jokowi 6

Jakarta (Metrobali.com)-

Pengamat politik Universitas Paramadina Putut Widjanarko menilai Presiden Joko Widodo masih mencari pola untuk komunikasi politik selama masa 100 hari pemerintahannya bersama Jusuf Kalla.

“Saat masih menjadi wali kota dan gubernur, Jokowi terlihat aktif, action. Itu membuat kita tahu dia bekerja, ‘genuine’. Ketika debat, pakai jas, kita merasa ‘he is not at home’,” kata Putut Widjanarko di Jakarta, Senin (26/1).

Putut menilai Jokowi bukan orang yang bisa melakukan komunikasi politik secara verbal dengan baik. Oleh karena itu, Jokowi masih harus belajar.

Saat mengikuti debat calon presiden, tim sukses masih bisa memandu apa yang harus dia lakukan dan sampaikan. Namun, saat menjadi presiden, hal itu sudah tidak bisa dilakukan.

“Misalnya, saat berbicara tentang masalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri,” ujarnya.

Putut Widjanarko menjadi pembicara dalam Diskusi Publik “Evaluasi 100 Hari Pemerintahan Jokowi-JK” yang diadakan Paramadina Graduate School of Communication di Kampus Paramadina, Jalan Sudirman Jakarta.

Selain Putut, pembicara lain adalah juru bicara Koalisi Merah Putih (KMP) Nurul Arifin, politikus PDI Perjuangan Effendi Simbolon dan mantan Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto.

Dalam diskusi yang dipandu moderator pengamat komunikasi politik Universitas Paramadina Eka Wenats, Nurul Arifin mengatakan bahwa Jokowi belum mampu menjadi panglima pemerintahan. Hal itulah yang menjadi penyebab kisruh di pemerintahannya dalam waktu tiga bulan pertama.

“Banyak intervensi, bukan hanya dari partai Pak Jokowi sendiri, melainkan dari partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Dengan gaya dan kemampuannya, kita berharap Pak Jokowi bisa menjadi panglima pemerintahan,” tuturnya.

Menurut Nurul, Jokowi terlihat kesulitan bekerja sama dengan koalisi pendukungnya. Justru, ada kabar bahwa Jokowi lebih mudah bekerja sama dengan KMP.

Senada dengan Nurul, Effendi Simbolon juga menilai Jokowi belum siap menjadi presiden. Banyak hal yang dia tangani sendiri, padahal seharusnya cukup dikerjakan oleh menteri maupun staf-stafnya.

“Ada masalah, belum porsinya menangani, tetapi sudah mengundang sana-sini. Beliau mendegradasi wibawanya sendiri. Seharusnya, biarkan saja, misalnya Menkopolkam yang menangani. Selain itu, orang-orang Jokowi banyak yang tidak kompeten dan membawa pengaruh buruk,” ujarnya.

Namun, Effendi menegaskan bahwa publik harus memberi kesempatan kepada Jokowi untuk memperbaiki kekurangannya. Kekurangan yang terlihat selama 100 hari pertama masih bisa diperbaiki.

Sementara itu, Bibit Samad Riyanto mengatakan bahwa salah satu permasalahan bangsa ini adalah degradasi moral sehingga korupsi masih sering terjadi.

“Kalau korupsi disebut sudah tidak ada, mengapa masih ada koruptor yang ditangkap KPK? Selain itu, mafia hukum juga masih terjadi meskipun tidak seperti yang terjadi di Italia,” tuturnya.AN-MB