Jakarta (Metrobali.com)-

Bagaikan disambar petir, seluruh rakyat Indonesia terkaget-kaget mulai hari Rabu (2/10) malam ketika seorang pejabat tinggi negara setingkat presiden telah tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK dengan tuduhan menerima uang miliaran rupiah dalam kasus pemilukada Kabupaten Gung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah.

Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Rabu malam mengungkapkan bahwa yang ditangkap itu adalah Akil Mochtar, yang baru beberapa bulan lalu terpilih sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi alias KPK untuk menggantikan Mahfud MD. Selain Akil Mochtar, juga ditangkap beberapa orang lainnya termasuk Bupati Gung Mas Hambit Bintih, serta anggota DPR yang terhormat Chairun Nisa..

“Penangkapan diduga terkait dengan Pemilukada di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi. Ia mengungkapkan penangkapan ini dilakukan karena KPK mendapat laporan tentang adanya serah terima uang yang terkait dengan kasus sengekat pemilukada tersebut.

Hingga saat ini memang KPK telah menangkap banyak sekali pejabat negara baik dari pemerintahan, lembaga legislatif hingga yudikatif. Saat ini yang ditahan misalnya Gubernur nonaktif Riau Rusli Zainal, kemudian beberapa anggota DPR seperti Angelina Sondakh dan Mohammad Nazarudin serta beberapa hakim.

Penangkapan Ketua MK, sebuah lembaga prestisius setingkat lembaga presiden, merupakan hal yang sangat spektakuler karena hingga saat ini yang sudah pernah ditangkap KPK oleh banyak orang paling-paling di tingkat menteri atau mantan menteri seperti mantan Menteri Perikanan dan Kelautan Fadel Muhammad dan mantan menteri agama Said Agil Husin Al Munawar.

Begitu berita penangkapan ini terdengar oleh masyarakat maka berbagai komentar atau tanggapan langsung muncul. Mantan Ketua MK Mahfud MD berkata sebaiknya mundur untuk sementara dahulu.

“Sebaiknya Pak Akil Mochtar mundur dulu untuk sementara,” kata Mahfud MD. Sementara itu, Hakim Agung Patrialis Akbar menegaskan bahwa lembaga negara ini harus berjalan seperti biasa.

Sementara itu, mantan staf ahli MK Refli Harun pada Kamis pagi mengharapkan masyarakat tetap menaruh harapan dan percaya kepada lembaga negara di bidang hukum ini, karena masih banyak hakim konstitusi yang jujur dan tetap menjadi penegak hukum yang patut dipercaya..

“Masih banyak hakim konstitusi yang punya kredibilitas hukum,” kata Refli Harun yang menjadi staf ahli Mahkamah Konstitusi tahun 2003-2007. Refli pernah melontarkan pernyataan yang mencengangkan bahwa di MK juga bisa terjadi” jual beli” hukum .

Penangkapan Ketua MK Akil Mochtar di rumahnya sendiri di kawasan Widya Chandra, Jakarta Pusat yang merupakan kompleks perumahan para menteri dan pejabat negara lainnya menimbulkan banyak pertanyaan misalnya apakah sudah sedemikian parahnyakah para pejabat negara sehingga proses suap menyuap demikian mudahnya masih bisa terjadi?. Kalau pejabat negara seperti Akil Mochtar saja masih bisa ” dibeli” maka bagaimana pula pejabat-pejabat dibawahnya? Pertanyaan-pertanyaan lainnya masih juga bisa bermunculan seperti kalau sudah sedemikian” bobroknya” pejabat dan juga pegawai negeri maka bagaimana rakyat harus bersikap jika harus “terpaksa” berhadap dengan orang-orang itu yang seharusnya menjadi “pelayan atau abdi” rakyat? Harus tetap optimis Sekalipun KPK secara mengejutkan berhasil menangkap tangan pejabat itu, maka biar bagaimanapun juga rakyat harus yakin bahwa masih ada pejabat-pejabat negara yang jujur dan mau mengabdi kepada rakyatnya.

Kepada Akil Mochtar yang pernah menjadi anggota DPR tentu harus diberlakukan sikap atau azas praduga bersalah yakni bahwa pada dasarnya dia tidak boleh dianggap bersalah sampai jatuhnya vonis hakim yang telah mempunyai kekuatan tetap. Akil tentu berhak mengajukan bukti-bukti yang ada pada dirinya bahwa dia tidak bersalah sekalipun KPK menemukan adanya uang yang bernilai miliaran rupiah.

KPK dibentuk bberapa tahun lalu terutama karena disadari bahwa korupsi telah terjadi di semua lapisan pejabat mulai dari polisi, jaksa, direktur jenderal , hakim, anggota hingga anggota DPR. Kalau bangsa Indonesia sudah putus asa dalam memberantas korupsi karena melihat bahwa hampir mustahil memberantasnya maka untuk apa KPK dibentuk?.

Sampai saat ini, sudah berulang kali terjadi upaya untuk mengurangi atau “menyunat” kewenangan lembaga antikorupsi ini tapi semuanya gagal total.

Masyarakat pernah menyaksikan “perkelahian” antara KPK dengan Markas Besar Kepolisian atau Mabes Polri, misalnya ketika KPK mulai menyelidiki dan menyidik kasus korupsi yang dilakukan mantan Kepala Korps Lalu Lintas atau Korlantas Polri Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo dalam kasus simulato bernilai miliaran rupiahr. Mabes Polri seolah-olah berkeras kepala dengan menyatakan bahwa mereka sudah terlebih dahulu meneliti kasus simulator ini sehingga KPK dianggap tidak mempunyai hak.

Untung saja, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjukkan sikap tegasnya dengan mempersilahkan KPK untuk terus melakukan pemeriksaan sehingga dengan demikian Mabes Polri diperintahkan untuk menghentikan”pemeriksaan” terhadap jenderalnya sendiri yang pernah disebut-sebut sebgai salah satu perwira tinggi yang memiliki ” otak cemerlang”.

Karena kini KPK akan terus memeriksa Ketua MK Akil Mochtar maka bagaimana sikap yang harus diambil masyarakat terhadap KPK dan juga para koruptor? Pertama-tama masyarakat harus sadar dan percaya bahwa di Tanah Air, masih ada lembaga yang akan terus melaksanakan tugas mereka untuk memberantas korupsi pada semua jenjang pemerintahan yang mana pun juga. Penangkapan Akil Mochtar membuktikan bahwa KPK masih tetap berjalan sesuai dengan “khittahnya ” dan tidak takut terhadap siapa pun juga termasuk partai poltik karena Akil adalah anggota sebuah partai besar di Tanah Air.

Sementara itu, para korupstor harus bersiap-siap saja untuk dimasukkan ke dalam” kerangkeng besi” karena terhadap Akil saja KPK mampu dan sanggup menangkapnya apalagi koruptor-koruptor tingkat” menengah apalagi yang kecil”.

Agar pemberantasan korupsi terus berjalan lancar, maka seluruh lapisan masyarakat harus mencegah upaya- upaya apa pun juga untuk” mengebiri atau menyunat” kekuatan hukum KPK sehingga tugas mereka tetap dapat berjalan lancar. * Arnaz Afirman/Antara