Denpasar (Metrobali.com) 

 

Pernyataan yang menyebutkan bahwa pembangunan Terminal khusus LNG (Liquid Natural Gas) di Bali seharusnya didukung karena untuk kepentingan investor adalah sebuah pernyataan yang menyesatkan. Sebab dampak kerusakan lingkungan pastilah nyata dan iming-iming membuka lapangan kerja baru buat penduduk sekitar hanyalah isapan jempol. Pihaknya juga mengingatkan bahwa Gas alam (LNG) bahkan memiliki berbagai macam masalah dampak ekologis yang cukup berbahaya dan mengkhawatirkan.

“Habitat biota dan ekosistem laut sudah pasti rusak dan nelayan tidak bisa mencari ikan bahkan dipastikan bencana akan terjadi seperti halnya sudah terjadi pada pembangunan shortcut di di Singaraja dan pemotongan tebing di Jimbaran,” kata Roberto Hutabarat saat merilis tabloid ‘DONT GAS INDONESIA’ sebuah Tabloid peduli lingkungan di Kedai KubuKopi, Jum’at (7/7).

Pihaknya menyayangkan pernyataan tersebut serta mengingatkan pihak-pihak yang mengatasnamakan pembangunan kepariwisataan agar hati-hati dengan kemurkaan alam bilamana struktur dasarnya diganggu.

Seperti diketahui, Pengamat Kebijakan dan Anggaran dari CBA, Ucok Sky Khadafi kemarin mengemukakan bahwa pembangunan Terminal LNG sudah disepakati dan telah ada harmonisasi dari semua pihak sudah saling sepakat dan saling dukung (metrobali.com, Kamis, 6Juli 2023).

Dalam pernyataannya Ucok menyatakan bahwa pembangunan Tersus LNG seharusnya diapresiasi dan menjadi model kerjasama yang saling menguntungkan.

Gas alam atau gas bumi (Liquid Natural Gas/LNG) selama beberapa waktu belakangan menjadi salah satu sumber energi yang marak diperbincangkan. LNG atau Gas alam dikampanyekan sebagai bahan bakar bersih atau rendah emisi gas rumah kaca saat dibakar dibandingkan sumber energi lain seperti batubara dan minyak bumi. Padahal sebaliknya malah lebih berbahaya.

Gas alam (LNG) bahkan memiliki berbagai macam masalah ekologis yang cukup berbahaya dan mengkhawatirkan.

Roberto menyebutkan penggunaan energi LNG yang bersumber dari fosil dan batubara membawa resiko membahayakan karena menghasilkan gas metana.

Permasalahan terkait metana ini menurut UNEP (United Nations Environment Programme) adalah Metana merupakan polutan udara berbahaya dan gas rumah kaca, paparan yang menyebabkan 1 juta kematian dini setiap tahun.

Gas alam sengaja dinarasikan jauh lebih bersih dan penggunaannya akan memberi keuntungan bagi lingkungan. Seiring menguatnya gerakan mengatasi perubahan dan krisis iklim, penolakan terhadap gas sebagai sumber energi listrik juga semakin meningkat tensinya. Berbagai.laporan penelitian menunjukkan bahwa energi gas tidak sebersih dari yang selama ini dibayangkan dan dikampanyekan.

Sementara Ketua Forum Peduli Bali (FPB) Nyoman Mardika mengatakan sejatinya Bali memiliki potensi besar untuk menghasilkan energi baru terbarukan (EBT) dari alam.

Seperti pemanfaatan energi surya dan tenaga angin yang kini malah ditinggalkan begitu saja. Memang hal itu perlu proses waktu. “Yang penting komitmen dan konsistensi untuk itu,” tegasnya. (hd)