Foto : Ketua DPW JPKP (Jaringan Pendamping Kebijakan dan Pembangunan) Bali Eka Budiyasa

Denpasar (Metrobali.com)-

JPKP (Jaringan Pendamping Kebijakan dan Pembangunan) Bali mendukung berbagai langkah dan program strategis Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) dalam meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan termasuk kualitas SDM para pelaut baik pelaut kapal pesiar, kapal ikan maupun kapal niaga. Hal itu juga sebagai wujud menguatkan kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadikan Indonesia sebagai negara poros maritim dunia.

“Kami siap mengawal, mendukung dan bersinergi dengan KPI untuk menguatkan perlindungan, kesejahteraan termasuk kualitas SDM para pelaut. Sebab pelaut yang berdaya saing kuat juga salah satu kunci mewujudkan Indonesia sebagai negara poros maritim dunia, sebagai bagian Nawacita Jokowi,” kata Ketua DPW JPKP (Jaringan Pendamping Kebijakan dan Pembangunan) Bali Eka Budiyasa di sela-sela peringatan Hari Pelaut Sedunia (Day of Seafarer) di Bali Seafarers Center, Istana Taman Jepun, Denpasar, Minggu (24/6/2018).

Dari pengamatan JPKP pihaknya mengamini perlindungan terhadap pelaut sejauh ini masih lemah. Masih sering ditemukan praktik eksploitasi, perdagangan orang (human trafficking) dan perbudakan khususnya kepada pelaut atau ABK (Anak Buah Kapal) di kapal ikan terutama mereka yang bekerja di luar negeri.

Kualitas SDM pelaut juga belum sepenuhnya diperhatikan pemerintah. Misalnya banyak pelaut ABK kapal ikan yang tingkat pendidikannya hanya tamat SD. Tidak pula ada kepedulian serius pemerintah meningkatkan skill dan memberikan pelatihan para ABK ini.

Di sisi lain kualitas SDM di kapal pesiar juga perlu ditingkatkan dan mendapatkan campur tangan pemerintah. Harapannya agar pelaut Indonesia mampu menempati posisi-posisi strategis di level manajemen atau officer di atas kapal pesiar.

“Pemerintah harus memfasilitasi penguatan SDM di bidang kemaritiman  sebagai bagian Nawacita Jokowi. Sebab yang menjadi penyangga utama perekonomian kemaritiman kita,” kata pria lulusan Magister Manajemen Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) tersebut.

Untuk itu, JPKP juga mendorong pemerintah agar segera meratifikasi konvensi-konvensi internasional terkait perlindungan tenaga kerja pelaut dan upaya peningkatan kualitas SDM. Sebab banyak aturan internasional yang belum diratifikasi pemerintah Indonesia. Misalnya konvensi-konvensi mengenai sertifikasi khusus pelaut kapal ikan, konvensi 188 terkait perlindungan pekerja di sektor perikanan, Cape Town Agreement mengenai keselamatan kapal perikanan, konvensi pengupahan pelaut dan sebagainya.

“Selama ini pemerintah Indonesia selalu terlambat meratifikasi konvensi tersebut. Maka JPKP bersama KPI akan mendorong pemerintah segera meratifikasi aturan-aturan internasional yang harus diberlakukan terhadap pelaut Indonesia. Termasuk MLC (Maritime Labour Convention)  2006 belum semuanya diratifikasi salah satunya tentang pengupahan,” kata Eka Budiyasa.

Ia menambahkan jika pemerintah sudah meratifikasi berbagai konvensi internasional tersebut maka instansi atau kementrian terkait bisa melakukan berbagai budaya strategis untuk peningkatan kemampuan SDM kemaritiman. Di sisi lain KPI juga akan bisa lebih leluasa bergerak menjalan program strategis.

“Posisi KPI sangat strategis. Ada berbagai kebijakan yang diamanatkan secara internasional sudah diadopsi dan dijalankan oleh KPI. Tapi sayangnya pemerintah Indonesia terlalu lambat meratifikasi,” katanya.

Jika pemerintah tidak memberikan perhatian serius pada peningkatan kualitas SDM pelaut dan meratifikasi berbagai konvensi internasional tersebut maka dikhawatirkan tenaga kerja kemaritiman Indonesia kalah bersaing dengan negara lain seperti India dan Vietnam yang mulai berkembang pesat. Kondisi itu tentu akan mempermalukan Indonesia yang mendeklarasikan diri menjadi negara poros maritim.

“Ada Vietnam dan India yang akan segera menyalip Indonesia dalam hal penyediaan tenaga kerja kepelautan atau maritim. Ini sangat memalukan kita. Sebab Indonesia bisa menjadi supplier utama dan paling kuat tenaga kerja kemaritiman,” tandas Eka Budiyasa.

Pewarta : Widana Daud

Editor     : Whraspati Radha