Aden (Metrobali.com) –

Sedikitnya delapan orang tewas ketika orang-orang suku bersenjata melancarkan serangan Jumat untuk menghentikan perbaikan pipa minyak yang diledakkan bulan lalu di Yaman tenggara, kata beberapa sumber suku.

Enam prajurit yang menjaga tim penanganan kerusakan dan dua orang suku tewas dalam insiden itu, yang berhasil menghentikan pekerjaan perbaikan di pipa yang menghubungkan ladang minyak Masila dengan fasilitas ekspor al-Dabbah di kawasan Laut Arab, kata para saksi.

Pipa minyak itu, yang memiliki kapasitas 120.000 barel per hari, diledakkan dua kali dalam waktu dua hari oleh penyerang-penyerang bersenjata, yang mengganggu sumber pemasukan penting bagi negara Arab miskin itu.

Ketegangan terjadi antara pemerintah dan orang suku di provinsi Hadramout sejak awal Desember, ketika seorang ketua suku penting tewas dalam penembakan di sebuah pos pemeriksaan militer, kata media setempat.

Orang suku di daerah itu membantah melakukan peledakan namun mengatakan, mereka tidak akan mengizinkan pemerintah melakukan perbaikan pipa sampai mereka menyerahkan prajurit yang membunuh ketua suku itu.

Orang-orang suku juga menyerang fasilitas-fasilitas pemerintah dan energi dan akhir bulan lalu menguasai sebuah bangunan kementerian perminyakan di Hadramout.

Orang-orang suku berulang kali menyerang pipa minyak untuk menekan pemerintah pusat di Sanaa agar memenuhi tuntutan mereka seperti pekerjaan, sengketa tanah atau pembebasan rekan-rekan mereka yang ditahan.

Pada Desember 2012, militer meluncurkan ofensif terhadap orang-orang suku yang dituduh mendalangi serangan-serangan itu, menyulut bentrokan yang menewaskan 17 orang.

Serangan-serangan pada pipa minyak juga dituduhkan pada gerilyawan Al Qaida dan semakin sering terjadi setelah pemberontakan 2011 yang menggulingkan pemerintah.

Militan Al Qaida memperkuat keberadaan mereka di wilayah selatan, dengan memanfaatkan melemahnya pemerintah pusat akibat pemberontakan anti-pemerintah yang meletus pada Januari 2011.

Ofensif pasukan Yaman yang diluncurkan pada Mei 2011 berhasil menghalau militan Al Qaida dari sejumlah kota dan desa di wilayah selatan dan timur yang selama lebih dari setahun mereka kuasai.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).

AS ingin presiden baru Yaman, yang berkuasa setelah protes terhadap pendahulunya membuat militer negara itu terpecah menjadi kelompok-kelompok yang bertikai, menyatukan angkatan bersenjata dan menggunakan mereka untuk memerangi kelompok militan itu.

Militan melancarkan gelombang serangan sejak mantan Presiden Ali Abdullah Saleh pada Februari 2012 menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abdrabuh Mansur Hadi, yang telah berjanji menumpas Al Qaida. (Ant/Reuters)