Oleh: A.A. Ngurah Eddy Supriyadinata Gorda.

Denpasar (Metrobali.com)-

Keberadaan gadget memang dapat memudahkan penggunanya untuk mendapatkan akses informasi dengan cepat terlebih dengan perkembangan media sosial yang begitu pesat. Meski demikian, tampaknya di masa pandemi seperti ini ada baiknya dilakukan “diet media sosial” dengan membatasi penggunaan gadget untuk mengakses media sosial.

Dalam beberapa bulan setelah munculnya novel
coronavirus disease atau Covid-19 di China, desas-desus menyesatkan dan teori konspirasi tentang asal-usul beredar di dunia. Rumor itu dipasangkan dengan ketakutan, rasisme, dan pembelian massal masker wajah, yang semuanya terkait erat dengan ekosistem “infomedia” baru dari abad ke-21 ditandai oleh media sosial.

Keunikan yang mencolok dari krisis ini adalah kebetulan dan viralitas secara virologi: tidak hanya virus itu sendiri yang menyebar dengan sangat cepat, tetapi juga informasi yang salah tentang wabah, sehingga menciptakan kepanikan di dalam masyarakat. Kepanikan media sosial berakselerasi lebih cepat daripada penyebaran Covid-19.

Informasi yang menyebar melalui media sosial dan tradisional, serta melalui lembaga pemerintah atau kesehatan, telah mencapai skala yang sangat besar, yang tentunya belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah
manusia. Hitungan kematian diikuti dengan cermat ketika naik, setidaknya untuk saat ini. Gambar dan cerita karantina ada di mana-mana.

Akibatnya, risiko kesehatan dari epidemi ini dibingkai sebagai menakutkan dan tidak terkendali, yang berkontribusi pada epidemi ketakutan. Ketakutan yang berlebihan tersebut pada akhirnya dapat memperlemah sistem imun dan meningkatkan risiko terpapar Covid-19.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Michael McCauley, Sara Minsky & Kasisomayajula Viswanath pada tahun 2013 menunjukkan bahwa terlalu banyak informasi, tidak seimbang atau disaring, berbahaya dan mengaburkan keputusan terkait kesehatan yang baik.

Dilansir Channel News Asia, dalam sebuah analisis tentang bagaimana penyebaran informasi yang salah dapat mempengaruhi penyebaran penyakit, para ilmuwan di East Anglia University (UEA) Inggris mengatakan bahwa setiap upaya yang berhasil menghentikan orang membagikan berita palsu dapat membantu menyelamatkan nyawa.

Selain ancaman kepanikan media sosial, tingginya interaksi dengan gadget karena terus berada di rumah dapat menaikkan ancaman ketergantungan/kecanduan terhadap gadget, terutama bagi anak-anak.

Dalam masa pandemi, gadget menjadi andalan para orangtua dan jadi bulan-bulanan anak menghabiskan waktu di rumah. Apalagi setelah WHO mengatakan game bisa membantu melepaskan stres dan menghibur anak-anak selama di rumah saja.

Bila tidak disiasati dengan cermat ketahanan keluarga dapat menjadi rapuh akibat intensitas penggunaan gadget yang tinggi. Hal tersebut ditandai dengan bergesernya budi pekerti, mulai melemahnya ikatan anggota keluarga, berkurangnya saling ketergantungan anggota keluarga dan minimnya waktu berinteraksi dengan anggota keluarga lainnya.

Beberapa fakta di atas mendorong perlu dikembangkan strategi tertentu dalam keluarga untuk memperkuat ketahanan keluarga menangkal dampak negatif teknologi tersebut.

1. Mengecek Sumber Informasi
Laju informasi yang semakin deras mendorong banyaknya muncul berita hoax dengan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Untuk menghindari penyebaran berita hoaks selama pandemi Covid-19 salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mencermati alamat situs berita atau sumber informasi yang kita dapat. Langkah yang satu ini penting dilakukan untuk mengetahui kebenaran isi dari informasi tersebut.

Dalam hal ini, dapat dilakukan dengan mencermati alamat URL situs tersebut. Biasanya situs yang belum terverifikasi sebagai media resmi banyak menggunakan domain blog. Jika ditemui hal itu, maka kebenaran informasi atau berita perlu dipertanyakan.

Dilansir dari portal resmi Kominfo, bahwa jika merujuk pada catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita. Dari jumlah, tersebut yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300. Dari data tersebut, dapat dipahami bahwa puluhan ribu situs belum mengantongi izin resmi sehingga berpotensi untuk menyebarkan berita hoaks.

