kadek-miarta-putra-dan-nyoman-sumanta-saat-menunjuk-surat-keberatan-yang-dilayangkan-ke-bks-dan-lp-lpd

Denpasar, (Metrobali.com) –

12 Kelian Desa Adat (Bendesa) di wilayah Mengwi, Kabupaten Badung, mempertanyakan pemanfaatan lima (5) persen dana dari keuntungan Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Sebab selama ini, dana tersebut rutin disetor ke Lembaga Pemberdayaan (LP) LPD.

Ke-12 Bendesa dari wilayah Mengwi ini bahkan sudah memberikan kuasa kepada Kantor Advokat Nyoman Sumantha, SH & Rekan, untuk mendesak transparansi Badan Kerja Sama (BKS) dan LP LPD terkait pemanfaatan dana 5 persen tersebut. Para Bendesa ini ingin mengetahui secara rinci pemanfaatan dana dimaksud.

“Kami sudah menerima kuasa dari 12 Bendesa di Mengwi untuk mencari informasi sekaligus mempertanyakan pemanfaatan uang tersebut. Kami juga menerima kuasa untuk mencari SK Pengangkatan LP LPD sebagai bentuk legalitas,” jelas advokat Nyoman Sumantha, SH, di Denpasar, Selasa (18/10).

Terhadap hal ini, Sumantha mengaku melakukan prosedur pencarian informasi publik sebagaimana amanat UU Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. “Kami sudah melayangkan surat kepada BKS dan LP LPD. Kami mohon informasi terkait dana pemberdayaan LPD,” kata Sumantha.

Sayangnya, surat dengan Nomor B/ 30/ NSR/ X/ 2016 tertanggal 3 Oktober 2016 tersebut, rupanya tak dihiraukan oleh BKS dan LP LPD. “Sesuai Pasal 22 UU Tentang Keterbukaan Informasi Publik, maka BKS dan LP LPD diberikan waktu 10 hari kerja untuk menjawab. Tetapi mereka tidak menggunakan haknya,” ujar Sumantha, yang didampingi rekannya, Kadek Miarta Putra, SH.

Lantaran permintaan tersebut tak diladeni, Kantor Advokat Nyoman Sumantha, SH & Rekan kembali melayangkan surat kepada BKS dan LP LPD. Surat dengan Nomor B/ 32/ NSR/ X/ 2016 tertanggal 18 Oktober 2016 tersebut dengan perihal keberatan terhadap Kepala BKS LPD dan Kepala LP LPD Provinsi Bali.

“Karena baik BKS maupun LP LPD tidak memberikan jawaban, maka kami boleh mengajukan keberatan. Hal ini sesuai amanat UU Keterbukaan Informasi Publik serta Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik,” tandas Sekretaris Forum Peduli Ekonomi Adat Bali (FPEAB) itu.

Apabila surat keberatan tersebut pun tak ditanggapi, demikian Sumantha, maka pihaknya selaku kuasa ke-12 Bendesa, akan mengajukan sengketa informasi publik ke Komisi Informasi Publik (KIP) Provinsi Bali. “Kami bisa melayangkan gugatan sengketa informasi publik ke KIP, sepanjang keberatan kami tidak direspon,” ancam Sumantha.

Tentang ke-12 Bendesa yang memberikan kuasa kepada pihaknya, Sumantha menyebut, semuanya dari Kecamatan Mengwi, Badung. Mereka adalah Kelian Desa Adat Penarungan, Kelian Desa Adat Kekeran, Kelian Desa Adat Buduk, Kelian Desa Adat Mengwi, Kelian Desa Adat Blahkiuh, Kelian Desa Adat Sayan, Kelian Desa Adat Anggungan, Kelian Desa Adat Sobangan, Kelian Desa Adat Semate, Kelian Desa Adat Baha, Kelian Desa Adat Cengkok, dan Kelian Desa Adat Sading. MSE-MB