bendera indonesia

“Kami merasa tidak asing di sini, bahkan merasa seperti orang Indonesia sendiri,” kata Razafimanantsoa Hanitriniaina, Wakil Ketua Parlemen Madagaskar ketika berkunjung ke Indonesia pada 9 Februari 2015.

Bukan tanpa sebab Razafimanantsoa mengucapkan hal itu. Melainkan karena darah bangsa Indonesia mengalir di sebuah negeri yang berdiri di atas pulau terbesar keempat di dunia setelah Selandia Baru, Irian Jaya dan Kalimantan.

Berdasarkan sejumlah penelitian para antropolog, pulau yang berada di tenggara Benua Afrika itu pertama kali ditemukan dan dihuni oleh bangsa Nusantara pada zaman kerajaan Sriwijaya, atau kurang lebih 2.000 tahun sebelum masehi.

Pelaut Nusantara berlayar menjelajah Samudera Hindia sampai ke Madagaskar. Orang-orang Nusantara, yang kebanyakan perempuan dan sedikit laki-laki, bermigrasi untuk pertama kalinya pada 2.000 tahun sebelum Masehi dan terjadi kembali pada awal masehi.

Saat itu masih zaman kerajaan di Nusantara. Orang-orang Nusantara yang bermigrasi disebutkan memiliki peran dalam berdirinya Kerajaan Merina di Madagaskar.

Ahli sejarah Afrika Raymond Kent dalam bukunya “Early Kingdoms in Madagascar 1500-1700” memperkirakan dengan pasti adanya pergerakan manusia dalam jumlah besar, sukarela, dan bertahap dari Nusantara pada abad permulaan. Pergerakan besar yang dalam isitilah Malagasi (sebutan bahasa dan masyarakat Madagaskar) disebut “lakato” yang artinya “pelaut sejati”, nenek moyang bangsa Indonesia.

Para antropolog memperkirakan orang-orang Nusantara yang bermigrasi ke Madagaskar tidak hanya dari satu pulau, melainkan berasal dari banyak suku. Orang-orang Nusantara itu berkampung di Kalimantan, Sulawesi, dan juga Jawa. Mereka bermigrasi membawa diri, perbekalan, kultur budaya, bahasa, dan juga kepercayaan.

Ada sejumlah kesamaan dalam budaya dan kepercayaan masyarakat Madagaskar dengan budaya suku tertentu di Indonesia. Tokoh sastra Indonesia Suardi Tasrif dalam “Pasang Surut Kerajaan Merina” mengatakan kemungkinan kebudayaan Malagasi merupakan campuran kebudayaan di Indonesia.

“Mereka kemungkinan campuran dari ras Sumatra, Jawa, Madura, Sulawesi, atau orang-orang Indonesia Timur. Di sana, mereka berbaur membangun kebudayaan Malagasi,” ujar Tasrif.

Sebuah taman makam di Antananarivo, Ibu Kota Madagaskar, bentuknya tidak berbeda dengan makam yang ada di Tapanuli.

Masyarakat Madagaskar juga dikenal memberikan perhatian lebih jika mengalami kedukaan akibat meninggalnya seorang keluarga. Terdapat upacara pemindahan tulang belulang seperti yang dilakukan oleh masyarakat Kalimantan Tengah.

Dari segi bahasa, Madagaskar juga memiliki kemiripan lewat susunan aksara maupun pelafalan. Dalam Malagasi, sebutan bilangan dua hingga lima dilafalkan rua, telu, efat, dan limi. Mirip dengan bahasa Indonesia maupun bahasa daerah di Indonesia. Lantas kata anak, padi, mati, dan tembok, dalam Malagasi disebut anaka, maty, pary, dan tambuk.

Orang-orang Nusantara tidak sendirian di Madagaskar. Bangsa Afrika, Arab, dan India kemudian turut mendatangi pulau yang memiliki flora dan fauna unik nan endemik. Budaya pun berakulturasi disertai dengan darah yang bercampur dalam menghasilkan keturunan.

