Budi Daya Hutan Bambu dan Keseimbangan Alam di Desa Penglipuran
Hutan Bambu
Bangli, (Metrobali.com) –
Bagi banyak orang, pohon bambu mungkin tak memiliki nilai ekonomis. Padahal, pohon bambu memiliki bisa dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan masyarakat. Namun, tak ada yang pernah memikirkan untuk membudidayakan pohon yang menjulang tinggi tersebut. Kendati begitu, pemandangan berbeda nampak di Desa Penglipuran.
Desa wisata yang terletak Kelurahan Kubu, Desa Bangli, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli sudah sejak zaman dahulu kala membudidayakan pohon bambu secara turun temurun. Ya, Desa yang telah ada sejak abad ke-13 itu memiliki puluhan hektar hutan bambu yang terawat baik sejak dulu hingga sekarang. Mungkin saja Desa Penglipuran merupakan satu-satunya desa yang memiliki luasan hutan bambu dan membudidayakannya secara turun temurun dari 1.488 desa adat se-Bali.
Bendesa Adat (kepala desa adat) Penglipuran, IWayan Supat (49) menuturkan, Desa Penglipuran memiliki luas 112 hektar. Dari jumlah itu, 9 hektar digunakan untuk pemukiman yang terbagi dalam 76 kapling atau petak. 55 hektar tegalan, sisanya fasilitas umum. “45 hektar hutan bambu. Hutan bambu ini warisan leluhur kami. Mungkin hutan bambu ini jauh lebih dulu ada ketimbang desa ini. Mungkin bambu itu dibabat untuk membangun pemukiman,” ujar Supat, Minggu 11 Desember 2016.
Hutan bambu itu pula rupanya merupakan perbatasan dengan desa lain. “Perbatasannya sekitar 200 meter. Di selatan itu berbatasan dengan Cempaga, di barat dengan Desa Cekeng, di utara Desa Kayang dan di Timur Desa Kubu,” jelasnya.
Selain warisan leluhur, Supat menyebut hutan bambu merupakan falsafah hidup warga di Desa Penglipuran. Dalam aturan desa adat di Bali, Supat melanjutkan, diwajibkan adanya daerah resapan. Dan hutan bambu di Desa Penglipuran merupakan pengejawantahan dari kearifan lokal tersebut. “Ini manfaat ekologis hutan bambu. Untuk mencapai yang namanya harmoni, damai, sejahtera, jangan berprinsip material saja. Sebaliknya, harus memikirkan manfaat ekonomis dan ekologis. Inilah yang disebut palemahan yakni, hubungan harmonis manusia dengan alam,” papar dia.
Sejak dahulu pula, masih menurut Supat, warga di Desa Penglipuran memiliki budaya membuat rumah beratap bambu. ”Jadi, ada hubungan antara memelihara dan memanfaatkan. Penglipuran sendiri artinya pelestarian,” ulas dia. Sejak dahulu pula Desa Penglipuran memiliki aturan tata guna lahan yang wajib atas persetujuan desa. Warga desa tak boleh menjual tanah selain kepada warga Desa Penglipuran sendiri. “Warga tidak boleh menjual tanah kepada orang yang bukan warga di sini. Aspek lingkungan kami punya aturan yaitu melestarikan rumah adat. Bagi kami prinsipnya pariwisata untuk penglipuran, bukan sebaliknya,” ujar Supat, sembari menambahkan jika Desa Penglipuran dinobatkan menjadi desa wisata oleh pemerintah pusat sejak tahun 1993.
Dalam memanfaatkan hutan bambu, warga juga tak bisa serta merta seenaknya saja menebang pohon. Ada aturan main yang mesti diperhatikan. ”Ada sistem tebang yang telah disepakati. Sistem tebang hari baik saat kemarau atau kering, karena dalam satu rumpun (pohon bambu) ada tiga generasi yaitu rebung, kakaknya (bambu muda) dan (bambu) yang siap tebang,” bebernya.
Ia melanjutkan, berdasarkan penelitian dari Kebun Raya Bedugul ada 13 jenis pohon bambu di hutan Desa Penglipuran. Di antaranya adalah bambu jajang aya, jajang Bali, jajang panteg, jajang taluh, jajang papah, jajang batu, tambang gading, tambang, petung buluh, buluh tali suet, tali, gadung dan ampel.
Menurut Supat, hutan bambu yang dimiliki desanya juga berfungsi wisata. Dulu, wisatawan yang mengunjungi Desa Penglipuran bisa berkeliling hutan bambu menggunakan delman yang telah disediakan. Trek atau jalur pun telah disiapkan menggunakan jalan paving. Sayang, wisata hutan bambu itu tak berjalan mulus dan akhirnya kini tak berjalan. Padahal, mengunjungi hutan bambu Desa Penglipuran benar-benar sejuk. Anda ingin mencobanya? Silakan kunjungi Desa Penglipuran. (Laporan Bobby Andalan)
1 Komentar
penglipuran senantiasa ada dibenaku selalu menggoda tuk di kunjungi desa yang tidak jauh dari desa tiga.tapi kesempatan yg membatasi sehingga sampai saat ini belum tahu gmn wajah aslinya desa penglipuran.aku penasaran pingin ketemu kepala desanya sepertinya teman sekelas waktu di smp dulu.