Denpasar (Metrobali.com)-

Pengamat politik Gusti Putu Artha menyarankan para caleg supaya lebih kreatif menerjemahkan berbagai jenis kampanye jika benar-benar ingin terpilih pada Pemilu 2014.

“Saya melihat sejak awal konstruksi Undang-Undang No 8 Tahun 2012 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD itu ‘banci’ sehingga menurun dalam Peraturan KPU No 15 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu Legislatif,” katanya di Denpasar, Minggu (22/9).

Menurut mantan anggota KPU itu, caleg harus lebih kreatif karena berdasarkan peraturan KPU tentang kampanye tersebut, salah satunya berisi ketentuan bahwa baliho hanya diperuntukkan bagi parpol satu unit di setiap desa/kelurahan.

Pada baliho itu memuat informasi nomor dan tanda gambar parpol dan/atau visi, misi, program, jargon, foto pengurus parpol yang bukan calon anggota DPR dan DPRD.

“Saya menilai UU Pileg hingga peraturan KPU banci karena mengatakan peserta pemilu itu parpol, tetapi nantinya pemilih mencoblos nama caleg. Sungguh ganjil, pada baliho tidak boleh berisi foto caleg hanya diizinkan logo parpol, padahal calonnya yang akan dicoblos,” ujar.

Ia berpendapat bahwa kalau UU dan peraturan KPU mempunyai “jenis kelamin” yang sama, maka yang dicoblos itu gambar parpol dan yang kampanye itu juga parpol.

“Solusi menghadapi kondisi aturan demikian, maka para caleg jangan berhenti pada aturan normatif jika ingin berhasil duduk di legislatif. Para caleg mestinya rajin bertemu publik dan menggelar ‘simakrama’ (temu wicara) untuk menarik simpati mereka,” ujarnya.

Putu Artha tidak memungkiri pembatasan baliho juga menyimpan nilai positif supaya kampanye tidak terkesan ‘jor-joran’ antara satu caleg dengan caleg lainnya.

“Pembiayaan kampanye yang terlalu besar, ujung-ujungnya nanti bisa melakukan korupsi ketika sudah berkuasa,” katanya.

Selain pemasangan baliho, alat peraga lainnya yang diatur pemasangannya berdasarkan PKPU Nomor 15 Tahun 2013, pasal 17 juga menyangkut bendera dan spanduk.

Khusus untuk spanduk, dapat dipasang oleh parpol dan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD dengan ukuran maksimal 1,5×7 meter hanya satu unit pada satu zona atau wilayah yang ditetapkan oleh KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota bersama pemerintah daerah. AN-MB