Hubungan dengan Indonesia Madagaskar meraih kemerdekaan pada 1960 ketika pemerintahan kolonial Prancis yang menjajahnya memberikan kemerdekaan. Melansir dari BBC, negara dengan nama Republik Madagaskar ini mengalami kejatuhan ekonomi pada 1982 yang kemudian timbul campur tangan IMF dalam program pembangunannya. Bank Dunia memperkirakan bahwa 92 persen masyarakat Malagasi hidup dengan biaya kurang dari 2 dolar AS per hari.

Negara yang terpisah dengan Benua Afrika ini memiliki keanakearagaman hayati dan hewani yang tak ada lagi di belahan dunia manapun selain di Madagaskar. Sekitar 90 persen dari binatang dan tumbuhan yang ada di Madagaskar adalah endemik. Lemur adalah mamalia yang sudah sangat melekat sebagai karakter dari Madagaskar. Sejumlah spesies hewan di negeri ini juga sudah dikategorikan sebagai hewan langka dan terancam punah.

Hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Madagaskar dimulai pada Desember 1974. Kesamaan budaya dan sejarah yang begitu kental antara Indonesia dan Madagaskar kian melekatkan kedua negara dalam berdiplomasi.

Indonesia sudah menempatkan seorang perwakilannya di Kota Antananarivo. Meski belum memiliki kesempatan untuk membuka kantor perwakilan Madagaskar di Indonesia, negara di tenggara Afrika ini sangat menginginkan hal itu secepatnya terwujud.

Berdasarkan informasi dari situs Kemlu.go.id, hubungan diplomatik Indonesia dengan Madagaskar sudah terjalin lewat beberapa kerja sama. Pada 2014 Indonesia telah mendatangkan tenaga ahli pertanian, perikanan, dan perminyakan dalam rangka konsultasi, pengajaran, peningkatan kapasitas dan pelatihan.

Indonesia memperkenalkan kedelai sebagai komoditas pangan baru yang memiliki nilai tinggi bagi rakyat Malagasi. Pembudidayaan kedelai ini dinilai cocok di Madagaskar. Lebih dari pelatihan pertanian, Indonesia juga menyumbangkan sejumlah traktor untuk membantu pertanian masyarakat Malagasi.

Selain itu, kerja sama kedua negara juga dilakukan di bidang lain seperti beasiswa dan perguruan tinggi.

Memang, kerja sama ekonomi kedua negara yang berketurunan sama ini belum terlalu signifikan. Untuk itulah pada Februari lalu delegasi Parlemen Madagaskar bertemu dengan Wakil Ketua DPR Fadli Zon serta Menteri Perdagangan Rahmat Gobel dan Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia.

Fadli Zon berharap, kunjungan delegasi Madagaskar ke Indonesia bisa mempererat tali kerja sama yang sudah terjalin selama 40 tahun.

“Ini kunjungan pertama mereka ke Indonesia. Sangat menggembirakan, meskipun secara ekonomi kerja samanya masih terbatas. Namun, kalau kita lihat secara historis dan budaya, kita memiliki hubungan masa lalu yang sudah berabad-abad lamanya. Kedatangan orang Indonesia ke Madagaskar sudah dimulai sejak zaman Sriwijaya. Apalagi banyak kosa kata bahasa kedua negara yang mirip,” ujar politikus Partai Gerindra itu.

Indonesia dan Madagaskar memang dipisahkan oleh bentangan Samudra Hindia, namun keduanya dilekatkan oleh darah keturunan dan historis beribu-ribu tahun lalu. Konferensi Asia Afrika 2015 di Jakarta dan Bandung pada 19-24 April 2015 tentu akan menjadi tali pengikat yang lebih erat untuk Indonesia dan Madagaskar. AN-MB