Noh
Denpasar (Metrobali.com)-
 
Noh dan Kesenian Bali keduanya merupakan kesenian tradisional dari Asia. Melalui karya kolaborasi Noh dan Kesenian Bali, akan dicari persamaan satu sama lain dan saling mempelajari perbedaan kesenian dan kebudayaan masingmasing negara.
 
Dalam proses tersebut, Jukung Music (Jepang) bekerjasama dengan Sanggar Ceraken (Bali) akan mementaskan “Pertunjukan Kolaborasi Noh dan Kesenian Indonesia”. Pertunjukan yang terbuka dan gratis untuk umum ini digelar pada hari Selasa, 1 Juli 2014, jam 19.00 Wita, di Rumah Topeng dan Wayang, Jl. Tegal Bingin, Banjar Tengkulak Tengah, Kemenuh, Gianyar, Bali.
 
Pertunjukan ini disutradarai oleh Koyano Tetsuro (Jukung Music) dan I Made Subandi (Sanggar Ceraken). Pertunjukan ini  melibatkan beberapa seniman mumpuni dari Indonesia dan Jepang untuk membuat karya baru yang berkualitas, agar penonton bisa menikmati sebagai bentuk seni pertunjukan baru.
 
Para seniman yang terlibat di antaranya: Tsumura Reijiro (Penari Noh), Yasufuku Mitsuo (Percussion Noh), Sanggar Ceraken (Gamelan Bali), Didik Nini Thowok (Penari Jawa), Ni Wayan Sekariani (Penari Bali), Koyano Tetsuro (Penari Bali) dan Kawamura Kohei (Gamelan Bali).
 
Melalui kolaborasi Noh dan Kesenian Indonesia, kita dapat melestarikan pesan warisan leluhur yang terdapat dalam nilai-nilai kesenian dan kebudayaan masing-masing untuk disampaikan pada publik internasional. Dengan harapan akan menjadi satu peristiwa pertukaran kebudayaan antar negara Asia dan  kegiatan ini akan terus berkembang.
Noh1
 
Pertunjukan ini juga bertujuan untuk melahirkan satu bentuk kreasi seni pertunjukan baru. Ke depannya proyek ini akan terus dilakukan berulang kali sehingga kita lebih paham akan nilai kesenian leluhur dan menjadi pengetahuan baru untuk disampaikan kepada masyarakat.
 
Selain itu, dalam pertukaran kebudayaan yang berbeda, mencari persamaan itu penting. Tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menyikapi perbedaan satu sama lainnya. Meskipun dua kebudayaan dianggap mirip, tetapi satu sama lain tetap berbeda.  Dengan demikian, kita tidak dapat memaksakan pendapat tentang hal yang kita anggap benar kepada orang lain dan mencoba menerima perbedaan dengan rasa hormat.
 
Dengan melihat ciri  khas dan karakteristik dari masing-masing kebudayaan. Dari sana, akan terjadi pertukaran kebudayaan yang sebenarnya, kemudian akan melahirkan suatu bentuk baru. Ini tidak akan terwujud dengan proses yang instan. Untuk mewujudkan ini semua, diperlukan proses yang sangat lama. Dalam proses kolaborasi yang tidak mudah tersebut, akan dipertunjukkan sebuah karya untuk persembahan kepada generasi berikutnya.  RED-MB