pembangkit listrik

Jakarta (Metrobali.com)-

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan krisis pasokan listrik yang selama ini dialami daerah di Tanah Air disebabkan adanya salah perhitungan.

“Kenapa kita krisis listrik, itu karena selama ini kita salah perhitungan. Sering kita salah perencanaan karena mengira pertumbuhan listrik itu linier dengan pertumbuhan ekonomi, padahal lebih tinggi,” kata Wapres saat membuka Musyawarah Nasional VI Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia di Kantor PLN Pusat Jakarta, Kamis (12/3).

Dia menjelaskan kalau pertumbuhan ekonomi negara mencapai enam persen, maka kebutuhan listrik bertambah menjadi sembilan persen secara terus menerus.

“Ditambah lagi penduduk bertambah 1,5 persen dan akhirnya itu malah kebutuhan listrik pertumbuhannya per tahun mencapai 15 persen,” katanya.

Seharusnya, lanjut Wapres, pemerintah memiliki pasokan pembangkit listrik 10 ribu Megawatt setiap tiga tahun. Jika persediaan itu benar-benar diwujudkan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN), maka pasokan listrik di Tanah Air dapat terjaga.

“Namun, pengalaman kita (target) 10 ribu MW setiap tiga hingga lima tahun itu banyak yang telat, ditambah lagi tidak ada dorongan sehingga malah belum ada yang selesai. Maka dari itu terpaksa kita gandakan menjadi 35 ribu MW kali ini,” katanya.

Listrik merupakan satu, dari tiga infrastruktur utama, yang diperlukan di semua aspek kegiatan kehidupan bermasyarakat dan tidak dapat tergantikan.

Apalagi dengan adanya perkembangan teknologi dewasa ini, lanjut dia, menyebabkan kebutuhan listrik warga meningkat sehingga persediaannya harus dijaga.

“Semakin maju suatu bangsa, maka kebutuhan listriknya semakin tinggi. Ini karena semua bentuk kemajuan itu selalu ujung-ujungnya memakai listrik,” jelasnya.

Beragam peralatan elektronik yang beredar di pasaran menjadi tolok ukur penggunaan listrik di kalangan masyarakat. Sehingga, sebab meningkatnya kebutuhan listrik sejatinya bukan karena banyaknya jumlah penduduk melainkan gaya hidup masyarakat dengan teknologi terkini.

“Contohnya saja, sekarang orang kalau keluar rumah yang pertama kali dicari bukannya dompet tetapi telepon genggam. Bayangkan kalau 200 juta masyarakat mengisi daya telepon genggam mereka secara bersamaan, walaupun (daya baterai) kecil tapi kalau dilakukan berbarengan pasti besar juga listrik yang dibutuhkan,” ujarnya. AN-MB