pupuk bersubsidi

Jakarta (Metrobali.com)-

Mengenang kejayaan koperasi unit desa (KUD) tidak jauh dari kesuksesannya dalam menyalurkan pupuk bersubsidi kepada para petani.

Namun, sukses menjadi distribusi dan pengecer pupuk bersubsidi pada masa lalu itu terasa sudah sangat lama hingga banyak yang pesimistis KUD mampu mengulang masa emasnya itu dalam sisa-sisa kejayaan yang dimilikinya saat ini.

Saat ini, di beberapa wilayah, KUD hanya mendapatkan jatah pupuk untuk disalurkan kepada anggotanya dalam jumlah yang relatif sangat minim.

Bahkan, tidak jarang mereka tidak mendapatkan jatah sama sekali sehingga untuk memasok kebutuhan anggotanya yang sebagian besar petani, KUD nekat membeli di pasar gelap dengan harga jauh di atas harga eceran tertinggi (HET).

Manajer KUD Bina Karya Pancardao Lombok Tengah NTB Darmawan mengatakan, dalam setahun terakhir, KUD-nya membeli pupuk subsidi di pasar gelap agar bisa memasuk 4.200 petani anggotanya yang tersebar di 11 desa.

“Anggota kami tahunya untuk beli pupuk, ya, di KUD. Jadi, ketika kami tidak menyalurkan mereka kebingungan. Maka, tidak ada pilihan lain selain membeli di pasar gelap dan terpaksa menjualnya lebih tinggi,” katanya.

Pada dasarnya infrastruktur dan fasilitas yang dimiliki KUD-nya sudah sangat memadai untuk menjadi distributor atau pengecer pupuk bersubsidi, seperti pada era 1990-an.

Hal senada disampaikan Ketua KUD Setia Jaya Lombok Barat NTB Kamarudin. Dia mengatakan bahwa KUD-nya hanya mendapatkan jatah pupuk untuk disalurkan sebesar 50 ton, padahal kapasitas gudang yang dimiliki mencapai 150 ton.

“Sejak 2012, kami menghadapi masalah keterbatasan RDKK (rencana definitif kebutuhan kelompok) yang digunakan sebagai acuan jumlah pupuk yang dipasok dari pabrik. Padahal, anggota kami sebanyak 2.700 petani dengan lahan 160 hektare di lima desa di Lombok Barat,” katanya.

Pihaknya mempertanyakan mengapa justru lebih banyak gabungan kelompok tani yang mendapatkan RDKK dan jatah lebih besar ketimbang KUD? “Apa karena mereka itu binaan Kementerian Pertanian, jadi dapat prioritas? Padahal, banyak anggota gapoktan itu anggota KUD,” katanya.

Bahkan, tidak jarang nama anggota gapoktan digunakan untuk mendapatkan RDKK, sementara yang bersangkutan sendiri tidak tahu-menahu namanya dicatut.

“Soal siapa (yang mencatut) itu, kami tidak berani mengatakannya,” katanya.

Pada era 1990-an, KUD itu menangani distribusi pupuk bersubsidi hingga 200 ton untuk melayani 20 kelompok tani.

“Dulu semua lewat sini, sampai 200 ton kami salurkan,” katanya.

Namun, kini KUD itu harus membeli kekurangan pasokan dari pengecer dengan harga rata-rata Rp3.000,00 per kilogram, padahal HET-nya hanya Rp1.800,00.

Kurang Aktif Divisi Pemasaran Pupuk Kaltim Khaerudin ketika dikonfirmasi tentang persoalan itu mengatakan bahwa sebetulnya penyaluran pupuk bersubsidi bukan melalui kelompok tani secara khusus, melainkan umumnya merekalah yang menyusun RDKK, kemudian mereka menyerahkannya kepada kios untuk mendapatkan porsi dari produsen.

