reklamasi teluk benoaDenpasar (Metrobali.com)-

Achyarya Agni Yogananda dan Rsi Agni Jayamukti, dua anggota ‘’Tim 9 Parisada’’, diketahui bergerilya ke Wakil-wakil Dharma Adyaksa untuk mencari tandatangan Wakil Dharma Adhyaksa untuk untuk Keputusan Pasamuhan Sabha Pandita Parisada, 9 April 2016 yang lalu. Yang mengejutkan, draf yang disodorkan itu adalah Keputusan tentang KSPN (Kawasan Strategis Pariwisata Nasional) dan Kawasan Teluk Benoa tanpa kata ‘’Suci’’. Informasi diperoleh dari Wakil Dharma Adyaksa Bidang Pujastawa, Mpu Siwa Budha Daksa Darmita,  yang menolak menandatangani konsep tersebut, ketika dibawakan ke ‘’geriya’’nya.

‘’Saya tetap berpegang pada Keputusan Pasamuhan, bahwa Kawasan Teluk Benoa adalah Kawasan Suci. Riset planologi dari UNHI dan kajian ahlinya juga memetakan dan menginventarisasi ada 70 titik suci yang disakralkan oleh para pengempon  di Kawasan tersebut, dan Dharma Adyaksa sudah jelas menugaskan Sabha Walaka merumuskan konsep Keputusan, sesuai amanat pasal 15 Anggaran Dasar. Kalau ada lagi konsep yang diluar Pasamuhan Sabha Pandita 9 April, itu tidak sah. Kalau sampai umat mengetahui, dan kalau sampai Parisada tidak menegaskan bahwa Teluk Benoa adalah Kawasan Suci, pasti Parisada akan didemo umat,’’ kata Ida Pandita Siwa Budha.

Penelusuran yang dilakukan ke beberapa Wakil Dharma Adhyaksa, menunjukkan ternyata mereka membubuhkan tanda tangan tanpa membaca atau dibacakan terlebih dahulu apa isi dari konsep yang mereka tandatangani. Apalagi, ketika disodorkan, sudah disebutkan bahwa konsep Tim 9 Parisada yang menjadi keberatan para Sulinggih sudah didrop, yakni butir b dan c halaman 8. Namun, substansi lainnya tidak disinggung, dan diduga sudah masuk dalam badan konsep.

Ida Mpu Sukawati sangat menyayangkan, masih adanya upaya untuk membuat versi Keputusan Pasamuhan secara berbeda, padahal Dharma Adhyaksa sudah memberikan tugas ke Sabha Walaka. Keputusan yang dikerjakan Sabha Walaka pun sudah selesai, dan tinggal didesiminasikan ke para pemangku kepentingan.

‘’Saya sangat prihatin, ketika membaca konsepnya, kenapa tidak tegas menyebutkan Teluk Benoa sebagai Kawasan Suci dalam Keputusan yang dibawa itu. Saya menolak menandatangani, karena saya sudah menandatangani yang dikerjakan Sabha Pandita dan diketahui Dharma Adhyaksa. Tidak ada versi yang lain, dan kalau ada Sulinggih kesana-kemari membawa konsep versi lain, itu sangat disesalkan. Umat pasti menertawakan kita, kok Pandita sampai begini perilakunya, ampura!’’ ujar Ida Mpu Siwa Budha.

Beberapa Wakil Dharma Adyaksa seperti Ide Pedande Gde Bang Buruan Manuaba, Ida Mpu Siwa Putra Parama Daksa dan Ida Rsi Bujangga Hari Anom Palguna, disebut menandatangani keputusan tersebut, ketika disodorkan ke Mpu Siwa Budha Daksa Darmita. Namun, ketika dikonfirmasi tentang hal tersebut, mereka mengaku membubuhkan tandatangan, karena tidak dibacakan dan tidak pula diberikan kopinya. Ida Rsi Hari mengaku tidak ‘’ngeh’’ dan siap menunggu arahan Dharma Adhyaksa untuk mencarikan solusinya. Begitu juga Ida Mpu Siwa Putra Parama Daksa, ‘’terpaksa’’ mendantatangani karena diberi informasi bahwa konsep yang dibuat oleh Sabha Walaka atas ‘’perintah’’ Dharma Adhyaksa berisi kata-kata ‘’tolak reklamasi Teluk Benoa.’’ Ida Bang Buruan belum bisa dikonfirmasi. RED-MB