megibung ala eropa

Oleh :

Made Agus Wardana

 

Belgia (Metrobali.com)-

Ditengah-tengah suasana kehidupan eropa yang mengedepankan individualisme yang mempengaruhi kebiasaan dan tingkah laku masyarakat, ternyata berdampak negatif terhadap lingkungan disekitarnya.  Pengaruh individualisme memiliki kecendrungan tidak perduli terhadap orang lain dan mementingkan diri sendiri. Dengan melekatnya sikap individualist lambat laun menyebar luas di masyarakat membuat masyarakat modern semakin acuh tak acuh satu sama lain. Akibatnya perilaku  sosial seperti gotong royong, tepo saliro, persaudaran, saling tolong menolong akan memudar dengan sendirinya.  Persaudaraanpun terkesan langka dan mahal.

Kekhawatiran diatas menjadi pemicu kuat sekumpulan masyarakat Bali  yang berdomisili di Eropa yang dikoordinir oleh Banjar Suka Duka Belanda. Salah satunya adalah dengan melakukan kegiatan ‘’Megibung ala Eropa’’ dalam acara perayaan Saraswati 4 Oktober lalu di Pura Agung Santi Bhuwana, Belgia.  Megibung dikenal sebagai tradisi asli dari kabupaten Karangasem Bali. Tradisi ini dimulai dari tahun 1614 (1692 Masehi), sebuah prakarsa unik dari Raja Karangasem, I Gusti Anglurah Ktut Karangsem menciptakan rasa kebersamaan dalam upaya menaklukan kerajaan Sasak  di Pulau Lombok.

‘’Megibung ala Eropa’’ adalah tradisi makan bersama dengan format duduk bersila (laki-laki) metimpuh (perempuran) melingkar mengelilingi hidangan makanan yang dijejer diatas daun pisang. Ditengah lingkaran terhidang berbagai makanan Bali asli yang dibuatkan sendiri oleh anggota Banjar Suka Duka Belanda seperti  lawar celeng, be siap sisit mebase sereh, sate pusuh babi, sambel be tongkol, jukut urab kacang, kenus mebase sera, taluh pindang dan tum be celeng. Bumbu bahan makanan tersebut dengan mudah diperoleh di Eropa dengan mengunjungi supermarket Asia terutama China dan Thailand.

persiapan megibung oleh Kelian Banjar Ni Luh Dian Eka suryani

Menurut Kelian Banjar Suka Duka Belanda Ni Luh Dian Eka Suryani, megibung ini terdiri dari puluhan anggota banjar yang secara sukarela menyumbangkan  makanan Bali secara tulus dan iklas. Dengan senyuman ramah dan wajah sumringah, mereka sangat antusias melakukan kegiatan megibung yang baru pertama kali dilakukan di Pura Agung Santi Bhuwana, Belgia. ‘’Megibung ala Eropa’’ penuh dengan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan. Secara umum tidak ada pembatas dalam perbedaan jenis kelamin, kelas, kasta/catur warna, semuanya sama setara menikmati hidangan makanan sebagai berkah dari Ida Sanghyang Widi Wasa/Tuhan YME.

‘’Megibung ala Eropa’’ ini ada aturan mainnya. Aturan tata tertib, disiplin dan mematuhi cara makan yang sopan beretika. Sebelum dimulai, semua peserta megibung harus mencuci tangan dengan air bersih, duduk bersila atau  bersimpuh. Tidak diperbolehkan berbicara pada saat makanan dikunyah dan tidak sembarangan menjatuhkan sisa makanan. Nasi dikepal dengan tangan dan tidak boleh terjatuh. Tidak diperkenankan berteriak-teriak, bersin, berdahak dan lain lain, pokonya harus hygienes imbuh Luh Dian.

                Di zaman sekarang ini, dimana rasa persaudaraan telah memudar ditengah kesibukan masyarakatnya, perlu diberikan benang penguat untuk dirajut kembali. Lihatlah disekeliling kita kawan kadang jadi lawan, bahkan saudara bisa jadi musuh. Paham invidualistik sangat mengganggu hubungan sesama kita sebagai mahluk sosial. Manusia itu senantiasa hidup dengan manusia lain, saling ketergantungan serta tidak mungkin bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.  Janganlah pernah lupa akan persaudaraan dimanapun berada. Sebagai orang Bali  – Indonesia yang  tinggal di negeri Eropa, menggelorakan semangat untuk menguatkan persaudaraan merupakan keharusan. Kegiatan ‘’Megibung ala Eropa’’ ini merupakan contoh nyata dalam upaya kita menjaga nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan, dengan harapan benih benih perdamaian akan terpatri dalam hati sanubari kita selamanya. Mari  Megibung ! RED-MB