Yuddy Chrisnandi

Jakarta (Metrobali.com)-

Banyak permasalahan yang dihadapi rakyat yang menuntut “negara harus hadir” untuk menyelesaikannya sehingga tidak sedikit pengamat dan kritikus yang mengucapkan “kata-kata suci”.

Saat ditanya makna “negara harus hadir” yang disampaikan para pengamat dan kritikus itu pun ternyata bermacam-macam bergantung pada konteks dan pemikiran mereka masing-masing.

Namun, di tangan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) Yuddy Chrisnandi, konsep “negara hadir” itu terlihat sederhana.

Negara, yang diwakili oleh para pejabat negara, harus terjun langsung untuk sekadar menyapa dan memahami permasalahan rakyat serta memberikan solusinya. Tidak peduli apa jabatannya, seluruh pejabat negara adalah representasi negara.

Kebijakan dan langkah menteri dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) itu pun beberapa kali menjadi sorotan publik. Beberapa di antaranya menuai kontroversi, bahkan sebagian dikritik, karena bukan ranah aparatur negara dan reformasi birokrasi sesuai dengan tugasnya.

Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian PAN RB Herman Suryatman mengatakan bahwa langkah Yuddy yang kerap kali dinilai tidak sesuai dengan “bagian”-nya itu merupakan upaya untuk mewujudkan “negara hadir di tengah rakyat”.

“Sebenarnya negara itu siapa? Negara kan direpresentasikan oleh pejabat-pejabatnya. Sebagai menteri, Pak Yuddy adalah representasi negara yang juga memiliki kewajiban untuk hadir,” kata Herman.

Herman mengatakan bahwa pemberitaan media massa tentang Yuddy memang kerap kali miring. Namun, sebagai salah satu pejabat kementerian yang sering bersinggungan dengan sang menteri, Herman mengatakan bahwa Yuddy tidak pernah mempersoalkan apa pun yang media tulis tentangnya.

Salah satu langkah Yuddy yang diberitakan media dan dinilai bukan merupakan tugas dan fungsinya adalah ketika dia mendatangi rumah Angeline, anak yang dilaporkan hilang di Bali, yang akhirnya ditemukan tewas terkubur di halaman rumahnya.

Kebetulan saat itu Yuddy sedang menghadiri sebuah acara di Bali. Wartawan yang meliput kegiatan Yuddy di Bali kemudian menanyakan pendapat Yuddy mengenai pencarian oleh polisi yang telah berjalan relatif cukup lama tetapi belum ada hasil.

“Pak Yuddy kemudian menelepon Kapolda Bali dan minta untuk bertemu. Ternyata jalan menuju mapolda melewati rumah Angeline. Wartawan meminta Pak Yuddy untuk sekalian mampir. Semua terjadi spontan saja,” tutur Herman.

Kedatangan Yuddy ke rumah orang tua angkat Angeline itu pun tidak luput dari pemberitaan media massa meskipun dia gagal bertemu dengan keluarga angkat Angeline.

Saat itu, media massa memberitakan Yuddy tiba di rumah keluarga angkat Angeline sekitar pukul 12.00 WITA didampingi sejumlah anggota polisi dan Kapolres Denpasar Timur Kompol I Gede Redastra.

Tidak ada satu pun anggota keluarga Angeline yang menyambut kedatangan Yuddy. Yuddy dan rombongan hanya menunggu di depan pintu gerbang rumah hingga 10 menit kemudian petugas keamanan rumah muncul.

Ia menyampaikan bahwa keluarga Angeline sedang tidak ingin menemui tamu karena kondisi psikis dan kesehatan ibu angkat Angeline tidak memungkinkan. Dia tertekan sejak Angeline hilang.

Saat itu, kepada wartawan, Yuddy mengatakan bahwa kunjungannya ke rumah orang tua angkat Angeline semata-mata karena peduli atas hilangnya anak malang itu.

“Menteri sebagai pembantu Presiden harus merespons setiap masalah yang terkait dengan kemasyarakatan dan ini merupakan masalah kemanusiaan,” ucapnya kala itu.

Setelah gagal menemui keluarga Angeline, kata Herman, Yuddy kemudian bergegas menuju mapolda karena mengejar waktu untuk Salat Jumat.

“Pemberitaan media massa tentang kejadian itu bermacam-macam. Ada yang menulis Pak Yuddy ditolak keluarga, bahkan ada yang menulis diusir oleh keluarga,” katanya.