“Koperasi tidak mendapatkan RDKK karena sebagian besar mereka kurang aktif melakukan jemput bola, seperti kelompok tani. Kalau aktif mencari RDKK, ya, kami suplai,” katanya.

Ia memaklumi budaya koperasi yang dulunya menjadi distributor pupuk yang tanpa perlu melakukan penyusunan atau usulan apa pun langsung dipasok pupuk dari produsen.

Akan tetapi, menurut dia, kini zaman sudah berubah sehingga KUD dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan keadaan.

Sales Supervisor Wilayah NTB PT Petrokimia Gresik Anang Agus Riyanto mengatakan hal serupa. Dia menyatakan bahwa KUD harus jemput bola dan aktif menyusun RDKK karena administrasi itulah yang menjadi acuan produsen pupuk untuk memberikan jatah.

“Keaktifan dalam administrasi itu yang kita nilai,” katanya.

Ia mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah menganaktirikan koperasi atau menganakemaskan pihak mana pun dalam kaitannya memasok pupuk.

Menurut dia, semua jatah dialokasikan sesuai dengan RDKK yang disusun oleh kelompok tani atau koperasi dan disampaikan kepada produsen.

Mafia Pupuk Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Ngurah (A.A.G.N.) Puspayoga mengatakan bahwa pihaknya mencium adanya permainan dalam penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani di Indonesia.

“Saya tahu itu ada (mafia pupuk). Itu sebabnya kami ingin mengembalikan peran koperasi sebagai penyalur pupuk bersubsidi seperti sebelum 1998,” katanya.

Ia mengaku memiliki kepedulian yang sangat tinggi terhadap persoalan itu, bahkan masalah KUD dan pupuk menjadi prioritas kerja pertamanya sejak dilantik menjadi menteri.

Oleh karena itu, ke depan koperasi harus dikembalikan perannya sebagai penyalur pupuk bersubsidi, dan peran dinas koperasi dan UKM atau dinas perdagangan dan perindustrian di daerah akan diperbesar sebagai pengusul atau pemberi rekomendasi koperasi mana saja yang layak menjadi penyalur pupuk.

Ia mengatakan bahwa koperasi harus dikembalikan perannya dalam distribusi pupuk bersubsidi untuk menekan potensi penyelewenangan seperti yang selama ini dicurigai marak terjadi.

Oleh karena itu, pihaknya mengupayakan agar pabrik pupuk dan Kementerian Perdagangan bekerja sama untuk meningkatkan porsi pupuk subsidi yang disalurkan oleh KUD secara nasional dari yang awalnya 11 persen menjadi setidaknya 22 persen.

Deputi Bidang Produksi Kementerian Koperasi dan UKM I Wayan Dipta menegaskan jika di lapangan memang terjadi penyimpangan dalam penyaluran pupuk bersubsidi, pihaknya meminta siapa pun segera melaporkan ke dinas terkait.

“Kalau ada penyimpangan, laporkan melalui dinas. Kami akan menindaklanjuti,” katanya.

Belum lama ini, dia menemukan fakta di Nusa Tenggara Barat (NTB), relatif banyak KUD terpaksa membeli pupuk bersubsidi di pasar gelap dengan harga di atas HET untuk bisa memasok kebutuhan anggotanya.

Namun, di daerah lain, di Bali, misalnya, pihaknya menemukan fakta bahwa KUD-KUD di seluruh Bali dan jaringannya telah siap untuk menjadi distributor dan pengecer pupuk bersubsidi.

“Mereka memiliki fasilitas dan infrastruktur yang memadai untuk itu,” katanya.

Ia berharap KUD-KUD di seluruh Indonesia bisa menyalurkan jatah pupuk yang lebih banyak daripada yang selama ini sudah diporsikan untuk KUD.

“Ke depan saya yakin mereka sudah siap untuk menjadi distributor dan pengecer pupuk bersubsidi karena fasilitas dan infrastruktur mereka siap,” katanya. AN-MB