penjara-ilustrasi (1)

Raut sendu wajah pria berusia 28 tahun itu terpampang jelas di sejumlah media online di Amerika Serikat, negeri nun jauh berjarak ribuan kilometer dari Pulau Bali itu.

Tak hanya di media online, sejumlah media sosial juga menampilkan sosok serupa dengan wajah diselimuti murung menantikan keadilan.

Pria itu adalah Ketut Pujayasa, tenaga kerja asal Desa Suwug, Kabupaten Buleleng, Bali, yang terjerat kasus dugaan penganiayaan dan pemerkosaan yang dituduhkan kepada dirinya oleh salah seorang penumpang wanita di tempatnya bekerja.

Kejadian itu berawal pada pagi hari saat kapal mewah itu berlayar di perairan Laut Roatan, Honduras, negara Amerika Latin menuju Florida.

Saat itu pria yang menjadi anak buah kapal pesiar MV Nieuw Amsterdam mengantarkan makanan kepada salah seorang penumpang.

Setelah beberapa kali diketuk pintunya, penumpang yang tak diketahui jelas namanya itu kemudian mengumpat Ketut dengan kata kasar.

Tidak terima dengan kata-kata umpatan yang menyinggung dirinya, pria yang telah bekerja menjadi ABK pada perusahaan Holland American Lines sejak tahun 2012 itu kemudian memasuki kamar tempat tamu itu menggunakan kunci cadangan dan menunggu wanita tersebut di dalam kamarnya.

Ia sempat tertidur di sebuah kursi malas di balkon kamar penumpang yang diketahui berusia 31 tahun itu hingga akhirnya wanita tersebut memasuki kamarnya.

Tak diketahui jelas kronologis selanjutnya, namun dari pemberitaan sejumlah media online di negeri yang mengklaim dirinya adidaya itu diberitakan bahwa Ketut menganiaya tamunya dan diduga melakukan pemerkosaan.

Tak hanya itu, Ketut juga dituduh ingin menghabisi nyawa penumpang itu dengan cara membuang tubuhnya ke laut. Namun hal itu gagal dilakukan karena korban berteriak.

Sesaat kemudian, Ketut melarikan diri dari satu balkon ke balkon lainnya hingga akhirnya ia memberitahukan kepada salah seorang temannya bahwa ia baru saja melakukan upaya pembunuhan terhadap seorang penumpang.

Berselang beberapa saat kemudian, tenaga kerja yang mengantongi kartu tenaga kerja 51708132006850001 itu diamankan petugas keamanan setempat sebelum diserahkan kepada petugas Intelejen Federal atau FBI.

Polisi federal yang selama ini hanya digambarkan di sejumlah film Hollywood itu kini berada di depan mata Ketut hingga dijebloskan ke penjara setempat.

Dia ditahan begitu kapal pesiar mewah, MV Nieuw Amsterdam milik Holland America Lines itu merapat di Port Everglades Cruiseport, Fort Lauderdale, Florida pada Minggu (16/2).

Dibela pengacara AS Merasakan dinginnya sel penjara Boward County, Florida mungkin tak pernah dibayangkan pria yang hijrah menjadi pelaut ke negeri berbeda benua untuk mengangkat ekonomi keluarganya.

Pengacara yang telah ditunjuk oleh pemerintah Amerika Serikat dan perwakilan pemerintah Indonesia di Houston kini tengah berupaya melepaskan Ketut dari jerat hukum.

Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (BP3TKI) di Denpasar, I Wayan Pageh mengungkapkan bahwa sudah merupakan kewajiban perusahaan internasional untuk menyediakan pengacara kepada anak buahnya yang tersangkut masalah hukum.

“Kami telah membicarakan dengan perwakilan Konsulat Jenderal RI di Houston dan mereka (perusahaan tempat Ketut Pujayasa) telah menyediakan pengacara,” ucapnya.

Menurut dia, pemerintah Amerika Serikat telah menunjuk seorang pengacara yakni Chantel R Doakes dari sebuah kantor pembela publik di Kota Fort Lauderdale, Florida.

Pageh menyebutkan bahwa pria yang bekerja sejak tahun 2012 itu merupakan tenaga kerja Indonesia yang legal dan memiliki kartu TKI luar negeri yang sah.

BP3TKI, kata dia, telah berkoordinasi dengan agen yang mengirim pria yang ditempatkan di bagian tata hidangan itu yakni PT Sumber Bakat Insani dan Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) untuk penanganan termasuk dengan pihak KJRI di Houston, Texas.

“Saat diinterogasi oleh petugas, ia (Ketut) telah mengakui perbuatannya,” ucap Pageh.

Pihak KJRI di Houston pun telah melakukan kunjungan untuk mengetahui kondisi terakhir Ketut pada Senin (24/2).

Sidang perdana Ketut digelar pada Selasa (25/2) ini di gedung Federal Building and Courthouse di 229 East Broward Boulevard, Suite 312, Fort Lauderdale, Florida, Amerika Serikat sekitar pukul 10.00 waktu setempat.