Berbagai Kebijakan Yuddy Tidak hanya langkah dan tindakan Yuddy saja yang menjadi pemberitaan media massa, tetapi beberapa kebijakannya juga menjadi perhatian media massa.

Salah satu gebrakan awal yang dilakukan Yuddy setelah diangkat menjadi menteri dan ramai menjadi pemberitaan media adalah “larangan” rapat di hotel bagi aparat negara.

Menurut Yuddy, kebijakan yang dituangkan dalam Peraturan Menteri PAN RB Nomor 6 Tahun 2015 dan Surat Edaran Menteri PAN RB Nomor 11 Tahun 2015 itu bisa menghemat anggaran negara hingga 20 persen.

“Memang tidak sampai 50 persen. Dengan kebijakan tersebut, bisa menghemat anggaran hingga 20 persen karena termasuk juga pengurangan anggaran perjalanan dinas,” kata Yuddy saat mengumumkan kebijakan tersebut.

Yuddy mengatakan bahwa selama di satu daerah ada fasilitas pemerintahan maka pelaksanaan rapat dilarang menggunakan fasilitas lain seperti hotel.

Pelaksanaan rapat harus memanfaatkan aula atau ruang pertemuan yang dimiliki oleh pemerintahan. Bila tidak ada, bisa memanfaatkan kampus, aula milik TNI, atau gedung lain yang ada di wilayah tersebut.

Kebijakan itu pun tidak luput dari kontroversi di tengah masyarakat. Salah satu yang merasa terusik terhadap kebijakan itu tentu saja para pengusaha hotel yang salah satu pendapatannya mengandalkan penyewaan ruang oleh instansi pemerintah.

“Yang sebenarnya kan bukan larangan, tetapi pembatasan. Kebijakan ini tentu bisa menjadi terapi kejut bagi aparat negara untuk menggunakan anggaran seefisien mungkin,” kata Herman.

Menurut dia, kebijakan itu juga bisa menjadi terapi kejut bagi pengusaha hotel yang ternyata lebih mengandalkan pemerintah daripada sektor pariwisata.

Herman mengatakan bahwa kebijakan tersebut berupa pembatasan, bukan larangan, karena ada pengecualian bagi rapat koordinasi yang melibatkan banyak orang dan berbagai pihak, atau berlevel nasional dan internasional.

Kebijakan tersebut terbukti berkontribusi dalam efisiensi anggaran negara. Berdasarkan uji petik terhadap kementerian/lembaga di tingkat pusat, efisiensi yang dilakukan mencapai Rp5,2 triliun.

“Uji petik yang dilakukan baru 30 persen sudah membukukan efisiensi hingga Rp5,2 triliun,” ujarnya.

Gebrakan Yuddy lainnya adalah kewajiban bagi seluruh aparat pemerintahan untuk melaporkan harta kekayaannya melalui Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara (LHKASN).

Kebijakan itu dituangkan dalam Surat Edaran Menteri PAN RB Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan LHKASN “Tujuan kebijakan itu adalah pencegahan korupsi. Kemenpan RB ada pada taraf pencegahan korupsi karena penindakan merupakan tugas KPK. Bukankah mencegah lebih baik daripada menanggulangi? Kan lebih bagus kalau tidak ada korupsi,” tuturnya.

Herman berharap pelaporan harta kekayaan bisa menjadi terapi kejut bagi aparat sipil negara yang telah atau berniat untuk korupsi. Dengan LHKASN, kekayaan yang dimiliki dengan cara yang tidak benar bisa diketahui dan dilacak.

Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara juga akan digunakan sebagai bahan pertimbangan promosi pegawai negeri sipil. Selain itu, LHKASN juga menjadi salah satu unsur penilaian pelaksanaan reformasi birokrasi di kementerian/lembaga serta pemerintah daerah.

“Pegawai Kementerian PAN RB sudah seluruhnya menyerahkan LHKASN. Oleh karena itu, kami mendorong kementerian-lembaga lain untuk segera menyelesaikan LHKASN seluruh pegawainya,” kata Herman.

Selain kebijakan mengenai pembatasan rapat di hotel dan pelaporan harta kekayaan aparat sipil negara, kebijakan Yuddy lainnya adalah anjuran untuk hidup sederhana serta moratorium penerimaan pegawai negeri sipil.

Tentu masih banyak gebrakan lain yang akan dilakukan Yuddy. Kita tunggu saja. AN-MB