jokowi 2

Jakarta (Metrobali.com)-

Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah membentuk Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman guna mengawal potensi maritim di seluruh Tanah Air, yang sangat memungkinkan membuat Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia.

Presiden Jokowi menunjuk Indroyono Soesilo sebagai Menteri Koordinator bidang Kemaritiman. Ia sebelumnya Direktur Sumber Daya Perikanan dan Akuakultur Organisasi Pertanian dan Pangan (FAO) PBB, dan seorang doktor yang kaya pengalaman bidang kelautan.

Presiden bertekad mengembalikan kejayaan maritim bangsa Indonesia. Untuk itu, ia menyerukan kepada bangsa Indonesia agar bekerja keras karena maritim merupakan masa depan negara.

“Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, memunggungi selat dan teluk, kini saatnya kita mengembalikan semuanya sehingga ‘Jalesveva Jayammahe’, di laut justru kita jaya, sebagaimana semboyan nenek moyang kita di masa lalu, bisa kembali lagi membahana,” kata Presiden.

Tekad Presiden ke-7 RI ini disambut baik sejumlah kalangan karena selama ini pembangunan di Indonesia terlalu berorientasi ke darat. Dengan adanya tekad itu maka Indonesia yang sejak lama dipahami sebagai negara kelautan atau maritim benar-benar terwujud.

Perwujudan negara maritim ini menjadi sangat penting jika dikaitkan dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pertahanan dan mempertahankan negara kesatuan RI (NKRI).

Makin Strategis Sharif C. Sutardjo selaku Ketua Harian Dewan Kelautan Indonesia (DEKIN) menilai bahwa ke depan ekonomi kelautan makin strategis seiring pergesaran pusat kegiatan ekonomi dunia dari poros Atlantik ke poros Pasifik.

Hampir 70 persen dari total perdagangan dunia berlangsung di kawasan Asia-Pasifik, dan 75 persen dari barang-barang yang diperdagangkan ditransportasikan melalui laut Indonesia seperti Selat Malaka, Selat Lombok, dan Selat Makassar.

Tak hanya sektor ekonomi, bahkan saat ini terjadi dinamika pusaran maritim dunia yang ditandai dengan berpindahnya pertarungan kekuatan “global sea power” dari Samudra Pasifik ke Samudra Hindia.

“Secara geostrategis kita berada di tengah keduanya. Walaupun bergeser, peran Samudra Pasifik sebagai samudra terbesar di dunia akan tetap menjadi perhatian kekuatan maritim dunia untuk tetap dapat menjaga kepentingan mereka terhadap akses baik secara militer, ekonomi, dan terutama melalui pendekatan politik dari kedua samudra tersebut,” kata Sharif.

Karena itu, menurut Sharif, agenda makro maritim harus disesuaikan dengan dinamika perubahan dari kedua samudra tersebut. Setidaknya, terdapat tiga agenda makro maritim.

Pertama, agenda perencanaan pembangunan maritim yang mengintegrasikan dinamika Samudra Hindia dan Pasifik. Kedua, agenda penyelesaian tata ruang laut nasional. Ketiga, aransemen kelembagaan yang mengintegrasikan seluruh proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan maritim.

Bangkitkan Kejayaan Sejumlah pakar menyatakan Poros Maritim yang digagas Presiden Jokowi jika diimplementasikan secara serius dan konsisten akan mampu membangkitkan kejayaan dunia maritim Indonesia yang sejak dahulu kala sudah sangat terkenal.

Apalagi jika Poros Maritim itu berbasis Jalur Rempah, maka diyakini akan menghidupkan kawasan Indonesia bagian timur dan pulau-pulau yang selama ini terpinggirkan.

Pakar sosiologi dari Universitas Indonesia (UI) Thamrin Amal Tomagola mengapresiasi rencana Jokowi membangun Poros Maritim. Dia menegaskan, sesungguhnya potensi dan kekayaan laut perlu digarap serius untuk meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat sekitar laut.

“Jika ‘tol laut’ yang akan dibangun itu dari Merauke ke Sabang, maka Papua akan makin maju. Juga akan muncul kota-kota poros baru seperti Makassar di Sulsel dan Manado di Sulut,” kata Thamrin.

Ia mengusulkan kepada Jokowi untuk membangun pusat-pusat pendidikan kemaritiman di walayah Indonesia bagian timur, seperti di Universitas Pattimura. Di Manado juga bisa dikembangkan lembaga pendidikan yang khusus untuk mengembangkan sektor perikanan.

Dia menambahkan, di wilayah Balikpapan (Kalimantan Timur) yang dikenal sebagai penghasil minyak, harus dibangun tempat untuk mengisi bahan bakar minyak (BBM) bagi kapal-kapal yang bergerak ke timur.

Ketua Yayasan Archipelago Solidarity Engelina Pattiasina menegaskan, para pemimpin terlalu terlena dengan perspektif pembangunan berbasis daratan dan telah melupakan pembangunan lautan sehingga masyarakat yang tinggal di pulau-pulau dekat lautan menjadi miskin.

Padahal, kata dia, wilayah sekitar mereka sangat kaya, namun kurang diberdayakan.

Sementara ahli kemaritiman dari Universitas Pattimura James Abraham mengatakan, sudah saatnya laut menjadi subjek pembangunan dan Poros Maritim yang digagas Jokowi harus didukung.

“Sebab kekayaan laut kita luar biasa, terutama di wilayah timur, jika dimaksimalkan akan menjadi aset Indonesia untuk beberapa tahun lamanya,” katanya.

Wilayah Maluku, Maluku Utara, dan provinsi di kawasan timur lainnya bisa menjadi lumbung ikan nasional dan hal ini sangat memungkinkan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk.

Sedangkan pakar kelautan Yance Z Rumahuru dari STA KPN Ambon mengatakan, konsep Poros Maritim yang digagas Jokowi sangat tepat dan sudah waktunya direalisasikan.

“Kita butuh kesadaran budaya maritim dan kini saatnya dibangkitkan mengingat potensi laut kita sangat melimpah,” katanya. AN-MB