Bayi-bayi baru lahir diletakkan di tempat tidur setelah dikeluarkan dari inkubator RS Al Shifa setelah listrik padam, di tengah konflik antara Israel dan kelompok perlawanan Palestina Hamas, di Kota Gaza, Palestina (12/11/2023). ANTARA/REUTERS/aa.

Gaza/Yerusalem, (Metrobali.com)

Rumah sakit di Gaza utara pada Minggu masih mengalami keterbatasan dan kekurangan akibat serangan Israel, sementara tiga bayi yang lahir prematur meninggal dunia akibat tiada pasokan listrik.

RS Al Shifa dan rumah sakit lain di Gaza utara, wilayah yang digempur habis-habisan oleh militer Israel, hampir tidak mampu merawat pasien, kata petugas medis.

Setiap hari, jumlah korban tewas dan terluka akibat serangan Israel kian bertambah, tetapi tempat untuk merawat mereka semakin sedikit.

Di RS Al Shifa, juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza, Ashraf Al-Qidra, mengatakan serangan Israel “meneror petugas medis dan warga sipil”.

Juru bicara militer Israel, Laksamana Madya Daniel Hagari, mengatakan militer Israel akan membantu evakuasi bayi dari rumah sakit tersebut atas permintaan staf di sana.

Namun, Al-Qidra mengatakan dari 45 bayi yang dirawat, tiga di antaranya sudah meninggal dunia dan mereka tidak diberi tahu oleh militer Israel bagaimana membawa bayi-bayi itu ke tempat yang aman.

Seorang ahli bedah plastik di Al Shifa mengatakan akibat pengeboman terhadap ruang inkubator, bayi-bayi prematur terpaksa dirawat di ranjang biasa dengan sedikit daya yang tersedia untuk mengubah AC menjadi pemanas.

“Kami tahu ini sangat berisiko,” kata dr Ahmed El Mokhallalati kepada Reuters. “Kami menduga akan kehilangan bayi lebih banyak lagi setiap hari.”

Di RS Indonesia di Beit Lahiya, Gaza utara, bayi laki-laki bernama Mosab Subeih telah dilarikan ke sana setelah rumah keluarganya terkena hantaman roket Israel.

“Dia terluka langsung di kepala dan mengalami pendarahan, dan kami tidak punya operasi,” kata petugas medis yang merawatnya dengan resusitator manual karena listrik padam.

Palang Merah Palestina bulan lalu mengatakan staf medis di RS terbesar kedua di Gaza utara, Al-Quds, kesulitan merawat pasien karena sedikitnya obat-obatan, makanan, dan air.

“Rumah sakit Al Quds terisolasi dari dunia dalam 6-7 hari terakhir. Tak ada jalan masuk, tak ada jalan keluar,” kata Tommaso Della Longa, juru bicara Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah.

Shifa juga tak dapat diakses oleh mereka yang baru saja terluka, kata Mohammad Qandil, seorang dokter pada RS Nasser di Khan Younis, Gaza selatan.

“RS Shifa sekarang tidak berfungsi, tak ada yang diizinkan masuk, tak ada yang boleh keluar,” kata dia.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengaku telah kehilangan kontak dengan RS itu dan mengkhawatirkan orang-orang yang terjebak di sana.

Israel mengatakan RS-RS di Gaza utara harus dikosongkan sehingga militer bisa menghancurkan apa yang mereka anggap sebagai pusat komando Hamas di bawah gedungnya dan di daerah sekitarnya. Hamas membantah dalih Israel itu.

Evakuasi

Israel pada Minggu mengatakan orang-orang bisa dievakuasi dengan aman dari tiga RS di Gaza utara, termasuk Al Shifa.

Direktur RS itu, Mohammad Abu Selmeyah, mengatakan kepada stasiun TV Al Arabiya bahwa tidak ada jalur keluar yang aman.

Di tengah kondisi kemanusiaan di Gaza yang terus memburuk, 80 warga asing dan sejumlah warga Palestina yang terluka memasuki Mesir dalam evakuasi pertama sejak Jumat, kata sumber-sumber keamanan di Mesir.

Polandia mengatakan 18 di antaranya adalah warganya. Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan kepada CBS News bahwa warga AS akan diungsikan dari Gaza pada Minggu.

Sedikitnya 80 truk bantuan juga telah bergerak dari Mesir ke Gaza pada Minggu sore, kata sumber-sumber tersebut. Yordania mengatakan sebelumnya telah mengirimkan bantuan kedua ke sebuah rumah sakit lapangan.

Sedikit sekali bantuan yang masuk Gaza sejak Israel menyatakan perang terhadap Hamas, lebih dari sebulan lalu, setelah kelompok perlawanan Palestina itu menyerang Israel pada 7 Oktober.

Menurut Israel, serangan Hamas itu menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera lebih dari 200 orang.

Di lain pihak, Palestina mengatakan 11.078 warga Gaza, sekitar 40 persen di antaranya adalah anak-anak, tewas akibat serangan udara dan artileri Israel sejak perang berkecamuk.

Penyakit menyebar di antara para pengungsi yang memenuhi gedung-gedung sekolah dan tempat perlindungan lainnya. Mereka bertahan dengan pasokan makanan dan air yang sangat sedikit, kata badan-badan bantuan internasional.

Di Kota Gaza, Jamila (54) mengatakan dia dan keluarganya bisa mendengar deru konvoi tank di dekatnya.

“Sepanjang siang, orang-orang berusaha mencari kebutuhan pokok seperti roti dan air, dan di malam hari mereka berjuang untuk tetap hidup,” katanya.

“Kami mendengar ledakan sepanjang malam, kami bisa mengatakan bahwa beberapa ledakan ini adalah saling serang antara pejuang perlawanan dan pasukan Israel.”

Kematian Terus Bertambah

Ibu dari enam anak itu mengatakan keluarganya takut meninggalkan kota itu.

“Kami mendengar banyak ledakan di selatan, dan tak ada makanan. Keadaan di sana sepertinya tidak berbeda dari situasi kami di sini,” katanya lewat telepon.

Otoritas kesehatan Palestina mengatakan 13 orang tewas akibat serangan udara Israel di sebuah rumah di Khan Younis di Gaza selatan pada Minggu.

Warga melaporkan pertempuran bertambah sengit di sekitar kamp pengungsi Al-Shati, di pantai utara Gaza.

Militer Israel mengatakan telah membunuh beberapa milisi di sana dan meminta warga sipil menggunakan jeda kemanusiaan selama empat jam untuk mengungsi ke selatan.

Perang di Gaza telah menyulut kembali konflik di perbatasan utara Israel dengan Lebanon yang merupakan konflik lintas-batas terburuk sejak 2006.

Kelompok Hizbullah di Lebanon mengaku menyerang pasukan Israel di dekat Barracks Dovev pada Minggu, yang “menimbulkan korban”.

Militer Israel sebelumnya mengatakan bahwa rudal antitank yang ditembakkan oleh milisi Lebanon itu mengenai warga sipil. Mereka menambahkan bahwa serangan itu mereka balas dengan tembakan artileri.

Pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon mengatakan seorang anggotanya terluka akibat tembakan di dekat Kota Al-Qawzah, Lebanon selatan.

Sumber: Reuters