ini harus dilawan dengan spirit kejuangan Ki Barak Panji Sakti. Hanya satu kata: lawan! TIM-MB