Ketua Dewan Supriatna : Kami Apresiasi Aksi Aspirasi Mahasiswa Tidak Anarkis

Buleleng, (Metrobali.com)

Perwakilan empat organisasi kepemudaan mahasiswa Kabupaten Buleleng, diantaranya HMI Cabang Singaraja, PC KMHDI Buleleng, PC IMM, dan PC PMII pada Jumat, (9/10/2020) sekitar Pukul 10.00 Wita mendatangi gedung terhormat DPRD Buleleng yang diterima langsung Ketua DPRD Kabupaten Buleleng Gede Supriatna, SH. Kedatangan ke empat organisasi kepemudaan ini, guna menyampaikan pernyataan sikap terkait RUU Cipta Kerja.

Dalam pernyataan sikap yang ditanda tangani
Ketua Umum HMI Cabang Singaraja Bayu Angga S, Ketua Umum PC KMHDI Buleleng Putu Esa Purwita, Ketua Umum PC IMM Buleleng Damurrosysyim dan Ketua Umum PC PMII Buleleng Ahmad Fanani menyebutkan bahwa terlepas dari pada tekanan dari berbagai elemen pihak yang menolak dengan tegas Omnibus Law Cipta Kerja. DPR-RI dan Pemerintahan-RI seakan-akan menutup mata dan telinga terhadap aspirasi dan suara rakyat dengan memilih jalan untuk tetap mengesahkannya sebagai Undang-Undang. Hal ini dirasa sangat terburu buru dan dibuktikan dengan tidak adanya jeda antara rapat panitia kerja yang diadakan pada hari sabtu kemarin (3 oktober 2020) dengan rapat pembahasan tingkat 1 yang diadakan pada hari yang sama.

Ironisnya, RUU Cipta Kerja yang awalnya diperkirakan akan disahkan pada Paripurna yang akan digelar pada hari Kamis tanggal 8 oktober 2020 pun dipercepat pengesahannya pada hari Senin kemarin tanggal 5 oktober 2020.

Undang-undang Cipta Kerja memperlonggar perijinan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). UU baru mengelompokkan risiko ke dalam tingkatan rendah, sedang, dan tingkat kesulitan perijinan disesuaikan dengan tingkatan risiko tersebut. Namun, tidak secara spesifik klasifikasi dijelaskan. Hal ini akan rawan terhadap penyalahgunaan yang dampaknya akan semakin merusak lingkungan alam Indonesia untuk alasan industrialiasi. Alih-alih peduli terhadap lingkungan yang akan diwariskan ke generasi berikutnya, jika lingkungan kita rusak maka generasi muda akan menanggung akibatnya di masa yang akan datang.

Undang-undang cipta kerja juga mengebiri hak pekerja di Indonesia. Dengan adanya UU ini pekerja alih daya (outsourcing) yang sebelumnya hanya diperuntukan bagi pekerjaan supporting (bukan pekerjaan inti perusahaan) namun sekarang dibolehkan untuk semua jenis pekerjaan. Selain itu, pekerja alih daya tidak memiliki batasan waktu maksimal dan memungkinkan seorang pekerja menjadi pekerja kontrak seumur hidup. Sehingga, hak seorang pekerja untuk menjadi pekerja tetap makin mengalami ketidakpastian.

Dalam sistem pengupahan juga terjadi perombakan yang sebelumnya menggunakan UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) dan UMSK (Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota) adapun Upah minimum Provinsi (UMP) dan Upah minimum Sektoral Provinsi (UMSP) adalah acuan terendah bagi pengupahan di level Kabupaten/Kota. Namun sekarang, gubernur menjadi penentu pengupahan dan upah kabupaten/kota dapat diberlakukan dengan berbagai syarat. Hal ini bisa menjadi alasan golongan pemilik modal menotong hak pekerja.

