RANPERDA – Ketua Pansus Ranperda Retribusi Pelayanan Kesehatan Badung Made Sumerta berfoto bersama anggota dan Tim Ahli Bapemperda usai rapat pembahasan, Senin (21/6).

Mangupura (Metrobali.com)-

Panitia Khusus (Pansus) yang dibentuk DPRD Badung yang dikomando Made Sumerta, Senin (21/6/2021) mulai membahas rancangan peraturan daerah (ranperda) retribusi pelayanan kesehatan di Badung. Pembahasan pada tahap awal dilakukan secara intern di lingkungan pansus bersama tim ahli Bapemperda DPRD Badung.
Rapat pembahasan ranperda dipimpin Ketua Pansus Made Sumerta dan dihadiri anggota Komisi IV lainnya seperti Made Suwardana dan Luh Putu Gede Rara Hita Sukmadewi. Selain itu, rapat pembahasan dihadiri sejumlah tenaga ahli Bapemperda DPRD Badung seperti Dr. Subha Karma Resen,  Dewa Gede A. Pradnyana dan Eka Agustin.
Secara substantif, ujar Sumerta, pertama perubahan materi Perda 24 tahun 2011 terkait dengan retribusi pelayanan kesehatan. Ini ada hal-hal yang perlu disinkronisasi dan diharmonisasi.
Dalam rapat, katanya, ada beberapa hal yang memperoleh masukan dari tim ahli Bapemperda dan tenaga ahli DPRD Badung terkait dengan pembakaran sampah medis. Selama ini, ujar politisi PDI Perjuangan asal Kuta Selatan tersebut, pembakaran maupun pengolahan sampah medis ada di RSD Mangusada.
Sementara di ranperda terbaru, ungkapnya, pembakaran maupun pengolahan sampah medis ada di kecamatan-kecamatan. Dengan begitu, sarana prasarana ini perlu dipersiapkan. “Kalaupun nanti ada dimasukkan ke dalam rancangan ini, retribusi harus nol dulu. Pemungutan ke depannya dapat diatur dengan peraturan bupati atau perbup. Ini rumahnya dulu yang dibikin yakni perdanya,” tegas Sumerta yang juga Bendesa Adat Pecatu tersebut.
Ketika rumahnya belum ada, katanya, jelas retribusinya belum bisa dipungut. Selain itu juga karena belum ada sarana prasarana pembakaran sampah medis tersebut.
Selain sampah medis, kata Sumerta, dari Perda 24 tahun 2011, mengatur kenaikan atau penyesuaian rancangan, tapi di sana tak tertera untuk warga negara asing (WNA). Di sana general saja sehingga nanti perlu ada klaster-klaster. Ini harus ada kluster WNA maupun untuk warga negara Indonesia (WNI). Penyesuaiannya ada yang sampai 500 persen atau yang sampai 200 persen. Karena itu, perlu ada klasisifikasi antara WNA dan WNI.
Saat dikatakan, selama ini layanan kesehatan di Badung gratis, apakah dengan retribusi layanan kesehatan untuk masyarakat tidak lagi gratis? Menjawab ini Sumerta menyatakan sudah sempat didiskusikan dalam rapat. “Jangan sampai ini apalagi di tengah-tengah pandemi covid-19, masyarakat terbebani,” ujarnya.
Di mana-mana, katanya, pemda termasuk negara  memberikan pelayanan terbak untuk kesehatan dan pendidikan. Tatkala sekarang dikenakan retisibusi, ujarnya, ini yang akan dikoordinasikan dengan pihak eksekutif. Ke mana ini arahnya. jangan-jangan nanti dengan pengenaan retribusi rakyat menjadi beban.
“Sekali lagi ini bukan satu-satu sumber pendapatan daerah, apalagi nanti ada yang tak mampu bayar ada sanksi administrasi dan pidana. Ini akan menjadi beban pikiran masyarakat. Sudah mereka sakit dapat beban ini lagi. Ini perlu selaraskan dan diskusikan dengan pihak eksekutif karena rancangan ini datang dari pihak eksekutif.
Ditanya soal target penyelesaian, Sumerta menyatakan, pada masa sidang ini harus sudah selesai. Walapun ini bukan merupakan target pendapatan daerah, pihaknya akan melihat tabulasi terlebih dahulu. Sebelumnya berapa, dan berapa proyeksinya setelah ada kenaikan maupun penyesuaian retribusi di bidang kesehatan ini. “Yang lebih penting jangan sampai menyengsarakan masyarakat,” tegasnya.
Sumerta juga menyatakan, pansus akan melakukan stuidi perbandingan dengan daerah lainnya yang sudah memiliki perdanya.
Dalam ranperda retribusi pelayanan kesehatan terungkap, jenis pelayanan kesehatan yang akan dikenakan jasa yakni rawat jalan, rawat inap, tindakan medik, pelayanan persalinan, pelayanan penunjang diagnostik, pelayanan medico-legal, pelayanan ambulans dan mobil jenazah, pemeriksaaan/keterangan kesehatan, dan pelayanan kesehatan khusus.
Tarif pelayanan rawat inap misalnya, komponen tarifnya meliputi jasa sarana akomodasi dan jasa pelayanan. Dalam hal visite dokter umum dan dokter spesialis datang lebih dari satu kali dihitung sesuai dengan besaran dokter umum Rp 25.000 per visite dan dokter spesialis Rp 70.000 per visite. Besaran tarif pelayanan rawat gabung bayi yang baru lahir di puskesmas rawat inap adalah 50 persen dari tarif rawat inap.

 

Editor : Sutiawan