Untuk itu, masyarakat harus membiasakan diri untuk memeriksa dan mengecek ulang sumber dari informasi yang dibagikan. Apabila situs yang digunakan tidak begitu jelas, maka perlu meragukan kebenaran informasi yang diberitakan. Lebih lagi jika berita tersebut menggunakan judul provokatif yang bersifat opini atau rumor.

Ketika menemui hal ini, sebaiknya informasi tersebut tidak disebarkan sehingga tidak menimbulkan kepanikan di masyarakat. Selain dengan mencermati situs berita tersebut berasal, narasumber yang dikutip dari suatu berita juga dapat digunakan sebagai indikator keakuratan informasi. Untuk mengecek kredibilitas narasumber yang pernyataannya dimuat dalam suatu pemberitaan, warga dapat mencari data diri seseorang melalui situs pipl.com.

Aplikasi berbasis web yang mengklaim dirinya sebagai mesin pencarian data diri terbesar di dunia ini dapat digunakan dengan memasukkan kata kunci berupa alamat email, nama pengguna media sosial, bahkan nomor telepon. Cara ini juga bisa digunakan dengan menggunakan search engine lain seperti Bing atau Google.

2. Alokasikan Waktu untuk Bermain Teknologi
Kebijakan belajar atau bekerja dari rumah (Work From Home) telah berlangsung lebih dari tiga bulan untuk menekan penyebaran pandemi virus corona di Indonesia. Kegiatan belajar dari rumah tersebut mengharuskan anak yang duduk di bangku sekolah menggunakan gadget tiap harinya, guna menunjang aktivitas belajar-mengajar.

Bahkan untuk meredam rasa bosan karena tidak diizinkan keluar rumah, biasanya orang tua memberikan akses kepada anak untuk menonton program kesukaan lewat video streaming seperti Youtube. Pilihan hiburan yang terbatas ketika berada di rumah, menjadikan gadget sebagai pilihan menarik untuk menghilangkan rasa bosan.

Artinya, durasi pemakaian gadget selama periode belajar dari rumah akan meningkat, karena selain digunakan sebagai alat untuk belajar gadget juga digunakan sebagai hiburan karena tidak bisa leluasa meninggalkan rumah.
Fakta demikian harus diwaspadai oleh orang tua, karena banyak bahaya “mengintai” ketika sering menggunakan gadget. Salah satu bahayanya ialah paparan radiasi yang dipancarkan oleh perangkat gadget itu sendiri.

Hasil penelitian di University of Leeds, Nottingham, University of Manchester, dan Institute of Cancer di London menyatakan bahwa saraf anak yang masih berkembang dan tulang tengkorak yang masih tipis membuat mereka rentan terkena radiasi ponsel. Penggunaan telepon selular di dekat kepala, dikhawatirkan akan menghancurkan sel otak anak.

Seorang dokter dari Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Toronto Kanada, Anthony Miller juga mengungkapkan hal serupa. Paparan frekuensi radio merupakan ancaman nyata bagi anak-anak yang dapat berdampak negatif pada fungsi otak anak. Misalnya, gangguan belajar dan penurunan fungsi kognitif. Beberapa masalah lain seperti kesulitan memusatkan perhatian, kesulitan belajar, gangguan tidur dan makan, serta obesitas juga bisa ditimbulkan akibat penggunaan gadget yang berlebihan.

Tidak hanya bahaya dari aspek kesehatan yang mengintai, dengan semakin intensnya anak melakukan kontak dengan gadget memperbesar peluang mereka untuk mengakses layanan yang tidak sesuai dengan usia mereka. Akses internet dan ponsel pintar yang tak terbatas pada tahap selanjutnya dapat memberi ruang bagi anak-anak untuk menampilkan perilaku yang berisiko.

Pembatasan penggunaan gadget menjadi salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghindari beberapa dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh gadget tersebut. Setelah sesi belajar selesai, orang tua dapat meminta anak untuk beristirahat sejenak dalam
menggunakan gadget. Jika memang tidak ada aktivitas lain, orang tua bisa memberikan kesempatan bagi anak untuk bermain menggunakan gadget lagi pada sore atau malam hari.

Namun  itu disertai dengan catatan, waktu penggunaannya tetap harus dibatasi. Jangan biarkan anak bermain gadget lebih dari satu jam. Perlu diketahui, sesungguhnya anak usia 2-5 tahun disarankan mengakses gadget hanya 1 jam per hari, itu pun sebaiknya untuk program yang berkualitas.

Oleh karena itu, peran orang tua dalam melakukan pengawasan menjadi sangat penting. Berdiam diri di rumah saja selama masa pandemi COVID-19 memang tidak mudah bagi siapa pun, termasuk anak-anak. Akan tetapi jangan biarkan situasi ini membuat anak kecanduan gadget.