Berangkat dari permasalahan tersebut kami menilai UU Omnibus Law Cipta Kerja ini telah membuka celah dan peluang untuk eksploitasi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia secara brutal demi kepentingan Oligarki. Begitu juga keresahan masyarakat terkait dengan disahkannya Omnibus Law Cipta Kerja dan sebagai upaya untuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Dengan ini, kami Organisasi Kepemudaan Di Kapbupaten Buleleng menyatakan sikap dan tegas,

1. Menolak UU Cipta Kerja yang di sahkan oleh DPR-RI dan Pemerintahan-RI karena dianggap tidak melibatkan pertisipasi publik dan telah menciderai prisnsip Demokrasi.

2. Bahwa DPR-RI telah gagal menjalankan fungsinya sebagai representasi Rakyat dalam menyuarakan aspirai dan suara rakyat.

3. Bahwa pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja pada 05 Oktober 2020 telah mengganggu stabilitas Nasional.

4. Bahwa kegaduhan akibat pengesahan UU Cipta Kerja tidak sejalan dengan komitmen pemerintah dalam usaha pemulihan kondisi nasional akibat Covid-19.

5. Bahwa UU Cipta Kerja dinilai tidak berpihak pada kesejahteraan Rakyat dan bukan hanya berpotensi meresahkan, tetapi harus digagalkan karena bertentangan dengan Pancasila sila ke-5 dan Pembukaan UUD 1945 alenia ke-4.

6. Mendorong dan menyatakan dukungan secara penuh bagi akademis dan koalisi masyarakat sipil untuk mengajukan Judicial Review kepada Mahkamah Konstitusi.

7. Mendorong dan mendesak Pemerintah untuk mengeluarkan Perppu dalam rangka membatalkan UU Cipta Kerja yang telah disahkan.

“Berdasarkan hal-hal tersebut kami menyatakan dukungan dengan penuh terhadap gerakan penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja dengan tetap memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku. Serta, mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mengawal laju pemerintah ditengah kondisi pandemi COVID-19 yang tidak menentu ini.” tutupnya.

Terhadap hal ini, Ketua DPRD Kabupaten Buleleng Gede Supriatna secara tegas menyampaikan apresiasinya atas aksi aspirasi yang dilakukan Organisasi Kepemudaan Kabupaten Buleleng. Sehingga DPRD Buleleng siap untuk meneruskan aspirasi para mahasiswa yang menyatakan menolak disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja Omnibus Law ke pihak terkait.

“Sebagai lembaga perwakilan rakyat, kami sudah barang tentu akan menindaklanjuti apa yang menjadi aspirasi para mahasiswa.” ujarnya.

Supriatna juga mengungkapkan bahwa dirinya itu belum membaca secara utuh tentang omnibus law ini. Namun demikian dari isu-isu yang muncul dapat dipahami, bahwa ada hal-hal yang perlu menjadi penekanan dan juga dirasa belum riggid yang mungkin bisa merugikan pihak perkerja, lingkungan maupun hal lainnya.

“Kami sangat mengapresiasi terhadap apa yang dilakukan oleh para mahasiswa dengan datang langsung ke Gedung DPRD Buleleng dan melakukan audiensi, tanpa harus bertindak anarkis.” ucap Supriatna.

Menurutnya hal ini merupakan sikap yang positif, bagaimana menyikapi persoalan tentang berbangsa dan bernegara, tentang menyikapi aturan-aturan. tetapi selama itu dilakukan dengan baik dan menunjukkan intelektual sebagai mahasiswa, tentu saja masyarakat akan mendukung.

“Terkait tuntutan yang disampaikan oleh perwakilan Organisasi Mahasiswa yakni Bayu Angga Saputra selaku Ketua Umum HMI Cabang Singaraja yang menyatakan bahwa pengesahan UU Cipta Kerja dirasa tidak ideal dan tidak etis rasanya hal tersebut ditetapkan di masa pandemic, dan dirasa seakan seperti kucing-kucingan. Ini dikarenakan draf rancangan Undang-Undang tersebut sampai sekarang belum turun sehingga kami beranggapan bahwa Pemerintah dan DPR-RI belum siap untuk mengesahkan Undang-Undang tersebut. Hal ini juga akan ditindak lanjuti” tandas Supriatna. GS