Elin, Bocah Sebatangkara ini Hidup Memprihatinkan

Bocah Yatim Piatu ini Hidup Memprihatinkan dipangku neneknya.

Tabanan (Metrobali.com)-

Malang nasib bocah umur tiga setengah tahun Elin Meliana ini. Setelah kedua orang tuanya  Siti Jumiati (25) dan Gede Muliasa (30)  warga Banjar Sari, Desa Bajera, Kecamatan Selemadeg, Tabanan meninggal dunia karena sakit, hidup bocah ini  semakin memprihatinkan.  Dari hari ke hari kondisi kesehatan Elin semakin  merosot tajam.

Setelah ditinggal oleh kedua orang tuanya Elin kini diasuh oleh neneknya Sapurah (50) dan Ali Munah (60)  karena kondisi ekonomi yang serba kekurangan. Keluarga ini  tidak mampu untuk mengajak Elin untuk berobat ke Rumah sakit.

Merosotnya kesehatanya Elin diketahui sejak satu setengah bulan lalu. Saat ini sebagian besar  tubuh bocah penuh dengan luka koreng, serta kondisi badannya kurus dan agak menghitam. Sementara di bagian bibir bocah malang itu terlihat pecah pecah seperti sariawan. 

Seperti yang dituturkan Sapurah (50) nenek Elin yang ditemui di rumah kos-kosan di Banjar Sari, Desa Bajera, Kecamatan Selemadeg, Tabanan, Selasa (2/8)

Sapurah mengatakan,  awalnya Elin yang  susah makan dan rewel,  kemudian memeriksakan cucunya itu ke Pusekesmas Bajera. Oleh pihak Puskesmas, Elin harus dirujuk dan dirawat di BRSU Tabanan. Dan Elin  kemudian opname di rumah sakit Tabanan selama delapan hari,”jelas Sapurah.

Waktu itu Elin juga sempat kekurangan darah, mengingat golongan darah Elin  B jadi susah mendapatkannya. Akhirnya Elin mendapatakan pertolongan darah B dari PMI dan diperbolehkan pulang.  Sapurah mengaku biaya berobat dan opname ditanggung oleh JKBM.

Pasca diperbolehkan pulang dari Rumah sakit kondisi Elin semakin memburuk, koreng dan luka yang ada di tangan, kaki dan badanya semakin membesar dan keluar darah. Begitu juga dengan kondisi tubuhnya semakin hari semakin kurus dan warna kulitnya agak kehitaman.

Nah oleh dokter Elin disarankan  harus kontrol rutin ke rumah sakit,” terang Sapurah. Dengan keterbatasan biaya dan tidak ada orang yang mengantar kontrol ke rumah sakit terpaska kontrol  kami dihentikan.

”Kami tidak ada biaya, untuk makan saja pas-pasan,” jelasnya. Apalagi Ali Munah (60) kakek Elin hanya sebagai buruh serabutan.  Itupun pekerjaan yang tidak pasti jika ada orang yang menyuruh kerja baru kerja, itupun penghasilannya hanya Rp 20 ribu perhari.

Sangat berharap bantuan dari pemerintah. “Untuk tinggal  kami masih kos dengan biaya Rp 150 ribu per bulan,” jelasnya

Penderitaanya semakin bertambah karena sejak satu tahun belakangan, tidak lagi mendapatan bantuan beras miskin  “Kami tidak tahu kenapa tidak lagi mendapatkan bantuan beras miskin.  Dulu sempat kami dapat jatah beras  dari pemerintah ,” jelas keduanya penuh harapan ada uluran tangan untuk memberikan bantuan,”harapnya.  EB-MB