Rohaniawan Hindu Dituntut 16 Bulan Penjara
Denpasar (Metrobali.com)-
Rohaniwan Hindu atau “pemangku” dituntut hukuman penjara selama 16 bulan akibat kedapatan menyimpan sabu-sabu seberat 0,23 gram.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Denpasar, Rabu, terdakwa I Kadek Swandika Wijaya (33) dijerat dengan Pasal 112 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
“Terdakwa terbukti memiliki, menyimpan, dan menguasai barang narkotika golongan I,” kata Jaksa Penuntut Umum Fitria Candrawati.
JPU menganggap perbuatan terdakwa bertentangan dengan upaya pemerintah yang sedang gencar-gencarnya melakukan pemberantasan berbagai jenis narkoba.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Anak Agung Ketut Anom Wirakanta itu terungkap bahwa terdakwa ditangkap polisi di Jalan Ceko Maria, Denpasar, pada 29 September 2013 sekitar pukul 00.30 Wita karena kedapatan menyimpan sabu-sabu seberat 0,23gram.
Penangkapan itu berawal laporan dari masyarakat bahwa seorang pemangku sedang menggunakan sabu. Saat diinterogasi Swandika mengaku membeli barang haram itu seharga Rp1,7 juta dan dimasukkan ke dalam bungkus plastik yang diletakan di saku celana depan.
Sebelum tertangkap, terdakwa membeli sabu-sabu itu bersama dengan temannya, Gede Putra Widarsa, berboncengan menggunakan sepeda motor menuju kos temannya di Desa Padangsambian, Denpasar.
Terdakwa mengakui membeli sabu-sabu tersebut dari Lengkong yang kini masih buron. Namun, berdasarkan hasil tes urine terdakwa positif pengguna sabu-sabu jenis “metafethamina”.
Terdakwa yang selama persidangan tidak didampingi penasihat hukum itu tidak akan menyampaikan nota pembelaan pada sidang berikutnya. AN-MB
3 Komentar
Sebagai umat Hindu saya merasa keberatan dengan judul berita ini. Yang menggunakan sabu-sabu itu adalah orangnya (oknum), bukan pemangkunya. Seorang pemangku mestinya bebas dari “PancaMa.” Namun, ini juga menjadi bahan refleksi bagi para pemangku-pemangku lain.
Setuju dengan Pak Wayan Suja, seharusnya orang yang sudah malang melintang dalam hal jurnalistik bisa membuat judul yang lebih baik, jangan hanya mengandalkan idealisme perut terisi saja, yang pentig berita laku tidak perduli dengan tulisannya. Takutnya orang membaca dari judulnya dan langsung menarik kesimpulan, bukan dari deskripsi beritanya.
Bahasa jurnalisnya sangat menyinggung perasaan umat hindhu ,,’ROHANIAWAN HINDHU’ saya sangat setuju jika di sebut ‘OKNUM’saja ..zaman sekarang serba bebaas berekpresi termasuk juga kebebasan pers tapi alangkah baiknya pers bisa mendidik Dan bisa memberi media pencerahan bagi masyarakat kita ,jgan asal membuat berita tanpa narasumber yg jelas atau hanya mementingkan nilai jual berita tsb.