Penampakan Jelas Gunung Agung meski Diguyur Hujan
Ilustrasi- Gunung Agung

Karangasem, (Metrobali.com) –

Gempa tremor non-harmonic masih mengguncang Gunung Agung. Dalam laporan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) yang disusun oleh I Nengah Wardana mulai pukul 12.00 WITAhingga pukul 18.00 WITA hari ini, Jumat 13 Oktober 2017, setidaknya satu kali gempa tremor non-harmonic dirasakan dengan amplitudo 4 mm dan durasi 110 detik.
Sementara itu, dalam 12 jam terakhir mulai pukul 06.00 WITA hingga pukul 18.00 WITA, untuk gempa vulkanik dangkal terekam sebanyak 111 kali, gempa vulkanik dangkal sebanyak 236 dan tektonik lokal 22 serta tektonik jauh 1 kali.
Kemarin selama 24 jam, 7 kali gempa tremor non-harmonic mengguncang Gunung Agung. Meski hari ini gempa tremor menurun, namun tetap waspada. Sebelumnya, Kepala Sub Bidang Mitigasi Pemantauan Gunung Api Wilayah Timur PVMBG, Devy Kamil‎‎ menjelaskan, ‎tremor non-harmonic sering juga disebut spasmodic burst atau spasmodic tremor. “Dia adalah rentetan beberapa gempa vulkanik di mana satu gempa muncul sebelum gempa sebelumnya selesai. Secara fisis merefleksikan aliran fluida magmatik (gas, liquid atau solid),” kata Devy.
Menurutnya, di dunia tak melulu semua tremor seperti ini diikuti letusan. Kecuali, kalau terjadi secara terus menerus.‎ “Manifestasi permukaan bisa hanya berupa pelepasan gas atau asap ke permukaan,” jelas dia.
Tremor harmonik, Devy melanjutkan, bisa terjadi jika aliran fluida mengakibatkan bergeraknya conduit dan membuat resonance effect atau efek resonansi.‎
Diakui Devy, tremor terus menerus (non-harmonic) sering menjadi penanda terakhir sebelum letusan. “Tremor menerus (non-harmonic) biasanya menjadi penanda terakhir sebelum letusan terjadi,” tutur Devy. Biasanya, hal itu terjadi berkaitan dengan penghancuran sumbat penutup kawah. Kendati begitu, ‎Devy berharap manifestasi di permukaan hanya berupa gas dan asap saja. “Jadi, tekanan di bawah perut Gunung Agung cepat habis,” harapnya. (Laporan Bobby Andalan)