Pengacara dan perwakilan KJRI di Houston, Texas, siap berada di belakang Ketut untuk memberikan dampingan hukum.

Pihak KJRI sendiri, kata dia, juga berkonsultasi dengan pengacara tersebut untuk mengetahui opsi-opsi hukum bagi pekerja yang telah bekerja di kapal pesiar sejak tahun 2012 itu.

Keluarga pasrah Pihak keluarga Ketut di Desa Suwug, Kabupaten Buleleng sendiri mengaku pasrah dengan kejadian yang menimpa anak tercintanya itu.

Nengah Ginawan, ayah Ketut menyerahkan sepenuhnya kasus tersebut kepada tim pengacara dan perwakilan KJRI di Houston, Amerika Serikat untuk membantu proses persidangan putranya.

Iapun tidak membayangkan bahwa tuduhan penganiayaan dan pemerkosaan menimpa anaknya karena sejak kecil ia dikenal baik dan berprestasi di sekolah.

Pihak keluarga hanya mengharapkan kasus tersebut selesai dan anaknya bisa kembali pulang ke Bali.

Dia menambahkan bahwa sebelum ditangkap, ia Ketut sempat mengirimkan pesan singkat yang berisi permintaan maaf kepada keluarganya dan terpaksa berurusan dengan hukum karena tak terima dihina oleh salah seorang penumpang.

Pihak keluarga masih berkeyakinan bahwa anaknya tidak bersalah dan tidak melakukan seperti yang dituduhkan.

“Kami berharap Ketut mendapatkan proses hukum yang adil,” ucapnya.

Citra Bali Berita terkait TKI Bali yang terjerat kasus penganiyaan dan dugaan pemerkosaanpun menyebar luas dan menyedot perhatian publik khususnya masyarakat di Pulau Dewata.

Sejumlah pihakpun khawatir, kasus tersebut berdampak terhadap pekerja asal Bali.

Pascaperistiwa itu, Kepala Balai Pelayanan, Penempatan, dan Perlindungan TKI (BP3TKI) Denpasar, I Wayan Pageh mengungkapkan akan mempengaruhi proses rekrutmen khususnya tenaga kapal pesiar.

“Dengan adanya kasus itu, pengguna akan lebih berhati-hati dalam merekrut karena ini sudah menyangkut kredibilitas pengguna kapal kepada pelanggan mereka,” katanya.

Dia menyatakan bahwa pekerja dari Bali dikenal ulet, jujur, disiplin, tidak banyak menuntut dan sering membantu.

Pihaknya menyayangkan peristiwa yang sempat meramaikan pemberitaan media “online” di Amerika Serikat itu karena dikhawatirkan secara makro akan merusak citra pekerja dari Pulau Dewata.

BP3TKI Denpasar, kata dia, juga akan lebih ketat dalam mengeluarkan kartu tenaga kerja Indonesia luar negeri (KTLN) dan dengan memperketat pengeluaran sertifikat untuk Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) sebelum mereka ditempatkan di negara tujuan.

Materi yang diberikan dalam pembekalan itu di antaranya terkait pekerjaan kerja di darat dan laut, peraturan perundang-undangan negara tujuan, hingga kasus tertentu seperti perdagangan manusia dan teroris serta terkait bahaya penyakit menular.

Meski dikhawatirkan berdampak terhadap proses rekrutmen khususnya tenaga di kapal pesiar, namun tidak demikian dengan Gubernur Bali Made Mangku Pastika yang berpandangan kasus itu tidak lantas menurunkan citra pekerja asal Pulau Dewata.

“TKI kita ribuan orang, kalau ada satu dua yang begitu, wajar-wajar saja, manusiawi. Hal itu bisa terjadi pada siapa saja,” katanya usai menggelar simakrama atau temu wicara bulanan dengan masyarakat, di Denpasar, Sabtu (22/2).

Mantan Kapolda Bali itu menilai memang kasus yang menimpa Ketut Pujayasa tak sederhana dan ancaman hukumannya cukup berat. “Perkosaan dan percobaan pembunuhan itu tidak sederhana, apalagi di atas kapal,” ucapnya.

Berkaca dari kejadian itu, Pastika kembali mengingatkan empat hal yang harus dihindari putra-putri Bali ketika bekerja di luar negeri yakni mabuk-mabukan, judi, main wanita dan berkelahi.

“Penyakitnya itu kalau anak-anak kita bekerja di kapal pesiar, ikut-ikutan mabuk, judi sehingga ketika turun tidak mempunyai uang,” ucapnya.

Oleh karena itu, setiap kali melepas TKI Bali untuk bekerja di kapal pesiar, ia pasti mewanti-wanti untuk menghindari keempat hal tersebut.

Selain itu, kepada para TKI yang saat ini masih di luar negeri, Pastika berharap agar mereka menjaga diri masing-masing.

“Ingat bahwa ada keluarga yang ditinggalkan di rumah. Biaya untuk berangkat juga tak sedikit, bahkan ada yang sampai menggadaikan sawah,” katanya. AN-MB