Mantan Walikota Yogyakarta, Herry Zudianto (dua kanan),  Hanafi Rais (kiri) dan Gus Miftah (tengah) , menunjukan surat panggilan dari Bawaslu di Kantor Bawasu DIY, Minggu (29/6). Pemanggilan kepada tiga orang tersebut  karena dugaan pelanggaran kampanye di kampus UMY  pada saat menghadirkan cawapres nomor urut satu, Hatta Rajasa. ANTARA FOTO/Regina Safri/ss/pd/14.

 

Jakarta, (Metrobali.com)-

Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Hanafi Rais mengatakan penyelesaian Tolikara harus mengutamakan prinsip keadilan karena setiap konflik “agama” selalu berhubungan dengan aspek keadilan sosial, ekonomi dan politik yang lebih luas.

“Misalnya, kesenjangan ekonomi antar kelompok, kesenjangan sosial antara pendatang dengan penduduk asli, serta mungkin juga mobilisasi konflik politik oleh pihak pihak yang merasa untung jika ada konflik yang langgeng,” ujar Hanafi Rais saat dihubungi di Jakarta, Selasa (21/7).

Menurut Hanafi, pemerintah harus berani melihat konflik di Tolikara ini dengan perspektif keadilan yang lebih luas.

“Ingat bahwa masalah Tolikara bukan hanya masalah keamanan atau masalah agama, tetapi bisa jadi berhubungan dengan ketidakadilan sosial ekonomi dan politik,” ujar dia.

Dalam konteks ini, lanjut dia, sangat penting untuk memperbesar semangat solidaritas sosial yang dimiliki agama-agama.

Dalam bahasa Islam, agama juga harus memajukan hablu minannas. Hubungan antara manusia. Sehingga setiap umat beragama bisa terlatih peka terhadap masalah kesenjangan sosial ekonomi politik yang ada di sekitarnya.

“Agama harus mendorong inklusifitas bukannya membuat orang makin eksklusif,” ujar Politisi PAN tersebut.

Selain itu, ia mengatakan kebebasan beragama dijamin oleh konstitusi. Pasal 28E ayat (1):”Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya”. Dan Pasal 28E ayat (2): “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran, dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.” Menurut dia, Pasal 29 ayat (2):”Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Dalam prinsip ini, lanjut dia, yang penting adalah (1) pengakuan bahwa berkeyakinan kepada Tuhan adalah hak mendasar pribadi semua warga negara di Indonesia dan (2) negara (presiden, polri, TNI, DPR-RI) harus menjamin tegaknya hak mendasar ini.

“Ini yang tidak boleh ditawar tawar. Saya menyampaikan apresiasi kepada Kapolri yang bergerak cepat untuk menjamin hak mendasar warga negara ini,” ujar dia.

Sekelompok massa Gereja Injil di Indonesia (GIDI) menyerang dan melempar batu ke umat Islam yang sedang melakukan sholat Idul Fitri di Tolikara, Jum’at (17/7).

Mereka juga membakar sejumlah kios, dan rumah milik kaum Muslim, sehingga api juga meludeskan mesjid yang terletak bersebelahan dengan kios-kios tersebut.

Keadaan tertangani setelah petugas pengamanan terutama anggota polisi berhasil menghentikan serangan tersebut. Beberapa anggota GIDI terluka dan satu tewas setelah aparat melepaskan tembakan ke arah penyerang.

Pihak GIDI menyatakan penyerangan itu terjadi karena kesalahpahaman dan miskomunikasi. AN-MB