Bahaya ini harus benar-benar diwaspadai karena tidak hanya mengintai anak tetapi juga orang dewasa, seiring dengan meningkatnya intensitas penggunaan gadget tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan aturan sederhana dalam menggunakan gadget selama berada di rumah. Berikut adalah beberapa aturan pembatasan sederhana “screen time” atau waktu menggunakan gadget yang bisa diterapkan di rumah.

Aturan Sederhana Pembatasan “Screen Time”
a) Tidak ada gadget sewaktu makan
Saat makan bersama ajarkan anak dengan memberikan contoh untuk tidak mengguankan gadget atau peralatan elektronik lainnya. Gunakan waktu makan bersama untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga lainnya. Tanamkan etika bahwa menggunakan gadget saat makan bersama adalah hal yang kurang sopan.

b) Tidak ada TV saat makan
Saat makan bersama matikan TV. Jangan gunakan latar belakang TV yang sedang menyala saat makan bersama. Hal ini akan mengalihkan perhatian anggota keluarga
saat sedang bersama.

c) Nonaktifkan semua teknologi pada waktu tertentu saat malam hari
Buat aturan pada jam tertentu di malam hari, semua peralatan elektronik dimantikan. Penggunaan gadget di malam hari dapat mengganggu waktu tidur. Manfaatkan waktu di malam hari untuk membaca buku atau bercakap-cakap dengan anggota keluarga lain.

d) Tidak ada TV di kamar tidur
Menempatkan TV di kamar, dapat mengganggu waktu tidur. Terlebih jika ditempatkan di kamar tidur anak, akan menyulitkan orang tua untuk mengontrol apa yang mereka tonton dan waktu yang mereka habiskan untuk menonton TV.

e) Letakkan komputer di area publik di rumah
Menempatkan komputer di area publik di rumah dapat melindungi anak dari berbagai macam ancaman kejahatan di dunia cyber. Hal ini akan memberikan rasa aman kepada orang tua karena dapat menjamin anak tidak mengakses konten yang kurang sesuai dengan usia mereka.

f. Orang tua wajib berteman dengan anak di media sosial
Dengan melakukan hal ini, orang tua dapat mengetahui dengan siapa saja anak bergaul dan berteman. Selain itu juga dapat mengontrol aktivitas anak di dunia maya.

g) Jangan memberikan informasi personal secara mendetail secara online
Untuk menghindari kejahatan di dunia maya, ada baiknya tidak memberikan informasi secara personal di dunia maya. Anak juga harus diberikan pemahaman mengenai hal ini, agar tidak sembarangan untuk memberikan informasi secara online.

3. Pahami Dasar-Dasar Teknologi
Untuk memaksimalkan peran orang tua dalam membangun ketahanan keluarga berkaitan dengan penggunaan teknologi, dasar-dasar penggunaan teknologi harus benar-benar dikuasai, bahkan lebih baik lagi bila orang tua lebih pintar dari anak dalam hal internet dan media sosial.

Selain dapat membimbing anak dalam menggunakan teknologi, terkait posting status, foto, video, share informasi, dll, orang tua dapat memberikan contoh secara langsung dengan cara posting hal-hal yang memberikan informasi bermanfaat.

4. Perkuat Fondasi Agama
Agama berperan penting sebagai filter bagi fenomena globalisasi yang kini hadir di setiap sudut geografis, sektor, dan lini kehidupan masyarakat. Diperlukan pemahaman agama yang tepat sekaligus pengamalan secara utuh dan konsisten, agar peran dan pengaruh agama dapat dirasakan untuk menangkal pengaruh negatif yang dapat datang dengan mudah melalui perantara media dan teknologi.

Hal ini merupakan tantangan, sekaligus peluang untuk dapat dengan cerdas memperluas pengetahuan dengan tetap berpegang pada aspek spriritual dan iman yang kokoh. Orang yang hidup tanpa iman dan takwa, seperti rumah tanpa fondasi dan akar yang kuat. Ia akan mudah rapuh, lapuk, dan bahkan tidak akan bisa melindungi orang yang menghuni rumah.

Begitupun iman dan takwa dalam diri manusia. Ia akan melindungi dari segala macam kesesatan, keterperukan, dan berbagai bencana lainnya dalam hidup manusia. Di tengah pandemi yang hingga saat ini masih menghantui kehidupan kita, diperlukan kewaspadaan dalam berbagai hal, termasuk penggunaan teknologi.

Jangan sampai teknologi yang seharusnya membantu kita justru berbalik menjaid boomerang dan menimbulkan masalah baru. Membangun ketahanan dalam hal penggunaan teknologi di lingkungan keluarga bisa menjadi perisai untuk menangkal semua pengaruh negatif yang muncul.