lansia
Denpasar (Metrobali.com) –

Pulau Bali tidak hanya dikenal sebagai destinasi dunia namun bagi warga asing lanjut usia bahkan menjadikan Bali sebagai tempat yang nyaman untuk menghabiskan sisa hidup mereka.

Dari ribuan warga asing yang memilih menetap di Bali, paling banyak berasal dari Belanda baik yang blasteran Indonesia Belanda maupun mereka yang keturunan Meneer atau asli Belanda.

Kawasan wisata Sanur, adalah salah satu tempat paling favorit yang diminati para meneer Belanda. Jika Anda, berjalan di sekitar Pagi Sanur hingga Pantai Mertasari, baik pagi hingga senja, akan mudah menemukan komunitas atau perkumpulan warga Belanda.

Para bule manula itu, menikmati keindahan pantai, dengan bercengkrama, sendau gurau, berkumpul bersama baik di restoran, kafe atau kedai-kedai di bibir pantai. Mereka benar-benar menikmati, menemukan kedamaian hidup di Bali.

“Saya keturunan campuran Indonesia Belanda, lahir di Surabaya, lama di Belanda dan kini tinggal di Bali, ” kata Robert Alfos Vermereen ditemui Rabu (2/12/2015).

Setelah, puluhan tahun hidup di Belanda dan Indonesia, akhirnya pria kelahiran 1940 ini, menjatuhkan pilihan menghabiskan sisa hidupnya di daerah berjuluk PUlau Seribu Pura,

Baginya, PUlau Bali memberikan ketenangan, kenyamanan, dan kedamaian, hal yang sangar dibutuhkan oleh para manula. Ketika, mereka sudah tidak punya siapa-siapa lagi, karena sanak keluarga ada di Belanda, justru tetap menemukan semangat hidup di sini.

Dia bahkan, sudah memutuskan untuk tidak lagi balik ke Belanda, karena Bali, Indonesia dianggapnya sudah menjadi Tanah Air sendiri.

Bersama warga asing lainnya, dia menjalani hari-hari, dengan berinteraksi satu sama lain, menjalin komunikasi, berkumpul dan beraktivitas ringan bersama.

Hal sama disampaikan, Amandine Grisard (70) yang memutuskan menikmati uang pensiunan di negaranya, untuk tinggal di Bali. Setelah 16 tahun tinggal di Bali, akhirnya bersama warga Belanda lainnya, memperoleh KITAP kartu izin tinggal tetap di Bali.

Grisard merasakan ketenangan tinggal di Pulau Dewata, karena masyarakatnya ramah, keindahan alam, dan pesona adat budaya yang begitu kuat.

“Saya merasakan nyaman tinggal di Bali, ingin menghabiskan sisa hidup saya di sini, saa ingin hidup lebih lama di Bali,” katanya.

Keberadaaan, warga Belanda di Bali itu, memang tidaklah mudah. Untuk bisa mendapatkan KITAP, harus melewati persyaratan ketat, mengingat jangan sampai justru membebani.

“Mereka yang mendapatkan KITAP minimal usia 55 tahun, dan tinggal sementara berturut-turut 15 tahun,” jelas Ni Made Citra Dewi konsultan DJS, perusahaan sponsor warga asing dalam pengurusan KITAP.

Sebelumnya, warga asing ini, secara kontinu lima tahun menetap di Bali setelah mendapat kartu izin tinggal terbatas. Mengacu aturan keimigrasian yang baru, akhirnya bisa mendapatkan kartu izin tinggal tidak terbatas.

Dijelaskan lebih lanjut, selain sudah menetap dalam jangka waktu lama, persyaratan lainnya, mereka mesti memiliki tabungan pensiunan atau uang deposit yang cukup. Itu sebagai jaminan selama hidup atau tinggal di Bali.

Tak jarang dari mereka, ada yang tinggal menikah dengan WNI, atau tinggal sendiri baik di rumah yang dibeli atau disewa dalam jangka waktu tertentu.

“Warga asing yang telah mendapat KITAP ini rata-rata di atas usia 65 tahun, diurusi oleh pembantu, mereka merasakan kenyamanan tinggal di Bali, imbuhnya saat mendampingi Owner DJS Corp Lusiana Sanato.

Pihaknya, cukup banyak mensponsori warga asing yang memenuhi persyaratan untuk bisa tinggal dalam waktu yang tidak terbatas di Bali. Dari ribuan warga asing yang tinggal di Indonesia, termasuk di Bali, paling banyak adalah warga asal Belanda, disusul Australia, Jepang dan Jerman. RHM-MB