Nono Sampono

Jakarta (Metrobali.com)-

Anggota DPD RI terpilih Nono Sampono mendesak anggota Dewan Perwakilan Daerah periode 2014-2019 dilibatkan dalam pembahasan dan pengesahan RUU Pilkada dan RUU Pemda.

“Anggota DPD RI periode 2014-2019 harus dilibatkan dalam pembahasan dan pengesahan RUU Pilkada dan RUU Pemda itu,” katanya dalam dialog kenegaraan ‘Menata Ulang Pemerintahan Daerah’ di Gedung DPD RI Jakarta, Rabu (17/9).

Dalam dialog yang juga menghadirkan anggota DPD RI Farouk Muhammad, Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansjah Djohan, dan pengamat politik LIPI Siti Zuhro itu, Nono Sampono mengingatkan pembahasan dan rencana pengesahan kedua RUU hendaknya bisa melibatkan publik nasional dan daerah.

“Hal ini mengingat seluruh kegiatan penyelenggaraan negara di era demokrasi ini harus bertolak dan bermuara pada kepentingan publik.

Kami dari DPD RI memiliki kewajiban moral dan konstitusional untuk melanjutkan pembahasan dan pengesahan RUU Pilkada dan RUU Pemda dengan tetap berpegang pada semangat demokrasi dan penyempurnaan penyelenggaraan negara RI,” katanya.

Nono Sampono menegaskan bahwa UU Pilkada dan UU Pemerintahan Daerah (Pemda) merupakan masalah yang sangat penting bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara, karena menyangkut hajat hidup orang banyak.

Karena itu kedua RUU tersebut harus menjamin kemajuan demokrasi, peningkatan pelayanan publik, kesejahteraan rakyat, dan kemajuan daerah.

“Itu penting, karena setiap anggota DPD RI memiliki konstituen dan representasi yang jelas dan setara dengan satu fraksi di DPR RI. Bahkan, kalau suara anggota DPD RI disatukan akan melebihi jumlah perolehan suara partai mana pun,” kata Nono.

Nono menegaskan kalau pembahasan dan pengesahan kedua RUU tersebut diteruskan untuk disahkan dan hasilnya bertentangan dengan semangat demokrasi serta kemaslahatan negara, maka pihaknya bersama seluruh anggota DPD RI terpilih akan menggugat kedua RUU tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Jangan sampai UU itu dibuat hanya atas dasar kepentingan sesaat, sehingga akan menjadikan produk UU itu buruk, rancu, dan terus mengalami perubahan-perubahan,” tambahnya.

Nono menegaskan bahwa pembahasan UU tersebut harus dikembalikan pada suasana kebatinan khususnya terkait rakyat di daerah.

“Jangan sampai ada UU sektoral yang tumpang-tindih. Seperti dalam penanganan kelautan dimana kita harus melibatkan 11 lembaga, sedangkan Australia hanya satu lembaga. Itu yang harus diperbaiki,” kata Nono.

Nono menjelaskan sebuah UU harus menghargai kearifan lokal dengan tetap mengedepankan nilai-nilai lokal, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.

“Kalau tidak dan rakyat tidak puas, saya khawatir rakyat akan menentukan caranya sendiri, termasuk dikendalikan oleh asing. Itu sangat berbahaya bagi bangsa ini,” katanya.  AN-MB