Prof Nanat Fatah Natsir 1

Jakarta (Metrobali.com)-

Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Prof Nanat Fatah Natsir mengatakan keputusan DPR yang menyetujui Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) dengan pemilihan melalui DPRD mencerminkan kehendak rakyat.

“Keputusan DPR sudah tepat karena mencerminkan suara rakyat yang menghendaki pilkada gubernur dan bupati/wali kota melalui DPRD,” kata Nanat Fatah Natsir dihubungi di Jakarta, Jumat (26/9) Mantan Rektor UIN Bandung itu mengatakan ke depan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus lebih optimal dalam mengawasi pemilihan kepala daerah di DPRD agar tidak terjadi politik uang dan transaksi jual beli suara.

Menurut Nanat, politik uang di DPRD akan merugikan rakyat yang telah memercayakan suaranya kepada anggota legislatif.

Nanat menilai pemilihan melalui DPRD juga dapat menghemat banyak biaya yang selama ini harus ditanggung APBN.

“Kita dapat menghemat uang negara Rp80 triliun. Itu belum menghitung uang yang dikeluarkan para kandidat dan rakyat saat masa kampanye,” tuturnya.

DPR akhirnya menyetujui RUU Pilkada untuk disahkan menjadi undang-undang dengan pemilihan dilakukan oleh DPRD. Keputusan itu diambil melalui voting setelah musyawarah yang beberapa kali diskors untuk lobi antarfraksi tidak mencapai kata mufakat.

Sidang paripurna DPR untuk menyetujui RUU tersebut berjalan cukup alot dan berlangsung hingga dini hari.

Fraksi Partai Demokrat sempat mengusulkan pemilihan langsung dengan 10 persyaratan, salah satunya adalah calon kepala daerah diseleksi terlebih dahulu di DPRD.

Usulan itu disambut positif beberapa fraksi yang bergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat seperti Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Hanura da Fraksi PKB.

Namun, fraksi-fraksi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih menilai usulan persyaratan dari Fraksi Partai Demokrat itu terlambat karena seharusnya disampaikan saat pembahasan tahap pertama di tingkat panitia kerja. Paripurna tidak mungkin bisa memasukkan usulan itu ke dalam draft RUU.

Fraksi PAN bahkan menyatakan bahwa lobi sebelumnya sudah menyepakati akan dilakukan voting dengan dua opsi, yaitu pemilihan langsung atau melalui DPRD. Fraksi Partai Demokrat hanya diberi kesempatan untuk menyampaikan pandangan saja, tanpa ada penambahan opsi menjadi pemilihan langsung bersyarat.

Ketika terjadi hujan interupsi menanggapi usulan Fraksi Partai Demokrat, Ketua Sidang Priyo Budi Santoso kemudian memutuskan pembahasan akan dilanjutkan dengan voting dan mengetuk palu.

Sikap Priyo itu kemudian menyulut hujan interupsi semakin banyak. Aria Bima dari Fraksi PDI Perjuangan dan Abdul Kadir Karding dari Fraksi PKB meminta keputusan itu ditarik kembali. Suasana menjadi semakin ricuh ketika sejumlah anggota DPR mendekati meja pimpinan sidang untuk menyampaikan protes.

Priyo kemudian memutuskan sidang diskors kembali untuk dilakukan lobi. Ketika skors dicabut, Fraksi Partai Demokrat diberi kesempatan menyampaikan pendapat.

Pada kesempatan itu, Fraksi Partai Demokrat menyatakan ingin bersikap netral dan akhirnya memutuskan keluar dari persidangan atau “walk out”.

Keputusan akhirnya diambil dengan suara terbanyak dan memutuskan pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD. AN-MB