Denpasar (Metrobali.com)-

Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Udayana Dr I Dewa Gede Palguna menilai Pancasila kurang tepat dimasukkan sebagai salah salah satu dari Empat Pilar Kebangsaan karena potensial menimbulkan kesalahan penafsiran.

“Dengan dimasukkan ke dalam empat pilar, rentan terbangun konstruksi pemikiran bahwa Pancasila hanyalah salah satu dari empat dasar negara. Tentu hal ini potensial mengundang ketersesatan, minimal dalam tataran persepsi,” katanya yang juga mantan hakim Mahkamah Konstitusi itu, di Denpasar, Kamis (10/10).

Ia mengemukakan, kata “pilar” akan membawa imajinasi orang kepada benda yang berfungsi menyangga suatu bangunan untuk dapat berdiri tegak dan sekaligus tidak runtuh, sehingga fungsi pilar kurang lebih sama dengan fungsi dasar.

“Adanya terminologi seperti itu, orang bisa terdorong membangun konstruksi pemikiran atau setidak-tidaknya berasosiasi bahwa empat pilar sama dengan empat dasar. Dengan konstruksi yang demikian Pancasila bisa jadi dipandang hanyalah salah satu dari empat dasar negara,” ucapnya saat menjadi pembicara seminar bertajuk “Pancasila Bukan Pilar Kebangsaan, Melainkan Merupakan Dasar NKRI” itu.

Palguna menambahkan, kalau sampai timbul ketersesatan penalaran yang bermuara pada lahirnya persepsi bahwa empat pilar sama maknanya dengan empat dasar negara, seolah-olah telah terjadi perubahan dasar negara melalui penafsiran.

“Memang secara yuridis normatif tidak perlu dicemaskan karena mengubah dasar negara tidak mungkin dapat dilakukan. Dasar negara diatur dalam Pembukaan UUD 1945, mengubah dasar negara berarti harus mengubah Pembukaan UUD 1945, hal inilah yang secara yuridis konstitusional tidak mungkin terjadi,” katanya pada seminar yang diadakan di Universitas Warmadewa itu.

Namun, ujar dia, memasukkan Pancasila ke dalam Empat Pilar Kebangsaan secara sosio-politik dengan kesesatan penafsiran tersebut dapat memantik polemik dan keriuhan yang tidak perlu.

“Padahal Pancasila sebagai dasar negara bagi NKRI yang diproklamasikan 17 Agustus 1945 memiliki sifat programatik yang kedudukannya menjadi tak dapat diubah dan sekaligus tak dapat tergantikan. Perubahan apalagi penggantian terhadap Pancasila berarti penggantian negara,” ujarnya.

Di sisi lain, Palguna memahami gerakan sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan itu lebih sebagai ikhtiar MPR untuk secara terus-menerus mengingatkan bahwa Pancasila selamanya menjadi dasar negara dan undang-undang dasar yang menjadi hukum dasar penyelenggaraan kehidupan bernegara adalah UUD 1945.

“Bentuk negara kita adalah negara kesatuan (NKRI) dan Indonesia menganut paham kebangsaan yang inklusif yaitu paham yang mengakui dan menghormati keberagaman atau keanekaragaman suku, ras, agama, ataupun golongan dalam satu ikatan kebangsaan (Bhinneka Tunggal Ika),” katanya. AN-MB