Peta titik titik kawasan suci Teluk Benoa

Denpasar (Metrobali.com)-

Tim Riset Planologi UNHI Denpasar-ForBali, dibawah komando Nyoman Mardika, Kamis (21/4) menyerahkan hasil riset berupa peta ‘’70 Titik Suci’’ di Kawasan Suci Teluk Benoa, kepada Dharma Adyaksa Parisada, bertempat di kantor World Hindu Parisad Denpasar. Bahan diterima langsung Dharma Adyaksa, Ide Pedande Gde Sebali Tianyar Arimbawa, didampingi Wakil Dharma Adyaksa Ida Rsi Bujangga Hari Anom Palguna dan Ida Mpu Siwa Budha Dhaksa Darmita. Sabha Walaka yang ikut mendampingi penyerahan tersebut, Putu Wirata Dwikora (ketua), Dra. Gusti Ayu Sri Astuti, MSI(Sekretaris), Drs. Gede Rudia Adiputra, Mag (Wakil Ketua), dan beberapa Anggota Sabha Walaka seperti Ir. Made Amir, Ir. Nyoman Merta, Ketut Suyadnya, Drg. Puspaninghyun, dan Drs. Nyoman Nyamod.

Naskah resmi sudah dikirim ke Sabha Pandita sebelum Pasamuhan Sabha Pandita 9 April. Namun, tidak bisa dipaparkan dalam Pasamuhan Sabha Pandita, karena Sabha Walaka tidak diberi alokasi waktu untuk paparan. Karena itu untuk Paparan dan penyerahannya baru bisa dilakukan pada 21 April 2016, sebagai bentuk pertanggungjawaban Tim Riset kepada masyarakat. Ealam Pasamuhan Sabha Pandita 9 April lalu, jumlah titik suci yang disebut berjumlah antara 60 sampai 70 titik, terdiri atas Pura, Loloan/Sawangan, Muntig, Padang Lamun, sempat diungkap oleh Ide Pedande Gde Kerta Arsa dan Ida Mpu Siwa Budha Dhaksa Dharmita, sebelum akhirnya diputuskan bahwa Teluk Benoa adalah Kawasan Suci. Riset yang dilakukan selama enam bulan, disertai kajian sastra yang dilakukan ilmuwan Dr. Sugi B. Lanus, yang merujuk beberapa naskah, disertai wawancara langsung Tim dari Mahasiswa UNHI, dengan Pemangku Pura dan warga masyarakat pengempon pura.

Dharma Adyasa, Ide Pedande Sebali menyampaikan apresiasi dan penghargaan atas dedikasi Tim Planologi UNHI-ForBali, yang telah melakukan riset secara serius dan ilmiah, suatu kajian sosial budaya yang punya arti penting untuk menyikapi rencana pemerintah melakukan reklamasi di Teluk Benoa. Dharma Adhyaksa menegaskan, Sabha Pandita tidak dalam posisi menerima ataupun menolak reklamasi, tetapi memberikan masukan bahwa Teluk Benoa merupakan Kawasan Suci. Soal apa yang mau diputuskan pemerintah, silakan pemerintah melakukannya, tetapi mesti memperhatikan aspek sosial budaya dan nilai-nilai kesucian yang diyakini masyarakat, apalagi sudah diputuskan dalam Pasamuhan Sabha Pandita.

Ide Rsi Bujangga Anom Palguna, menyetujui pernyataan Dharma Adhyaksa, dan mengajak pemerintah memperhatikan aspirasi masyarakat, serta nilai-nilai kesucian dan kesakralan yang diyakini, baik oleh para pengempon pura dan titik suci di Kawasan Teluk Benoa maupun umat Hindu pada umumnya.

Selain merujuk pada kajian ilmiah serta bahan yang disampaikan melalui Sabha Walaka, Keputusan tentang Kawasan Suci Teluk Benoa juga merujuk rekomendasi Tim 9 Parisada, norma-norma Hindu tentang Sad Kertih, Tri Hita Karana, dan lainnya, Bhisama Parisada No. 11/I/Kep/PHDIP/1994 tentang Kesucian Pura, Perda Tata Ruang Prov. Bali, Perda Arahan Zonasi Sistem Provinsi Bali, dan Perda Tata Ruang Kab. Badung. Masukan-masukan Anggota Sabha Pandita dalam Pasamuhan, juga menjadi bahan yang memperkaya Keputusan.

Soal isu yang mencurigai bisa ada manipulasi Keputusan Sabha Pandita, dengan menambahkan kata ‘’Tolak Reklamasi Teluk Benoa’’ selain menetapkannya sebagai Kawasan Suci, dengan santai dibantah Dharma Adhyaksa. “Aneh juga kalau ada kecurigaan seperti itu, apalagi saya dengar yang dicurigai itu Sabha Walaka. Orang Keputusan Pasamuhan Sabha Walaka bulan Oktober 2015 sudah jelas merekomendasikan Telu Benoa sebagai Kawasan Suci, dan menyarankan Sabha Pandita tidak dibawa masuk pada pro-kontra reklamasi, bagaimana mungkin dicurigai akan memasukkan kata Tolak Reklamasi dalam Keputusan Sabha Pandita. Itu bisa menjadi fitnah, kalau sampai ada pikiran begitu,’’ imbuh Ide Dharma Adhyaksa. RED-MB