Proyek  Hanya Mengakomodir Kepentingan Investor

 

peradah

 Para pengurus Peradah  tingkat provinsi dan kabupaten/kota seluruh Indonesia disela Rekernas X menyatakan sikap resmi untuk menolak rencana Reklamasi Telok Benoa, di Yogyakarta pada 25-27 Maret 2016.

Denpasar (Metrobali.com)-

Gelombang penolakan Reklamasi Telok Benoa  bak virus. Terus menjalar ke berbagai pihak. Mulai dari kelompok masyarakat, adat, akademisi, komunitas seni, artis hingga tokoh budaya dan agama. Tak terkecuali organisasi yang bernafaskan Hindu di Indonesia. Isu  tersebut juga menjadi perhatian serius oleh Persatuan Pemuda Hindu (Peradah) Indonesia dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) X di Yogyakarta 25-27 Maret 2016 lalu.

“Kami resmi menolak rencana pelaksanaan proyek reklamasi tersebut dan hanya mengakomodir kepentingan investor. Kami mendesak  Presiden Ir.H.Joko Widodo untuk mencabut Perpres No. 51 Tahun 2014 dan mendengar apirasi rakyat Bali,” kata Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradah Indonesia D. Sures Kumar, di Jakarta, Senin (28/3). Penolakan tersebut, tambah Sures mengacu pada Rakernas X  yang menghasilkan 6 poin penting dalam menyikapi rencana mega proyek di Bali Selatan tersebut.

Pertama, Rencana Proyek Reklamasi yang akan dilaksanakan oleh PT. Tirta Wahana Bali Internasional (PT TWBI) di kawasan perairan Teluk Benoa Badung Bali, bertentangan dengan Perpres No 45 Thn 2011 tentang tata ruang kawasan perkotaan  Sarbagita. Yang mana  kawasan Teluk Benoa termasuk kawasan konservasi.  Bahkan  Perpres No 122 Thn 2012 tentang Reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil juga  melarang reklamasi dilakukan di kawasan konservasi.

Kedua, dikarenakan izin reklamasi tersebut telah melanggar aturan yang ada sebelumnya.  maka ada indikasi upaya paksa untuk melegalkan izin tersebut oleh Presiden DR. Susilo Bambang Yudhoyono  dengan merevisi Perpres nomor 45 Tahun 2011, menjadi Perpres No. 51 Tahun 2014.  “Yang intinya mengubah status konservasi Teluk Benoa menjadi zona penyangga atau kawasan pemanfaatan umum,”tambah dia.

Ketiga, Perpres yang lahir  secara mendadak dinilai hanya pro  investor dalam upaya mereklamasi Teluk Benoa seluas 700 ha. Keempat, secara pembangunan ekonomi realisasi proyek reklamasi ini akan menambah ketimpangan pembangaunan antara Bali Selatan dan Bali Utara,.

Kelima, dari sisi lingkungan, proyek  reklamasi akan membuat ketersedian air Bali semakin menyusut, merusak lingkungan laut serta mengganggu keindahan Bali sebagai Pulau tujuan Wisata yang menawarkan pemandangan wisata tradisional dan alami.

Keenam, proyek reklamasi juga akan menganggu dan merusak sistem tata sosial yang sudah ada selama ini di Bali, akan merusak adat istiadat budaya masyarakat Bali. Mengingat di kawasan teluk benoa nusa dua Bali terdapat wilayah spiritual yang harus dijaga kelestariannya.

Sures mengakui sikap Peradah dalam menolak proyek tersebut bukan semata ‘suryak siu’ dan mencari perhatian. Melainkan urgensi lingkungan Bali yang harus di jaga oleh semua pihak. Di samping itu, mega proyek tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan sosial, budaya dan agama di Bali. Aplagi,  sebagai kiblat Hindu di Indonesia parahyangan menjadi hal terpenting.

Alumni IHDN Denpasar tersebut, juga mengakui penolakan resmi yang dilakukan melalui kajian dan diskusi panjang dalam Rakernas yang melibatkan Pemuda Hindu se-Indonesia di Yogyakara. “Ini bukanlah penolakan pertama. Secara organisasi sikap kami sudah disampaikan tahun  2015 yang lalu. Jika proyek ini terus di ulur-ulur kami akan tetap kawal dan menyatakan sikap dengan berbagai cara,”tegasnya.  RED-MB